Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

K.H. SANGIDU, PENGHULU PENEMU NAMA MUHAMMADIYAH Fandy Aprianto Rohman
Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 20 No. 2 (2019): Agustus
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52829/pw.294

Abstract

Muhammadiyah mulai berkembang dengan pesat ketika salah seorang pendukungnya, yaitu K.H. Sangidu diangkat menjadi penghulu ke-13 di Kasultanan Yogyakarta dan mendapatkan gelar K.R.P.H. Muhammad Kamaluddiningrat. Hal ini tidak terlepas dari kesamaan paham antara K.R.P.H. Muhammad Kamaluddiningrat dengan K.H. Ahmad Dahlan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengembangan Muhammadiyah yang dilakukan oleh K.H. Sangidu atau K.R.P.H. Muhammad Kamaluddiningrat, hingga pengaruh yang ditimbulkan dari gagasan pembaruannya terhadap kehidupan masyarakat di Yogyakarta. Berdasarkan kajian yang dilakukan, pandangan Islam berkemajuan yang diperkenalkan oleh K.H. Sangidu telah melahirkan ideologi kemajuan yang dikenal luas sebagai reformisme Islam. Gagasan pembaruannya juga merupakan suatu upaya dalam meluruskan, sekaligus menampik penilaian-penilaian kurang tepat terhadap Muhammadiyah.
TAYUBAN DALAM TRADISI SAPARAN DI KELURAHAN TEGALREJO, KECAMATAN ARGOMULYO, KOTA SALATIGA Fandy Aprianto Rohman
Jantra. Vol 14 No 2 (2019): Seni Pertunjukan
Publisher : Balai Pelestarian Nilai budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.693 KB) | DOI: 10.52829/jantra.v14i2.93

Abstract

Tegalrejo is the only sub-district in Salatiga that still preserves the tayuban, a traditional dance where men dance directly with women. The dance is performed each year as the climax in the village cleansing ceremony of the Saparan festival. The tayuban, which is an important function in the ceremony, has been passed down from generation to generation is well maintained by the people of Tegalrejo sub-district. The tayuban also functions as an entertainment for the local people. This qualitative research aims to describe the tayuban and its elements. The data were collected from interviews, observation, and available documents. The research has found that the elements of the tayuban include ledhek (female dancers), pengrawit (gamelan musicians), penjanggrung (men who dance together with ledheks), and offerings.
Wanita Jawa sebagai Penjaga Tradisi, Pembimbing Anak, Penjunjung Agama, dan Penggemar Sastra Fandy Aprianto Rohman
Jantra. Vol 15 No 2 (2020): Desember
Publisher : Balai Pelestarian Nilai budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52829/jantra.v15i2.137

Abstract

Wanita Jawa pernah mengambil peran cukup signifikan dalam urusan politik dan masyarakat. Salah satu peran utama putri raja dan bangsawan keraton adalah sebagai pemelihara dinasti atau wangsa serta pewaris tradisi Jawa. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan tentang sejarah wanita dan peran mereka dalam kehidupan sehari-hari di keraton Jawa Tengah bagian selatan pada abad ke-18 hingga awal abad ke-19. Secara metodologis, penelitian ini dilakukan melalui empat tahapan, yaitu heuristik, kritik internal dan eksternal, interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan kajian yang diperoleh dapat diketahui bahwa para wanita yang lahir dari kerajaan di Jawa Tengah bagian selatan setidaknya hingga akhir Perang Jawa memiliki kesempatan untuk mengambil inisiatif pribadi. Jejak mereka kemudian terasa di bidang yang kemudian dianggap sebagai urusan laki-laki, yaitu dunia politik dan kebudayaan.