Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Indonesia Dalam Bingkai Joshua Oppenheimer: Dekonstruksi Wacana Dominan Terhadap PKI pada Sequence Reka Adegan di Film Jagal dan Senyap Satrio Pamungkas
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 11 No. 2 (2020): Sinema, Ideologi, dan Kritik Sosial
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Konstruksi negatif wacana dominan terhadap komunis dan PKI sangat berlebihan di Indonesia. Ironisnya, konstruksi negatif itu bukan karena cara memandang secara objektif terhadap suatu paham ideologi, melainkan pengaruh kuasa Orde Baru pada rezimnya yang memanfaatkan kuasanya mengkonstruksi PKI dan partai yang berbau komunis lain untuk menjatuhkan lawan politiknya kala itu Soekarno. Soekarno saat itu memang didukung besar-besaran oleh partai PKI dan partai komunis lain dalam pemerintahannya. Film di Indonesia hadir pertama kali dalam bentuk dokumenter yang dilakukan oleh pihak asing. Sampai saat ini banyak pihak asing, yang membingkai Indonesia dengan film dokumenternya termasuk Joshua Oppenheimer dengan film Jagal dan Senyap. Kedua film itu berani mendekonstruksi wacana dominan terhadap PKI. Dengan analisis artikulasi dan melihat dekonstruksi teks pada film ini, Oppenheimer mendekonstruksi wacana dominan terhadap PKI dengan menggunakan sequence reka adegan yang begitu berani, dengan merepresentasikan sebuah kesadisan dari algojo yang terlibat terhadap pembantaian PKI.
Resistensi Orde Baru: Foto Soeharto Tersenyum dan Teks “Pie Kabare? Enak Jamanku To?” Satrio Pamungkas
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 10 No. 1 (2018): Teknologi dan Storytelling dalam Medium Audio-Visual
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

It is not about right and wrong, or about who is the powerful and who is not, but it is about a series of social problems that are stitched together to construnct a culture. Culture has its varieties, and that is exactly the essence of it; it can be broken, but then mended; extinct, but also nurtured; diminished, but also constructed; empty, but also filling; nothing, but also exists. Seeing the social condition of Indonesia, that is having difficulty letting go from stories of the New Order, which is not in subordinate position, there seems to be movements of resistence, as if trying to reconnect the once broken threads in Indonesia’s politics. The smile fo Soeharto and the text “Pie Kabare?” Enak Jamanku To?” exists and fills up the spaces of social anxieties, trying to mingle and greet back, as if what was once thrown away is actually the best condition.
Persona Jordan Belfort: Leonardo DiCaprio dalam Film The Wolf of Wall Street Satrio Pamungkas
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 10 No. 2 (2018): Karakter dan Konsep-Konsep Psikoanalisis dalam Film
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Representation is redepicting something, but the same meaning is not repeated in the articulated text. Psychoanalysis can be used to observe film text. The archetype of persona, as a critical concept in psychoanalysis, can build good impression or bad impression, depending on the social construct represented in the film text. Moreover, it can help individuals to perceive other individuals using signs and codes. The meanings behind these codes and signs can be deconstructed intertextually, so that it reveals more than one conditions that produce meanings in a concrete way with critical and theoretical framework. Through the observation on a character’s persona that is personified by an actor, new meanings can be produced by filling or replacing the meanings that are originally contained in the character.
Televisi di Indonesia dan Mitos Rating-Share Satrio Pamungkas
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 9 No. 1 (2017): Mitos dalam Film dan Televisi
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Televisi merupakan kebudayaan populer yang merepresentasikan teks, yang di dalamnya banyak makna baru yang berjuang mengisi dan juga hilang dari makna yang sebelumnya. Sebagai bentuk budaya populer, televisi sangat berpengaruh terhadap setiap makna yang disampaikan (encode) dan juga harus mengevaluasi bagaimana makna itu bisa diterima (decode) oleh penontonnya. Sebagian besar yang terjadi, televisi sangat terpengaruh oleh hasil riset kuantitatif yang didapat. Hasil riset itu (rating-share) begitu kuat dalam mengkonstruksi produksi tayangan yang ada pada setiap televisi. Persoalannya adalah data hasil riset tersebut. Data itu menjadi pertanyaan besar, bersumber dari mana, dan teknis pengumpulannya seperti apa. Namun data tersebut begitu dipercaya, layaknya berhala yang memiliki kekuatan yang mempengaruhi segala macam proses produksi tayangan. Rating-share menjadi mitos yang sudah melekat di benak televisi yang ada di Indonesia.
Di Balik Retorika Sang Raja Ke Sebelas Britania Raya: Dari Representasi Dan Teks Film The King's Speech Satrio Pamungkas
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol 4 No 4 (2018): Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 4 No. 4
Publisher : Riset, inovasi dan PKM - Institut Kesenian Jakarta, DKI Jakarta.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (865.032 KB) | DOI: 10.52969/jsnc.v4i4.65

Abstract

Representasi kuasa menggerakan kode dan maknanya melalui retorika, dengan begitu terjadi proses konstruksi yang bisa menjadi wacana dominan. Film sebagai teks audio dan visual, memiliki kemampuan merepresentasikan segala macam makna yang secara teks dan intertekstualitas, mungkin saja pada kenyataannya makna itu tidak banyak yang tahu. Teks dan intertekstulitas dapat juga direpresentasikan bersamaan dalam film, sehingga makna dari naratif bisa direnungi dengan jelas dan dapat membuka wacana berfikir baru dari makna yang didapat. Retorika akan semakin kuat jika saja kuasa mendukung atau berjalan bersamaan dalam setiap representasinya, Karena kuasa yang memenangi kesadaran seluruh lapisan termasuk yang subordinat. Penguasa dan rakyat sebagai pemberi dan penerima makna, harus sadar betul retorika yang diberikan dan diterima dari siapa dan oleh siapa, dengan melihat teks dan interteksnya yang berpidato dan juga yang menerima makna pidato itu.
Kritik Struktur Budaya Patriarki dari Point Of View Feminis Ratna Indraswari Ibrahim dalam Tokoh Drupadi di Cerpen Baju Satrio Pamungkas
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol 5 No 2 (2019): Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 5 No. 2
Publisher : Riset, inovasi dan PKM - Institut Kesenian Jakarta, DKI Jakarta.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (320.872 KB) | DOI: 10.52969/jsnc.v5i2.81

Abstract

Menyoroti sebuah struktur budaya memang perlu memahami bagaimana pola kerja teori strutralis dan post-strukturalis. Jika kita melihat sistem patriarki, di dalam budaya Jawa saat ini masih sangat kental. Pada Praktiknya, budaya patriarki memiliki struktur Bahasa yang jelas terepresentasikan dalam kehidupan yang terjadi. Namun, dalam sebuah karya sastra contohnya cerpen Baju ini, struktur itu mengalami sebuah arena pertarungan makna baru. Dekonstruksi makna tentang bagaimana gender diperlakukan, dalam cerpen Baju ini sebagai bentuk alih wahana baru dari sebuah cerita tradisi lisan yang sudah terkonstruksi tentang budaya patriarki memaknai Drupadi. Drupadi dalam cerpen ini dipinjam untuk menyampaikan kritik terhadap wacana dominan tentang poisisi laki-laki dalam budaya patriarki.