Articles
SEKSISME DALAM SAINS
Salama, Nadiatus
SAWWA Vol 8, No 2 (2013): sawwa
Publisher : SAWWA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Abstrak Seksisme telah terjadi sejak lama yang dilakukan oleh kelompokyang tidak mengakui kesetaraan jender. Meskipun diskriminasi inimerupakan hal yang buruk dan berlawanan dengan hukum, namunperilaku ini masih eksis, dan mendarah daging dalam pemikiran,sikap dan tindakan sebagian masyarakat yang sudah modern ini.Sejumlah sains dan riset turut digunakan untuk membenarkansejumlah keyakinan yang seksisme, padahal, telah terjadi bias danmis-interpretasi dalam riset tersebut. Perempuan dilihat sebagaisuatu sosok yang menjadi masalah oleh sains. Itulah sebabnya, saatini, perempuan bersuara lebih keras dalam memperjuangkan hakhaknyadaripada pada masa sebelumnya, berharap agar segeradihentikan dan tidak berlarut-larut. Melawan seksisme bisa dilakukansecara individu maupun kolektif, dengan cara melaporkandiskriminasi yang terjadi, atau juga memberikan penyuluhan ataupendidikan tentang seksisme agar diskriminasi ini tidak menjadilebih parah lagi. Di sisi lain, negara, sebagai institusi resmi pelindungwarganya, juga wajib menjadi pengayom dan pembelakorban seksisme. Kata Kunci: seksisme, sains, diskriminasi, perempuan,laki-laki
SUARA SUNYI PEKERJA PABRIK PEREMPUAN
Salama, Nadiatus
Sawwa: Jurnal Studi Gender dan Anak Vol 7, No 2 (2012): April 2012
Publisher : Sawwa: Jurnal Studi Gender dan Anak
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (239.14 KB)
|
DOI: 10.21580/sa.v7i2.648
Peran pengembangan wawasan yang terkait dengan masalah pembangunan bangsa merupakan hal yang penting karena peran gender bisa meningkatkan keÂadilan dan persamaan hak. Meski demikian, keÂtidakadilan dalam dunia kerja masih kerap terjadi. Ketidakadilan sistem kerja telah menyebabkan peÂkerja perempuan menjadi miskin, bodoh, dan terÂasing. Selain itu, pekerja perempuan juga masih mendapat perlakuan yang melecehkan, memarjinalÂkan, dan mengsubordinasi. Perempuan perlu diÂberdayaÂÂkan agar mereka bisa menggapai masa depan yang lebih baik. Padahal, masih banyak pekerja perempuan yang belum mengeÂtahui hak-haknya. cenderung pasif, dan pasrah pada keputusan perusahaan yang terkait dengan pengurangan pegawai dan pengurangan jam kerja. Ditambah lagi, mereka masih meÂnyandang predikat sebagai mahluk domestik yang memiliki setumpuk pekerjaan rumah tangga. Mereka bekerja seperti mesin selama 24 jam tanpa sempat meÂmikirkan pengembangan dirinya. Kekhususan kondisi biologis perempuan juga turut berÂperan dalam meningkatkan labor turn over pada pekerja perempuan, sehingga pengusaha lebih memilih pekerja laki-laki karena mereka lebih mengÂuntungkan bagi perÂusahaan, kecuali jika pekerja perempuan tersebut mau diberi upah rendah. Sementara, sebagai pekerja dalam struktur pabrik, mereka bekerja pada unit paling bawah (unit proÂduksi) yang tidak memiliki kuasa untuk meÂmunculkan eksistensi dirinya. Hal-hal seperti ini bisa menyebabkan pekerja perempuan sangat tergantung kepada atasannya maupun sistem yang diterapkan di pabrik.
SEKSISME DALAM SAINS
Salama, Nadiatus
Sawwa: Jurnal Studi Gender dan Anak Vol 8, No 2 (2013): April 2013
Publisher : Sawwa: Jurnal Studi Gender dan Anak
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (241.541 KB)
|
DOI: 10.21580/sa.v8i2.659
Seksisme telah terjadi sejak lama yang dilakukan oleh kelompok yang tidak mengakui kesetaraan jender. Meskipun diskriÂminasi ini merupakan hal yang buruk dan berlawanan dengan huÂkum, namun perilaku ini masih eksis, dan mendarah daging dalam peÂmikiran, sikap dan tindakan sebagian masyarakat yang sudah modern ini. Sejumlah sains dan riset turut digunakan untuk memÂbenarkan sejumlah keyakinan yang seksisme, padaÂhal, telah terÂjadi bias dan mis-interÂpretasi dalam riset terÂsebut. PerÂempuan dilihat sebagai suatu sosok yang menjadi masalah oleh sains. Itulah sebabnya, saat ini, perÂempuan berÂsuara lebih keras dalam memÂperjuangÂkan hak-hakÂnya daripada pada masa sebelumnya, berharap agar segera dihentiÂkan dan tidak berlarut-larut. Melawan sekÂsisme bisa diÂlakukan secara individu maupun kolektif, deÂngan cara meÂlaporÂkan diskriminasi yang terjadi, atau juga memÂberikan peÂnyuluhan atau pendidikÂan tentang seksisme agar disÂkriminasi ini tidak menjadi lebih parah lagi. Di sisi lain, negara, sebagai instiÂtÂusi resmi pelindung warganya, juga wajib menjadi pengÂayom dan pembela korban seksisme.
BURNOUT DI KALANGAN PENDAKWAH
Salama, Nadiatus
Jurnal Ilmu Dakwah Vol 34, No 1 (2014)
Publisher : Da'wa and Communication Faculty State Islamic University Walisongo, Semarang, Indonesia
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21580/jid.v34.1.63
Burnout is a phenomenon that arose from a great expectation to do the best for other people. But when the relationship is "asymmetry" between preachers and congregation, it could be lead to burnout that debilitates the spirit in preaching. However, only some preachers suffered from burnout due to the differences in individual characteristics, work environment, and emotional involvement with the congregation. Burnout is triggered by external factors and might be accumulative. This condition could be healed but it requires a long time. When this condition ignored, it can interfere with the performance and pressthemselves, their relatives and congregation. The person who responsible for creating the solution is him/herself, thatis supported by family or friends.***Burnout merupakan fenomena yang bermula dari sebuah harapan besar untuk berbuat yang terbaik bagi orang lain. Tapi ketika terjadi hubungan yang “asimetris” antara da’i dan mad’u, bisa mengakibatkanterjadinya burnout yang nantinya melemahkan semangat dalam berdakwah. Meski demikian, tidak semua pendakwah mengalami burnout karena adanya perbedaan karakteristik individu, lingkungan kerja, dan keterlibatan emosional dengan jama’ah. Burnout dipicu oleh faktor eksternal dan bersifat akumulatif. Kondisi ini bisa disembuhkan tapi memerlukan waktu lama. Jika dibiarkan, dapat mengganggu kinerja dan tekanan bagi dirinya sendiri, orang terdekatnya serta jama’ah yang berinteraksi dengan da’i tersebut. Yang bertanggung jawab untuk menciptakan solusinya adalah diri sendiri, dengan didukung oleh keluarga atau teman.
Motif dan Proses Psikologis Korupsi
Salama, Nadiatus
Jurnal Psikologi Vol 41, No 2 (2014)
Publisher : Faculty of Psychology, Universitas Gadjah Mada
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (504.467 KB)
|
DOI: 10.22146/jpsi.6946
A qualitative phenomenological study was conducted to identify and describe the phenomenon of corruption psychology. Two corruptors were interviewed to explore their perceptions on corrupt practices in Central Java. The interview conducted to explore informant perceptions on a real process. Interview data collected resulted in five themes: (1) Corruption is an act of abuse the authority, identical with theft, something that not run correctly, and using public money for personal and group interest intentionally; (2) The motives of the informants in doing corruption are solidarity with the friends’ doer, system that enables to corrupt, to earn much more money, and make friends; (3) Process of corruption; budget-making has been done by legislative and executive institution; marking-up the budget, facilities and allowances; reporting the administrative data manipulatively; inter-relating chain in corruption process; and distributing the aspiration fund without a proof of receipts; (4) The impact of corruption is making someone’s wiser in life, putting the corruptors in to the jail, humiliating their big family, and also, having a more debt, and (5) The settlement of problems that they employ is by using emotion-focused coping. Keywords: corruption, phenomenology, motive, impact, coping
SEKSISME DALAM SAINS
Salama, Nadiatus
Sawwa: Jurnal Studi Gender Vol 8, No 2 (2013): April 2013
Publisher : Pusat Studi gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (241.541 KB)
|
DOI: 10.21580/sa.v8i2.659
Seksisme telah terjadi sejak lama yang dilakukan oleh kelompok yang tidak mengakui kesetaraan jender. Meskipun diskriÂminasi ini merupakan hal yang buruk dan berlawanan dengan huÂkum, namun perilaku ini masih eksis, dan mendarah daging dalam peÂmikiran, sikap dan tindakan sebagian masyarakat yang sudah modern ini. Sejumlah sains dan riset turut digunakan untuk memÂbenarkan sejumlah keyakinan yang seksisme, padaÂhal, telah terÂjadi bias dan mis-interÂpretasi dalam riset terÂsebut. PerÂempuan dilihat sebagai suatu sosok yang menjadi masalah oleh sains. Itulah sebabnya, saat ini, perÂempuan berÂsuara lebih keras dalam memÂperjuangÂkan hak-hakÂnya daripada pada masa sebelumnya, berharap agar segera dihentiÂkan dan tidak berlarut-larut. Melawan sekÂsisme bisa diÂlakukan secara individu maupun kolektif, deÂngan cara meÂlaporÂkan diskriminasi yang terjadi, atau juga memÂberikan peÂnyuluhan atau pendidikÂan tentang seksisme agar disÂkriminasi ini tidak menjadi lebih parah lagi. Di sisi lain, negara, sebagai instiÂtÂusi resmi pelindung warganya, juga wajib menjadi pengÂayom dan pembela korban seksisme.
SUARA SUNYI PEKERJA PABRIK PEREMPUAN
Salama, Nadiatus
Sawwa: Jurnal Studi Gender Vol 7, No 2 (2012): April 2012
Publisher : Pusat Studi gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (239.14 KB)
|
DOI: 10.21580/sa.v7i2.648
Peran pengembangan wawasan yang terkait dengan masalah pembangunan bangsa merupakan hal yang penting karena peran gender bisa meningkatkan keÂadilan dan persamaan hak. Meski demikian, keÂtidakadilan dalam dunia kerja masih kerap terjadi. Ketidakadilan sistem kerja telah menyebabkan peÂkerja perempuan menjadi miskin, bodoh, dan terÂasing. Selain itu, pekerja perempuan juga masih mendapat perlakuan yang melecehkan, memarjinalÂkan, dan mengsubordinasi. Perempuan perlu diÂberdayaÂÂkan agar mereka bisa menggapai masa depan yang lebih baik. Padahal, masih banyak pekerja perempuan yang belum mengeÂtahui hak-haknya. cenderung pasif, dan pasrah pada keputusan perusahaan yang terkait dengan pengurangan pegawai dan pengurangan jam kerja. Ditambah lagi, mereka masih meÂnyandang predikat sebagai mahluk domestik yang memiliki setumpuk pekerjaan rumah tangga. Mereka bekerja seperti mesin selama 24 jam tanpa sempat meÂmikirkan pengembangan dirinya. Kekhususan kondisi biologis perempuan juga turut berÂperan dalam meningkatkan labor turn over pada pekerja perempuan, sehingga pengusaha lebih memilih pekerja laki-laki karena mereka lebih mengÂuntungkan bagi perÂusahaan, kecuali jika pekerja perempuan tersebut mau diberi upah rendah. Sementara, sebagai pekerja dalam struktur pabrik, mereka bekerja pada unit paling bawah (unit proÂduksi) yang tidak memiliki kuasa untuk meÂmunculkan eksistensi dirinya. Hal-hal seperti ini bisa menyebabkan pekerja perempuan sangat tergantung kepada atasannya maupun sistem yang diterapkan di pabrik.
Investigation into obedience in the face of unethical behavior
Nadiatus Salama;
Medina Janneta El-Rahman;
Mahfud Sholihin
Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi Vol 5, No 2 (2020)
Publisher : Faculty of Psychology and Health - Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (201.159 KB)
|
DOI: 10.21580/pjpp.v5i2.7074
Significant concern about obedience in the face of unethical behavior in many corporate scandals is growing worldwide. However, the issue is underexplored because this type of research is faced by the challenge that the perpetrators are reluctant to harm their image by admitting their wrongdoings. The purpose of this study is to obtain a deeper understanding of the human aspects of obedience in the face of unethical behavior among employees in organizations. Using a qualitative cross-case approach, ten employees were interviewed, representing top, middle, and low-level employees in a broad range of private medium-to-large-sized enterprises. The analysis process involved reducing the raw data into meaningful themes, particularly why employees perform unethical behavior. The study's findings provide complex reasons for obedience in the face of unethical behavior, and it is shown to be the rule and habit of organizations. The respondents also explained why they justified their misbehavior. The employees' viewpoints on obedience in the face of unethical behavior will be useful for organizations to curb unlawful practices in the workplace, as these have detrimental effects on them.
SEKSISME DALAM SAINS
Nadiatus Salama
Sawwa: Jurnal Studi Gender Vol 8, No 2 (2013): April 2013
Publisher : Pusat Studi gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (241.541 KB)
|
DOI: 10.21580/sa.v8i2.659
Seksisme telah terjadi sejak lama yang dilakukan oleh kelompok yang tidak mengakui kesetaraan jender. Meskipun diskriminasi ini merupakan hal yang buruk dan berlawanan dengan hukum, namun perilaku ini masih eksis, dan mendarah daging dalam pemikiran, sikap dan tindakan sebagian masyarakat yang sudah modern ini. Sejumlah sains dan riset turut digunakan untuk membenarkan sejumlah keyakinan yang seksisme, padahal, telah terjadi bias dan mis-interpretasi dalam riset tersebut. Perempuan dilihat sebagai suatu sosok yang menjadi masalah oleh sains. Itulah sebabnya, saat ini, perempuan bersuara lebih keras dalam memperjuangkan hak-haknya daripada pada masa sebelumnya, berharap agar segera dihentikan dan tidak berlarut-larut. Melawan seksisme bisa dilakukan secara individu maupun kolektif, dengan cara melaporkan diskriminasi yang terjadi, atau juga memberikan penyuluhan atau pendidikan tentang seksisme agar diskriminasi ini tidak menjadi lebih parah lagi. Di sisi lain, negara, sebagai institusi resmi pelindung warganya, juga wajib menjadi pengayom dan pembela korban seksisme.
SUARA SUNYI PEKERJA PABRIK PEREMPUAN
Nadiatus Salama
Sawwa: Jurnal Studi Gender Vol 7, No 2 (2012): April 2012
Publisher : Pusat Studi gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (239.14 KB)
|
DOI: 10.21580/sa.v7i2.648
Peran pengembangan wawasan yang terkait dengan masalah pembangunan bangsa merupakan hal yang penting karena peran gender bisa meningkatkan keadilan dan persamaan hak. Meski demikian, ketidakadilan dalam dunia kerja masih kerap terjadi. Ketidakadilan sistem kerja telah menyebabkan pekerja perempuan menjadi miskin, bodoh, dan terasing. Selain itu, pekerja perempuan juga masih mendapat perlakuan yang melecehkan, memarjinalkan, dan mengsubordinasi. Perempuan perlu diberdayakan agar mereka bisa menggapai masa depan yang lebih baik. Padahal, masih banyak pekerja perempuan yang belum mengetahui hak-haknya. cenderung pasif, dan pasrah pada keputusan perusahaan yang terkait dengan pengurangan pegawai dan pengurangan jam kerja. Ditambah lagi, mereka masih menyandang predikat sebagai mahluk domestik yang memiliki setumpuk pekerjaan rumah tangga. Mereka bekerja seperti mesin selama 24 jam tanpa sempat memikirkan pengembangan dirinya. Kekhususan kondisi biologis perempuan juga turut berperan dalam meningkatkan labor turn over pada pekerja perempuan, sehingga pengusaha lebih memilih pekerja laki-laki karena mereka lebih menguntungkan bagi perusahaan, kecuali jika pekerja perempuan tersebut mau diberi upah rendah. Sementara, sebagai pekerja dalam struktur pabrik, mereka bekerja pada unit paling bawah (unit produksi) yang tidak memiliki kuasa untuk memunculkan eksistensi dirinya. Hal-hal seperti ini bisa menyebabkan pekerja perempuan sangat tergantung kepada atasannya maupun sistem yang diterapkan di pabrik.