Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search
Journal : Kodifikasia: Jurnal Penelitian Islam

KONTROVERSI KEPEMIMPINAN POLITIK PEREMPUAN PERIODE PERTENGAHAN: Kasus Pemerintahan Syajarat al-Durr Masa Dinasti Mamlûk Rofiq, Ahmad Choirul
Kodifikasia Vol 6, No 1 (2012)
Publisher : Kodifikasia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Historical review shows us that Syajarat al-Durr was a phenomenal figurein the Mamluk dynasty. She was a slave who become a leader. Howeverher political leadership arose a clash and strife among the Muslims. Thosewho agreed to accept her government thought that Syajarat al-Durr wasthe proper one who could prove her ability to manage the government,but those who refused her believed that the community that is governedby a woman will be unsuccessful forever because the messenger (pbuh)has said that in his saying. There were two political policies performed bySyajarat al-Durr, i.e. expelling the crusaders from Egypt and strengtheningthe public support to the government of Syajarat al-Durr.
KEBIJAKAN PEMERINTAH TERKAIT HAK SIPIL PENGHAYAT KEPERCAYAAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERKEMBANGAN PENGHAYAT KEPERCAYAAN DI PONOROGO Rofiq, Ahmad Choirul
Kodifikasia Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Kodifikasia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak:Penelitian kualitatif ini menggunakan data dokumen (literatur) dan wawan­cara yang berkenaan dengan kebijakan pemerintah, Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (terutama HPK Ponorogo), dan gambaran umum tentang Ponorogo yang menjadi lokasi penelitian. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa mempunyai beberapa karakteristik, yakni berupaya melakukan pendekatan kepada Tuhan, bersifat akomodatif terhadap anasir dari kebudayaan spiritual lain, dan mengutamakan prinsip kerukunan. Eksistensinya di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peranan Mr. Wongsonegoro yang mengusulkan pencantuman kepercayaan dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 pada tahun 1945. Secara umum, kebijakan pemerintah menekankan legalitas formal eksistensi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Indonesia. Di antara kebijakan pemerintah era reformasi. Di antaranya ialah UU no: 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU no: 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, UU no: 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Peraturan Pemerintah no: 37 tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU no: 23 tahun 2006, Peraturan Presiden no: 25 tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, serta Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan Pariwisata no: 43/4 1 tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kebijakan yang memberi­kan perlindungan hukum kepada para penghayat Kepercayaan itu berdam­pak signifikan dalam perkembangan HPK di Ponorogo. Hal itu terlihat dari pertambahan jumlah warga penghayat kepercayaan dalam HPK Ponorogo sejak pembentukannya tanggal 1 Oktober 2008 sampai sekarang. Selain itu, jumlah penghayat Kepercayaan yang tidak mengisi kolom agama di dokumen kependudukan juga semakin bertambah.Kata Kunci: kebijakan, Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, HPK Ponorogo
KONTROVERSI KEPEMIMPINAN POLITIK PEREMPUAN PERIODE PERTENGAHAN: Kasus Pemerintahan Syajarat al-Durr Masa Dinasti Mamlûk Rofiq, Ahmad Choirul
Kodifikasia Vol 6, No 1 (2012)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.67 KB) | DOI: 10.21154/kodifikasia.v6i1.763

Abstract

Kehidupan Syajarat al-Durr menunjukkan bahwa perempuan mampu menjadi  pemimpin  politik  sebagaimana  laki-laki.  Masyarakat  yang mendukung pengangkatan Syajarat al-Durr me lihat bahwa Syajarat alDurr sebagai sosok yang memiliki kualitas dan kapabilitas untuk menjadi pemimpin.  Adapun  masyarakat  yang  menolak  kepemimpinannya meyakini bahwa perempuan sama sekali tidak berhak menjadi pemimpin masyarakat  karena  ke pemimpinan nya  tidak  akan  dapat  sukses. Pemerintahan Syajarat al-Durr memberlakukan kebijakan utama untuk mengusir  pasukan  Salib  dari  kawasan  Mesir  sebab  saat  itu  peristiwa perang  Salib  VII  masih  berlangsung.  Nilai-nilai  Islam  (ideologi)  jelas sekali  merupakan  pendorong  yang  amat  kuat  bagi  umat  Islam  untuk meng halau pasukan Salib. Perang melawan pasukan Salib adalah jihâd fî sabîl Allâh (jihad di jalan Allah) yang diwajibkan oleh ajaran Islam karena  manfaat  yang  dapat  dipetik  dari  aktivitas  jihad  ber sifat  umum dan dirasakan langsung oleh semua umat Islam. Kebijakan lainnya ialah memperkuat dukungan publik terhadap ke pemimpinan Syajarat al-Durr berupa pencetakan koin mata uang yang mencantumkan nama Syajarat al-Durr,  pembacaan  do?a  dalam  khutbah  Jum?at  untuk  Syajarat  alDurr, pembagian tanah-tanah negara kepada para petinggi Mamlûk dan peringanan beban pajak kepada masyarakat. Tetapi kebijakan tersebut ternyata  tidak  mampu  melunakkan  hati  para  penentangnya,  sehingga akhirnya dia dilengserkan dari kekuasaannya.
KEBIJAKAN PEMERINTAH TERKAIT HAK SIPIL PENGHAYAT KEPERCAYAAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERKEMBANGAN PENGHAYAT KEPERCAYAAN DI PONOROGO Rofiq, Ahmad Choirul
Kodifikasia Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (99.928 KB) | DOI: 10.21154/kodifikasia.v8i1.785

Abstract

Penelitian kualitatif ini menggunakan data dokumen (literatur) dan wawancara yang berkenaan dengan kebijakan pemerintah, Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (terutama HPK Ponorogo), dan gambaran umum tentang Ponorogo yang menjadi lokasi penelitian. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa mempunyai beberapa karakteristik, yakni berupaya melakukan pendekatan kepada Tuhan, bersifat akomodatif terhadap anasir dari kebudayaan spiritual lain, dan mengutamakan prinsip kerukunan. Eksistensinya di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peranan Mr. Wongsonegoro yang mengusulkan pencantuman kepercayaan dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 pada tahun 1945. Secara umum, kebijakan pemerintah menekankan legalitas formal eksistensi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Indonesia. Di antara kebijakan pemerintah era reformasi. Di antaranya ialah UU no: 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU no: 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, UU no: 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Peraturan Pemerintah no: 37 tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU no: 23 tahun 2006, Peraturan Presiden no: 25 tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, serta Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan Pariwisata no: 43/41 tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kebijakan yang memberikan perlindungan hukum kepada para penghayat Kepercayaan itu berdampak signifikan dalam perkembangan HPK di Ponorogo. Hal itu terlihat dari pertambahan jumlah warga penghayat kepercayaan dalam HPK Ponorogo sejak pembentukannya tanggal 1 Oktober 2008 sampai sekarang. Selain itu, jumlah penghayat Kepercayaan yang tidak mengisi kolom agama di dokumen kependudukan juga semakin bertambah.
KONTROVERSI KEPEMIMPINAN POLITIK PEREMPUAN PERIODE PERTENGAHAN: Kasus Pemerintahan Syajarat al-Durr Masa Dinasti Mamlûk Rofiq, Ahmad Choirul
Kodifikasia: Jurnal Penelitian Islam Vol 6, No 1 (2012)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/kodifikasia.v6i1.763

Abstract

Kehidupan Syajarat al-Durr menunjukkan bahwa perempuan mampu menjadi  pemimpin  politik  sebagaimana  laki-laki.  Masyarakat  yang mendukung pengangkatan Syajarat al-Durr me lihat bahwa Syajarat alDurr sebagai sosok yang memiliki kualitas dan kapabilitas untuk menjadi pemimpin.  Adapun  masyarakat  yang  menolak  kepemimpinannya meyakini bahwa perempuan sama sekali tidak berhak menjadi pemimpin masyarakat  karena  ke pemimpinan nya  tidak  akan  dapat  sukses. Pemerintahan Syajarat al-Durr memberlakukan kebijakan utama untuk mengusir  pasukan  Salib  dari  kawasan  Mesir  sebab  saat  itu  peristiwa perang  Salib  VII  masih  berlangsung.  Nilai-nilai  Islam  (ideologi)  jelas sekali  merupakan  pendorong  yang  amat  kuat  bagi  umat  Islam  untuk meng halau pasukan Salib. Perang melawan pasukan Salib adalah jihâd fî sabîl Allâh (jihad di jalan Allah) yang diwajibkan oleh ajaran Islam karena  manfaat  yang  dapat  dipetik  dari  aktivitas  jihad  ber sifat  umum dan dirasakan langsung oleh semua umat Islam. Kebijakan lainnya ialah memperkuat dukungan publik terhadap ke pemimpinan Syajarat al-Durr berupa pencetakan koin mata uang yang mencantumkan nama Syajarat al-Durr,  pembacaan  do’a  dalam  khutbah  Jum’at  untuk  Syajarat  alDurr, pembagian tanah-tanah negara kepada para petinggi Mamlûk dan peringanan beban pajak kepada masyarakat. Tetapi kebijakan tersebut ternyata  tidak  mampu  melunakkan  hati  para  penentangnya,  sehingga akhirnya dia dilengserkan dari kekuasaannya.