nFn Hartatik
Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SITUS ARKEOLOGI BAWAH AIR DI KALIMANTAN (RESEARCH AND DEVELOPMENT OF UNDERWATER ARCHAEOLOGICAL SITES IN KALIMANTAN) nFn Hartatik
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 5 No. 1 (2019): Kindai Etam Volume 5 Nomor 1 November 2019
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3451.941 KB) | DOI: 10.24832/ke.v5i1.49

Abstract

Kondisi lingkungan fisik Kalimantan yang terdiri atas dataran rendah berawa dan hutan lebat menyulitkan akses jalan darat. Puluhan sungai besar dan ribuan sungai kecil membelah daratan Kalimantan, sehingga sungai merupakan alat transportasi utama di Kalimantan sejak zaman prasejarah hingga pertengahan abad ke-20 Masehi. Migrasi, ekspedisi militer, penjelajahan, penelitian, kegiatan misionaris, dan perdagangan, dilakukan dengan menggunakan kapal atau perahu menyusuri sungai besar hingga anak-anak sungai ke arah pedalaman. Dalam perjalanannya, banyak kapal/perahu yang mengalami masalah di perjalanan hingga akhirnya tenggelam dan kini menjadi benda yang mengandung nilai penting bagi sejarah dan pengetahuan. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui apa saja situs tinggalan bawah air di Kalimantan yang sudah diteliti serta bagaimana upaya pelestarian dan pengembangannya. Artikel ini menggunakan metode penelitian deskriptif interpretatif dengan penalaran induktif. Data yang digunakan merupakan hasil penelitian Balai Arkeologi Kalimantan Selatan pada tahun 1997, 2006, dan 2012 yang dilakukan dengan metode survei dan ekskavasi. Ada tiga objek bangkai kapal tenggelam yang pernah di teliti oleh Balai Arkeologi Kalimantan Selatan, yaitu kapal dagang Belanda di Sungai Martapura Banjarmasin, kapal Onrust di hulu Sungai Barito, dan bangkai kapal di Sungai Kapuas Kalimantan Tengah. Penelitian arkeologi bawah air terkesan berhenti, sedangkan pelestarian dan pengembangan ketiga objek kapal tenggelam itu hingga kini masih sebatas wacana. Tidak optimalnya penelitian dan pengembangan hasil penelitian karena keterbatasan sumber daya manusia yang fokus ke arkeologi bawah air, serta kurangnya koordinasi antara Pemda dan stake holder untuk pelestarian dan pengembangannya. Wacana pengangkatan kapal tenggelam penting segera ditindaklanjuti, terutama yang bernilai sejarah untuk dimanfaatakan sebagai objek wisata dan bukti perjuangan nenek moyang. Kalimantan's physical environmental conditions are consisting of lowland marshy and dense forests,it make difficult to be accessed by roads. Dozens of great rivers and thousands of small rivers divide the mainland of Borneo, so the river is the main means of transportation in Borneo since prehistory times until the mid-20th century. The migrations, military expeditions, exploration, research, missionary activities, and trades were carried out by boat/ships down the great river to the small rivers to inland. In its journey, many boats or ships are having trouble on the way until it finally sank and now become objects that contain important values for history and knowledge. This article aims to find out what Borneo underwater sites have been studied and how to conserve and develop them. This article uses descriptive interpretive research method with inductive reasoning. The datas used are the archaeological reaserches of Balai Arkeologi Kalimantan Selatan in 1997, 2006, and 2012 conducted by survey and excavation method. There are three shipwrecks have been researched, that are in the Martapura River Banjarmasin, Onrust ships in the upstream Barito River, and shipwrecks in the Kapuas River Central Kalimantan. The research of underwater archaeology seems as if stoped, while the preservation and development of these three objects of shipwrecks are still the discourse. The research is not optimal due to the limited human resources whose focus on underwater archeology, and the lack of coordination between the local government and the stakeholders for its preservation and development. The discourse on the appointment of shipwrecks must be followed up immediately, especially those which have historical values to be used as tourist objects and monuments of ancestral struggle.