Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

WARNA LOKAL DAN REPRESENTASI BUDAYA BUGIS-MAKASSAR DALAM CERPEN “PEMBUNUH PARAKANG”: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA NFN Uniawati
Kandai Vol 12, No 1 (2016): Kandai
Publisher : Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1088.088 KB) | DOI: 10.26499/jk.v12i1.75

Abstract

Tulisan ini merupakan bentuk apresiasi terhadap cerpen Pembunuh Parakang (PP) sekaligus upaya untuk mengkaji dan menjawab permasalahan tentang bagaimana fungsi dan peran warna lokal di dalamnya serta relevansinya dengan penguatan identitas masyarakat Bugis-Makassar. Data yang digunakan adalah teks cerpen PP karya Khrisna Pabichara yang bersumber dari antologi cerpen Kolecer dan Hari Raya Hantu. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pembacaan secara cermat dan pencatatan bagian-bagian yang menunjukkan warna lokal. Data dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan berlandaskan pada teori sosiologi sastra. Hasil analisis menunjukkan bahwa cerpen PP hadir dalam balutan warna lokal yang sangat kental. Cerpen ini merupakan internalisasi tradisi dan mitos dalam budaya masyarakat BugisMakassar. Parakang sebagai produk budaya masa lampa, di satu sisi dipandang sebagai mitos belaka, tetapi di sisi lain masih tetap mengemuka pada era modernitas saat ini dan dipercaya oleh masyarakat pendukungnya.
NELAYAN DI LAUTAN UTARA: SEBUAH KAJIAN EKOKRITIK NFN Uniawati
Kandai Vol 10, No 2 (2014): KANDAI
Publisher : Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1094.307 KB) | DOI: 10.26499/jk.v10i2.328

Abstract

Kajian terhadap novel Nelayan di Lautan Utara (NDLU) karya Pierre Lotti, terjemahan Sutan Takdir Alisyahbana, bertujuan untuk menjawab permasalahan tentang bagaimana kontribusi sastra terhadap pelestarian dan keseimbangan lingkungan sekaligus menggambarkan hubungannya dengan manusia sehingga pembaca dapat lebih memahami lingkungan yang menjadi tempat tinggalnya sekarang. Dari novel tersebut diperoleh data yang berhubungan dengan masalah lingkungan dan hubungannya dengan manusia yang menjadi fokus kajian ini. Data diperoleh melalui teknik pembacaan intensif dan pencatatan. Selanjutnya, data dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif berdasarkan kerangka teori ekokritik. Ekokritik secara ringkas didefinisikan sebagai kajian terhadap sastra yang berwawasan lingkungan. Hasil analisis menunjukkan perlunya kesadaran manusia untuk peduli dan cinta pada lingkungan tempatnya menyandarkan hidup. Manusia dan lingkungan memiliki hubungan simbiosis yang saling ketergantungan. Hubungan keduanya menciptakan suatu gambaran romantisme yang bahkan pada sesama manusia tidak dapat dipersamakan.
SIMBOL KHUSUS DALAM ELONG UGI KLASIK NFN Uniawati
Kandai Vol 9, No 1 (2013): KANDAI
Publisher : Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.474 KB) | DOI: 10.26499/jk.v9i1.284

Abstract

Elong ugi  klasik merupakan salah satu jenis karya sastra lisan Bugis yang dipakai sebagai media untuk mengungkapkan ekspresi jiwa penuturnya. Elong tersebut berisi ungkapan-ungkapan pendek yang memuat nilai dan falsafah hidup orang Bugis. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap makna simbol khusus (private simbol) yang terkandung dalam elong ugi  klasik. Data yang dianalisis berupa data lisan, yaitu elong ugi  klasik sebanyak 10 buah yang diperoleh secara acak dari informan lapangan melalui pengamatan singkat penulis. Metode yang digunakan dalam melakukan analisis adalah metode semiotik dengan penerapan teori yang diajukan oleh Charles Sanders Pierce. Hasil analisis menunjukkan bahwa makna yang terkandung dalam simbol khusus (private symbol) mengimplikasikan tentang kesetiaan, romantisme, keberanian, takdir Tuhan, perpisahan, siri’, perjodohan, kegigihan menuntut ilmu, dan perlunya menjaga lidah. Makna tersebut merefleksikan kondisi sosial budaya orang Bugis sebagai penuturnya. Elong ugi  yang dipahami orang Bugis tidak sekadar nyanyian penghibur saja, tetapi sekaligus sebagai pengingat untuk menegakkan pranata-pranata dan nilai-nilai yang berlaku dan masih diutamakan dalam kelompok masyarakatnya.
“BUE-BUE” DALAM PANDANGAN RICOEUR: MENINJAU KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT BAJO NFN Uniawati
SAWERIGADING Vol 16, No 2 (2010): SAWERIGADING, Edisi Agustus 2010
Publisher : Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (63.402 KB) | DOI: 10.26499/sawer.v16i2.297

Abstract

Bue-Bue is one of traditional songs which used as lullaby song. The most important thing from this song is meaning implied actually many  reflect social and cultural condition of Bajo as coastal society. This writing aims to describe  meaning implied in  that song. Therefore, analysis done focuses on  descriptive kualitative by applying hermeneutic theory of Ricouer. This analysis then uncovers unity of context relating to social condition of Bajo tribe. Religious advice and message that dominate the content is more oriented to life in the sea and able to be guidance for living in society. Abstrak Bue-bue merupakan salah satu nyanyian tradisional masyarakat Bajo yang digunakan sebagai nyanyian pengantar tidur anak. Hal yang terpenting dari nyanyian ini adalah kandungan makna yang terkandung di dalamnya ternyata memungkinkan untuk menemukan sebuah fakta yang dapat merefleksikan tentang kondisi sosial budaya masyarakat Bajo sebagai masyarakat pelaut. Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna yang terkandung dalam nyanyian tersebut. Untuk itu, analisis yang dilakukan berpijak pada metode deskriptif kualitatif dengan memanfaatkan paradigma Hermeneutik Ricoeur. Analisis ini kemudian melahirkan satu kebulatan konteks mengenai kondisi kemasyarakatan suku Bajo. Petuah-petuah dan amanah yang mendominasi isi dari bue-bue lebih berorientasi pada kehidupan di laut dan  dapat dijadikan sikap keteladanan hidup bermasyarakat.
TRANSFORMASI SOSIAL DRAMA BAWANG PUTIH, BAWANG MERAH + BAWANG BOMBAI NFN Uniawati
SAWERIGADING Vol 19, No 2 (2013): SAWERIGADING, Edisi Agustus 2013
Publisher : Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1459.051 KB) | DOI: 10.26499/sawer.v19i2.442

Abstract

The paper aims at elaborating transformation of Bawang Merah, Bawang Putih+Bawang Bombai social drama (BPBMBB). The analyzed data is the text ofBPBMBB drama using critical-social method. Technique of collecting data is done by reading the manuscript ofBPBMBB drama carefully and writes down the events showing social transformation. The result of analysis shows that BPBMBB carries out the change of moral values from its original one. Formerly, badtraits thatare always assumedendingwithsufferingtransform inBawangMerah, BawangPutih, + Bawang Bombai drama. Other transformationfound is the adaptation towards localization and social development today. Initially, Bawang Putih and BawangMerah was owned by West Java society, then, it was adapted to drama with Kendari social context using dialogue of Kendari dialect, the tale becomes also owned by Kendari soci Abstrak Tulisan ini merupakan upaya mengkaji transformasi sosial drama Bawang Merah, Bawang Putih + Bawang Bombai (BPBMBB). Data yang dianalisis adalah teks drama BPBMBB dengan metode sosialkritis. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui pembacaan secara cermat teks drama BPBMBB dan mencatat peristiwa-peristiwa yang menunjukkan transformasi sosial. Hasil analisis memperlihatkan bahwa drama BPBMBB membawa perubahan nilai moral dari dongeng aslinya. Tabiat buruk yang harus selalu berakhir dengan kesengsaraan seperti yang diasumsikan pada dongeng Bawang Putih dan Bawang Merah mengalami perubahan pada drama Bawang Merah, Bawang Putih + Bawang Bombai. Perubahan (transformasi) lain yang ditemukan adalah penyesuaian terhadap kelokalan dan perkembangan masyarakat sekarang. Dongeng Bawang Putih dan Bawang Merah yang tadinya milik masyarakat Jawa Barat, setelah diadaptasi menjadi cerita drama dengan konteks sosial masyarakat Kendari melalui dialog-dialognya yang kental dengan dialek Kendari, dongeng tersebut seperti menjadi milik masyarakat Kendari juga.