Reagan Septory
Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

ORGANIC ENRICHMENT OF SEDIMENTS: A CASE STUDY AT MARICULTURE SITE, PEGAMETAN BAY BALI, INDONESIA Afifah Nasukha; Reagan Septory; Gigih Setia Wibawa; Karl-Heinz Runte
Indonesian Aquaculture Journal Vol 14, No 2 (2019): (December, 2019)
Publisher : Center for Fisheries Research, Agency for Marine and Fisheries Research and Human Resource

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.551 KB) | DOI: 10.15578/iaj.14.2.2019.55-62

Abstract

Mariculture industry has been developed progressively in Indonesia, where its impact on the surrounding aquatic environment is inevitable. The particulate wastes produced such as excess food and feces will be discharged from a marine farm and dispersed into the surrounding areas. This process could lead to organic enrichment of the receiving seabed sediment and gradually degrade water quality and disturb local benthic community as well as the aquatic ecosystem of the area. This study focused on determining the level of organic enrichment of sediment underneath four currently-active farms in Pegametan Bay, North Bali, Indonesia. The results showed that high accumulation of organic matters was evident in all sampling farms indicated by a significantly high particulate organic matter (POM) between 75.20 ± 2.57 and 92.97 ± 0.59%, and low redox values between -217.41 ± 2.74 and -343.57 ± 1.48 mV. A visual-based assessment also determined that the sediment had a silt and muddy texture with deep grey to black colorization with noticeable strong H2S odor. In this case, further investigations and monitoring efforts are needed in the near future to ensure the best management programs for sustainable farming and ecosystem both fish farmers and environmental regulators such as local government.
SEBARAN VERTIKAL TOTAL NITROGEN, TOTAL FOSFAT, DAN AMONIA PADA PERAIRAN PESISIR YANG BERDEKATAN DENGAN KAWASAN BUDIDAYA LAUT DI BALI UTARA Reagan Septory; Afifah Nasukha; Sudewi Sudewi; Ananto Setiadi; Ketut Mahardika
Jurnal Riset Akuakultur Vol 16, No 2 (2021): (Juni, 2021)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (97.38 KB) | DOI: 10.15578/jra.16.2.2021.125-134

Abstract

Buangan limbah organik dari kegiatan budidaya ikan berdampak pada naiknya konsentrasi senyawa nitrogen di perairan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sebaran vertikal konsentrasi total nitrogen (TN), total fosfat (TP), dan amonia pada perairan pesisir yang berdekatan dengan kawasan budidaya ikan laut di Bali Utara. Titik sampling dipilih pada kedalaman 5, 10, 15, 20, dan 30 meter dengan arah tegak lurus garis pantai di kawasan perbenihan ikan dengan tingkat aktivitas tinggi (Desa Gerokgak dan Desa Penyabangan) dan tiga titik sampling di sekitar karamba jaring apung (KJA) di Teluk Kaping, Desa Sumberkima. Sampel air diambil pada bagian permukaan, tengah, dan dasar pada tiap titik sampling. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2019 dengan dua periode waktu yaitu bulan April sampai Juni dan Agustus sampai Oktober dengan satu kali pengambilan contoh air setiap bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran konsentrasi TN, TP, dan amonia secara vertikal cenderung homogen pada tiap titik pengamatan. Konsentrasi TN, TP, dan amonia selama penelitian berturut-turut adalah 1,2-1,5 mg/L; 0,081-0,090 mg/L; dan 0,054-0,057 mg/L. Nilai tersebut berada di bawah baku mutu air untuk kebutuhan budidaya ikan. Sebaran konsentrasi senyawa nitrogen dan fosfat secara vertikal di lokasi penelitian relatif homogen pada semua lapisan kedalaman air yang diamati. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa proses percampuran masa air terjadi secara merata di kawasan tersebut. Kualitas perairan di lokasi penelitian masih sesuai dengan nilai baku mutu untuk kegiatan budidaya laut.Direct discharge of organic waste from aquaculture platforms is likely to increase nitrogen concentration in the surrounding waters. The study aimed to investigate the vertical distribution of total nitrogen (TN), total phosphorus (TP), and ammonia concentration in the coastal waters adjacent to the three densest mariculture sites in North Bali (Gerokgak, Penyabangan, and Kaping Bay). Field surveys were conducted six times within two periods namely April to June and August to October 2019. Samples of different water columns (surface, middle, and bottom) were collected using a Nansen water sampler in each sampling point. The samples were immediately analyzed at the Research Institute for Mariculture and Fishery Extension, Gondol. Total nitrogen, total phosphate, and ammonia were analysed using sulfuric acid destruction and distillation, nitrate-acid destruction, and phenol-spectrophotometer, respectively. The result showed that TN, TP, and ammonia levels were 1.2-1.5 mg/L, 0.081-0.090 mg/L, and 0.054-0.057 mg/L, respectively. The vertical distribution of nitrogen and phosphorus compounds at all layers of water column were relatively homogenous indicating a strong mixing between the seawater layers. Thus, the study concludes that the variations of all water quality parameters are within the water quality standard needed for mariculture activities.
POLA FLUKTUASI POPULASI BAKTERI DI PERAIRAN PANTAI DAN TELUK PADA SENTRA BUDIDAYA IKAN LAUT DI BALI UTARA Ketut Mahardika; Indah Mastuti; Reagan Septory; Des Roza; Zafran Zafran; Afifah Nasukha
Jurnal Riset Akuakultur Vol 16, No 1 (2021): (Maret, 2021)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (97.38 KB) | DOI: 10.15578/jra.16.1.2021.49-59

Abstract

Bakteri merupakan mikroorganisme yang secara alami berada dalam ekosistem perairan laut dan beberapa spesiesnya bersifat patogen. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pola fluktuasi populasi bakteri secara umum dan Vibrio spp. secara khusus di perairan pantai dan teluk sebagai dampak dari aktivitas baik panti pembenihan, tambak udang, maupun karamba jaring apung (KJA) di pesisir Bali Utara. Sampel air diperoleh dari tiga lokasi sentra budidaya laut dan satu lokasi ekowisata yang berada di Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng. Sampel air diambil dari tiga titik sampling di perairan dengan jarak 50 m, 100 m, dan 300 m dari garis pantai di Desa Gerokgak dan Desa Penyabangan. Sampling air dilakukan pada tiga titik sampling di sekitar KJA di Teluk Kaping, Desa Sumberkima, dan satu titik sampling di perairan dengan jarak 100 m dari garis pantai di Desa Pemuteran. Sampling air dilakukan sekali dalam sebulan dari bulan Februari hingga November 2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total bakteri dan Vibrio spp. di empat lokasi perairan di Kecamatan Gerokgak, Bali menunjukkan populasi tinggi pada bulan Maret hingga Mei dan menurun pada bulan berikutnya. Dan meningkat kembali pada bulan Oktober hingga November. Total bakteri dan Vibrio spp. tertinggi terjadi di perairan pantai Desa Gerokgak hingga 9.067 ± 7.481 CFU/mL dan 1.147 ± 689 CFU/mL dibandingkan dengan dua lokasi sentra budidaya lainnya (Desa Penyabangan dan Teluk Kaping). Total bakteri dan Vibrio spp. teramati pula di perairan Desa Pemuteran hingga 500 ± 52 CFU/mL dan 65 ± 7 CFU/mL yang kemungkinan merupakan dampak dari aktivitas budidaya ikan. Pola fluktuasi populasi bakteri di perairan pantai Kecamatan Gerokgak, Bali dipengaruhi oleh musim dan kegiatan budidaya perikanan. Tingginya populasi bakteri Vibrio spp. pada perairan pantai dapat memengaruhi kesehatan ikan budidaya.Bacteria are a group of microorganisms naturally present in aquatic ecosystems. Some of the bacteria are pathogenic to other organisms and cause severe diseases. This study aimed to determine the fluctuation patterns of bacterial populations, with specific interest to Vibrio spp. in coastal and bay areas of North Bali which constantly receive effluents from nearby mariculture activities. Water samples were collected from three locations in a clustered marine fish farming area and one location in an ecotourism area as a control. Water samples were taken from three sampling points in the coastal area of Gerokgak and Penyabangan villages at a distance of 50 m, 100 m, and 300 m from the coastline. Water samples were also collected at three sampling points around floating net cages (KJA) in Kaping Bay, Sumberkima Village, and one sampling point in Pemuteran Village located 100 m from the coastline. Water sampling was carried out each month from February to November 2018. Results of the study showed that total bacteria and Vibrio spp. were notably higher between March-May and October-November. The total bacteria and vibrio reached the peak number at 9,067 ± 7,481 CFU/mL and 1,147 ± 689 CFU/mL, respectively, which occurred in the coastal waters of Gerokgak Village. The total bacteria and Vibrio spp. of up to 500 ± 52 CFU/mL and 65 ± 7 CFU/mL, respectively, were also observed in the waters of Pemuteran Village which are likely to be the effects of aquaculture activities in these of three locations. This study concludes that the fluctuation pattern of bacterial population in the coastal waters of Gerokgak District, Bali is primarily influenced by the season and activities of the fish farming. The high population of Vibrio spp. in the coastal waters could lead to a fish disease oubreak related to the pathogenic bacterium.
PENDEDERAN ABALON, Haliotis squamata KEPADATAN TINGGI DENGAN SISTEM TANGKI AIR MENGALIR Tangki air Mengalir Gusti Ngurah Permana; Ibnu Rusdi; Reagan Septory; Hendra Agung Kurniawan
Media Akuakultur Vol 16, No 2 (2021): (Desember, 2021)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (378.23 KB) | DOI: 10.15578/ma.16.2.2021.65-72

Abstract

Teknologi budidaya abalon telah tersedia dan dilakukan dengan berbagai metode budidaya pendederan dan pembesaran. Namun, hingga saat ini belum berkembang di masyarakat karena kurangnya minat pengusaha/pembudidaya abalon untuk mengaplikasikan secara komersial. Hal ini disebabkan oleh kualitas dan kuantitas benih belum stabil, pertumbuhan lambat, biaya tinggi, dan memerlukan waktu pemeliharaan lebih lama. Oleh karena itu, perlu diupayakan metode yang lebih sederhana dengan biaya murah untuk pembesaran abalon. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pertumbuhan dan produksi abalon dengan padat tebar berbeda pada sistem-sistem tangki air mengalir. Benih abalon dipelihara di bak beton ukuran 12 m x 0,8 m x 0,8 m; kepadatan 70% dan 80% dari luasan dasar bak. Sementara untuk menghitung kelayakan usaha, rumus yang digunakan adalah revenue cost ratio (R/C). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang, lebar dan bobot cangkang pada densitas 70% lebih baik dibandingkan dengan densitas 80%. Kepadatan 70% menghasilkan 8,98% peningkatan hasil biomassa dan kematian 6,51% lebih tinggi dari kepadatan 80%. Berdasarkan analisis ekonomi, sistem pembibitan ini layak secara ekonomi di mana padat tebar 70% dari total luas dasar memiliki keuntungan finansial terbaik.Breeding technology for abalone is available, and its farming can be done using different nursery and grow-out methods. However, abalone farming has not yet been commercially practiced due to the lack of interest from fish entrepreneurs/fish farmers. This is due to several factors related to the quality and quantity of seeds, such as inconsistent availability, slow growth, high cost, and long culture was period. Therefore, it is necessary to develop a simpler and inexpensive method to culture abalone. This research aimed to improve the rearing technique for abalone. Two concrete tanks of 12 m x 0.8 m x 0.8 m in size were used in which abalone seeds were stocked with stocking densities of 70% and 80% of the bottom area. The concrete tanks were equipped with a flow-through water circulation system. The business feasibility of the culture system was calculated using the revenue cost ratio (R/C) formula. The results showed that the growth in length, shell width and weight at a density of 70% was better than that of the density of 80%. The density of 70% resulted in an 8.98% increase in biomass yield and a 6.51% mortality higher than a density of 80%. Based on the economic analysis, this nursery system is economically feasible where the stocking density of 70% of the total bottom area has the best financial return.