Mudzakkir .
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENGATURAN HUKUM PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HUKUM PIDANA UMUM DAN KHUSUS CRIMINAL JUSTICE REGULATION IN THE TAXATION FIELD CRIMINAL AND ITS RELATION TO GENERAL AND SPECIAL CRIMINAL LAW Mudzakkir .
Jurnal Legislasi Indonesia Vol 8, No 1 (2011): Jurnal Legislasi Indonesia - Maret 2011
Publisher : Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undang, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.327 KB) | DOI: 10.54629/jli.v8i1.346

Abstract

Income funds contribution that coming from taxpayers is a significant input of opinionand have a broad significance for the development of the Unitary Republic of Indonesia.One must be concern is the effort to increase awareness of taxpayers to pay taxesand also as the essence of the regulation and the imposition of criminal sanctions inthe field of taxation. The criminal action in the field of taxation is included criminallaw in the field of administration (administrative criminal law or crimes dependent)known simple and flexible in enforcing of the law, as long as the objective of law isreached, the taxpayer would pay tax in accordance with its obligations. The use ofcriminal common law or penal code/law dealing specifically with criminal acts in thefield of taxation is inappropriate and can caused problems in law and justice. Therefore,public crime or specific crime related to the occurrence of a tax crime is a stand-alonewith all the consequences of enforcement. Related to the implementation of corruptionin the criminal acts in the field of taxation, could be run by two models, which eachstand alone and not related to each other, as stipulated in Article 43 A paragraph (3)or tax laws contain provisions referred to in Article 14 Act Number 31 Year 1999 asamended by Act Number 20 Year 2001 on Eradication of Corruption.
PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI: TINDAK PIDANA BIASA PENANGANANNYA LUAR BIASA (CORRUPTION COURT: COMMON CRIME WITH EXTRAORDINARY REDUCTION) Mudzakkir .
Jurnal Legislasi Indonesia Vol 8, No 2 (2011): Jurnal Legislasi Indonesia - Juni 2011
Publisher : Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undang, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (166.95 KB) | DOI: 10.54629/jli.v8i2.360

Abstract

Kebijakan legislasi dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi telahdilakukan sebagai bagian dari reformasi yang hendak memberantas korupsi,kolusi dan nepotisme (KKN), namun demikian, pilihan kebijakan legislasi yangditempuh dilihat secara yuridis formal telah menunjukkan sikap ‘greget’ antikorupsi, tetapi secara yuridis materiil justru sebaliknya memuat ketentuanyang dapat memperlemah upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.Perlemahan tersebut dapat dilihat dari serangkaian kebijakan legislasi yangkemudian berujung pada terbitnya Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009tentang Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, pengganti Pengadilan TindakPidana Korupsi sebelumnya, merupakan tindak lanjut dari Putusan MahkamahKonstitusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 tanggal 19 Desember 2006, telahmembawa perubahan terhadap beberapa hal terhadap tindak pidana korupsidan pengadilan tindak pidana korupsi, yaitu tindak pidana korupsi sebagaitindak pidana biasa (umum) dan, oleh sebab itu, penanganan tindak pidanakorupsi dilakukan melalui prosedur biasa/normal. Tidak lagi ada PengadilanTipikor yang khusus memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidanakorupsi yang penuntutannya diajukan oleh KPK. Berdasarkan asas kompetensirelatif pengadilan, KPK sekarang mengajukan perkara tindak pidana korupsike pengadilan di tempat mana tindak pidana terjadi (locus delicti). Penanganantindak pidana biasa melalui prosedur luar biasa dan diadili melalui pengadilanyang khusus berpotensi melanggar hak-hak hukum tersangka. Politik hukumpidana dan politik pemidanaan tindak pidana korupsi perlu ditinjau kembaliagar dibedakan kebijakan pemberantasan tindak pidana korupsi (eksekutif) danpenegakan hukum terhadap tindak pidana (yudikatif), karena keduanya beradadalam wilayah pengaturan yang berbeda. Komisi Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi (KPK) sebaiknya hanya diberi wewenang untuk melakukan penyelidikan,penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang termasuk luar biasa saja,diajukan ke pengadilan yang dibentuk secara khusus untuk memeriksa, mengadilidan memutus perkara tindak pidana korupsi yang luar biasa dengan tetap harusmenghormati hak-hak hukum tersangka, karena hal ini menjadi kewajibankonstitusional bagi aparat penegak hukum manapun pada semua tingkatan.