Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN MAKANAN PENDAMPING ASI BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 12 - 24 BULAN Erika Yulita Ichwan; Rosni Lubis; Ayi Diah Damayani
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan Vol 2 No 2 (2015): Maret
Publisher : Poltekkes Kemenkes Jakarta III

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (40.444 KB)

Abstract

Malnutrition is still a public health problem and can be the cause of death, especially inhigh risk groups (infants and toddlers). One of the main factors that contributes to malnutritionis the inappropriate practices of breastfeeding and complementary feeding.This was ananalytical research using a survey method of cross sectional . The Sample used 75 respondents,mothers of toddlers with 12- 24 months of age in the area of Puskesmas Cipinang BesarUtara in November 2014. Using a questionnaire, the data were analyzed using chi-squarewith ? = 0.05.The Result of study showed that majority respondents, namely 66 people (88%) were found at the group age of 20 - 34 months. Moreover, respondents with educationperiod of ? 9 years were 52 people (69 %) , having 3-4 children were 40 people (53 %) ,had income per month ?Rp.2.441.301 were 60 people (80 %) and unemployed mothers were58 people (77 %). Toddlers with good nutritional status were 46 (61 %) , exclusivebreastfeeding were 36 people (48 %), age of the complementary feeding < 6 months and>7 months were 41 people (57 %), factory - made complementary foods were 38 people(50 %). Factors related with the nutritional status of toddlers were exclusive breastfeedingp-value = 0,000 (<0,000), and the age of complementary feeding p-value = 0,000 (<0,000).Based on the result, it is suggested that the nursing mothers, local cadres of integratedhealth office (called as Kader Posyandu), and midwives pay more attention to the factorsaffected the nutritional status of toddlers to determine good attitudes and appropriateinterventions to increase the nutritional status of toddlers.
KOMPLIKASI KEHAMILAN SEBAGAI FAKTOR RISIKO GANGGUAN SPEKTRUM AUTISTIK PADA ANAK rosni lubis
2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN Vol 7, No 1 (2017): Februari 2017
Publisher : FORUM ILMIAH KESEHATAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (77.224 KB)

Abstract

KOMPLIKASI KEHAMILAN SEBAGAI FAKTOR RISIKO GANGGUAN SPEKTRUM AUTISTIK PADA ANAK Rosni Lubis, SST, MKeb Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Jakarta III Email: rosnilubis@gmail.com ABSTRAK Gangguan spektrum autistik (GSA) merupakan penyebab penting gangguan tumbuh kembang anak yang insidensi maupun prevalensinya dewasa ini cenderung meningkat. Sampai saat ini penyebab GSA belum diketahui dengan pasti, namun komplikasi kehamilan tampaknya berperan penting dalam patogenesis terjadinya GSA seperti perdarahan antepartum, preeklamsi, dan hiperemesis gravidarum. Penelitian ini bertujuan untuk menilai faktor risiko perdarahan antepartum, preeklamsi dan hiperemesis gravidarum dan menentukan faktor yang paling berisiko terhadap terjadinya GSA. Penelitian kasus kontrol menggunakan teknik consecutive sampling dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2011 pada ibu yang memiliki anak berusia 3–11 tahun yang datang ke RSAB Harapan Kita Jakarta. Kelompok kasus terdiri atas 40 ibu dengan anak GSA dan kelompok kontrol 40 ibu dengan anak non-GSA. Data komplikasi kehamilan diperoleh dari rekam medik dan anamnesis terhadap ibu kandung. Analisis data menggunakan uji chi-kuadrat atau eksak Fisher untuk menilai komplikasi kehamilan sebagai faktor risiko GSA dan regresi logistik ganda untuk mengetahui komplikasi kehamilan yang paling berisiko terhadap kejadian GSA. Hasil penelitian secara bivariabel menunjukkan bahwa perdarahan antepartum meningkatkan risiko kejadian GSA (OR=9,15; p=0,002; IK 95%: 1,91–43,9), preeklamsi dan hiperemesis gravidarum bukan faktor risiko terjadinya GSA dengan masing-masing variabel didapatkan (OR=4,75; p=0,054; IK 95%: 0,94–23,99) dan (OR=1,54; p=0,500, IK 95%: 0,26–2,36). Analisis multivariabel menunjukkan perdarahan antepartum merupakan komplikasi kehamilan yang paling berisiko terhadap kejadian GSA (OR=8,284; p=0,010; IK 95%: 1,653–41,510). Simpulan, perdarahan antepartum merupakan faktor komplikasi kehamilan yang paling berisiko terhadap terjadinya GSA. Kata kunci: faktor risiko, gangguan spektrum autistik, hiperemesis gravidarum perdarahan antepartum, preeklamsi. PENDAHULUAN Autism spectrum disorders (ASD) atau gangguan spektrum autistik (GSA) merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang berat, ditandai dengan gangguan perkembangan dalam interaksi sosial, komunikasi yang timbal balik, serta minat dan perilaku yang terbatas dan berulang. Gangguan perkembangan ini sudah tampak sejak anak berusia di bawah 3 tahun. Sekarang ini, banyak peneliti menggolongkan GSA ke dalam pervasive developmental disorders (PDD).1,2 Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth edition, Text Revision (DSM-IV-TR) yang termasuk ke dalam PDD yaitu gangguan autistik, sindrom Rett, gangguan disintegratif masa kanak, sindrom Asperger, dan pervasive developmental disorder not otherwise specified (PDD-NOS).3 Dari perjalanan gangguan perkembangan autistik, sindrom Asperger, dan PDD-NOS memiliki kesamaan, yaitu manifestasi gejala sudah terlihat sebelum anak berusia 3 tahun, namun manifestasi gejalanya sangat bervariasi dan heterogen. Hal ini yang menyebabkan para peneliti mengelompokkan ketiga gangguan tersebut dengan istilah GSA.4 Pada anak GSA disebut sebagai gangguan spektrum yang artinya bahwa gejala dan karakteristik yang ditampilkan dalam kombinasi dan tingkat keparahan yang berbeda-beda antara satu anak dan yang lain. Gejalanya sangat variatif, antara lain sering berperilaku hiperaktif, pasif, agresif, bahkan menyakiti diri sendiri, sehingga membahayakan jiwa penyandang.5,6 Meskipun gangguan ini tidak menimbulkan kematian, tetapi dapat memberikan dampak negatif bagi penyandang, keluarga, lingkungan sosial, dan negara. Hal ini terjadi karena anak GSA mengalami gangguan dalam aspek interaksi sosial, komunikasi, bahasa, perilaku, emosi, dan persepsi sensori serta motoriknya. Keadaan tersebut akan menimbulkan masalah yang sangat besar bagi sumber daya manusia di masa mendatang.6,7,8 Laporan yang dikeluarkan oleh Autism Research Institute di Amerika Serikat menunjukan peningkatan jumlah penyandang GSA. Pada tahun 1987 diperkirakan terdapat 1 penyandang GSA di antara 5.000 anak, sedangkan pada tahun 2005 terjadi peningkatan jumlah GSA yang sangat besar, yaitu 1 di antara 160 anak. Peneliti lain di Amerika Serikat mendapatkan angka 1 anak GSA di antara 150 anak, sedangkan di Inggris laporan tahun 2002 menunjukan bahwa dari 10 anak 1 di antaranya dicurigai GSA.6,9 Di Indonesia, anak GSA juga mendapat perhatian luas dari masyarakat maupun profesional, karena jumlah anak GSA menunjukan peningkatan yang makin mencolok.6 Sampai saat ini jumlah anak GSA belum diketahui dengan pasti, karena belum ada survei yang meneliti jumlah penyandang GSA. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 7–10% dari total jumlah anak. Menurut data survei sosial ekonomi nasional (Susenas) tahun 2003, di Indonesia terdapat 679.048 anak usia sekolah berkebutuhan khusus atau 21,42% dari seluruh jumlah anak berkebutuhan khusus.10 Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2009 jumlah sekolah negeri untuk penyandang GSA sebanyak 20 sekolah dengan jumlah siswa sebanyak 639 anak. Di Jakarta, sekolah swasta yang khusus menangani GSA hingga kini sebanyak 111 (6,3%) sekolah di antara 1.752 sekolah untuk penyandang GSA di Indonesia.10 Gangguan neurotransmiter berperan dalam patofisiologi GSA. Gangguan yang terjadi terutama pada sistem dopaminergik, serotoninergik, dan gamma amino butyric acid (GABA). Gangguan sistem neurotransmiter berhubungan dengan munculnya gejala gangguan perilaku. Berbagai penelitian terdahulu memperlihatkan disfungsi sistem neurokimiawi pada penyandang GSA yang meliputi sistem serotonin, norepinefrin, dan dopamin. Gangguan sistem neurokimiawi tersebut berhubungan dengan perilaku agresif, obsesif kompulsif, dan stimulasi diri sendiri (self stimulating) yang berlebih.4 Sampai saat ini penyebab GSA secara pasti belum diketahui, diperkirakan bersifat multifaktorial. Secara garis besar, berbagai faktor yang diduga memiliki peranan pada GSA dapat dibagi ke dalam faktor genetik dan lingkungan.11,12 Faktor genetik ditunjukkan dengan terdapat penyandang GSA yang berasal dari anak kembar monozigotik atau dizigotik.13 Faktor lingkungan yang mempengaruhi GSA terbagi dalam masa kehamilan, persalinan, dan bayi baru lahir.14,15 Meskipun penyebab GSA belum diketahui secara pasti, tetapi dengan mengetahui dan mengendalikan faktor-faktor yang diduga berperan terjadinya GSA, maka dapat dilakukan tindakan pencegahan atau intervensi dini pada anak penyandang GSA. Peranan seorang bidan dalam hubungannya dengan kejadian GSA, terutama memperhatikan faktor lingkungan kehamilan. Hingga saat ini faktor kehamilan yang telah diteliti berkaitan dengan GSA yaitu infeksi toksoplasma, rubela, gangguan autoimun, gangguan perkembangan otak janin, komplikasi kehamilan, obat-obatan selama kehamilan seperti asam talidomid dan valproat, usia ibu, usia kehamilan, paritas, serta kebiasaan merokok selama kehamilan.16 Komplikasi kehamilan yang paling sering dikaitkan dengan kejadian GSA yaitu perdarahan antepartum, preeklamsi, dan hiperemesis gravidarum. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan gangguan dalam proses perkembangan otak, sehingga para ahli mengemukakan hipotesis bahwa awal terjadinya GSA yaitu sebelum lahir.17-21 Penelitian faktor risiko terjadinya GSA telah dilaporkan Muhartomo 22 dalam penelitian di Semarang dengan desain kasus kontrol yang menunjukan bahwa ibu yang mengalami perdarahan antepartum memiliki risiko untuk melahirkan anak GSA sebesar 4,3 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami perdarahan antepartum. Perdarahan antepartum dianggap sebagai keadaan yang berpotensi mengganggu fungsi otak janin. Perdarahan selama kehamilan paling sering disebabkan karena komplikasi plasenta, di antaranya plasenta previa dan abrupsio plasenta. Kondisi tersebut mengakibatkan gangguan transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi yang mengakibatkan gangguan pada otak janin.22,23 Berdasarkan hasil metaanalisis dari 40 studi yang pernah dilakukan sebelumnya, Gardner dkk.24 mendapatkan perdarahan antepartum, hiperemesis gravidarum, dan preeklamsi sebagai faktor risiko terjadinya GSA. Di antara ketiga komplikasi tersebut, perdarahan antepartum memiliki risiko paling besar untuk mengakibatkan GSA pada anak. Dalam perjalanan kehamilannya, tidak tertutup kemungkinan seorang ibu mengalami lebih dari satu komplikasi kehamilan, misalnya hiperemesis gravidarum dan preeklamsi, hiperemesis gravidarum dan perdarahan antepartum, atau preeklamsi dan perdarahan antepartum.19,25 Berbagai penelitian sebelumnya yang menghubungkan komplikasi kehamilan seperti perdarahan antepartum, preeklamsi, dan hiperemesis gravidarum dengan kejadian GSA dilakukan dengan melihat berbagai faktor risiko kehamilan, persalinan dan pada bayi baru lahir.23 Pada penelitian ini hanya melihat komplikasi kehamilan sebagai faktor risiko anak dengan GSA dengan menelusuri dari riwayat komplikasi kehamilan tanpa memperhatikan faktor lain. Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita di Jakarta Barat termasuk salah satu rumah sakit rujukan yang memiliki jumlah kasus GSA dan ibu bersalin dengan komplikasi kehamilan yang cukup tinggi. Komplikasi kehamilan yang paling sering yaitu preeklamsi, perdarahan antepartum, dan hiperemesis gravidarum. Berdasarkan penelusuran data, pada tahun 2007–2010 ditemukan angka kejadian preeklamsi sebanyak 497 kasus, diikuti dengan perdarahan antepartum sebanyak 336 kasus, dan hiperemesis gravidarum sebanyak 286 kasus. Angka kejadian kasus baru GSA yang datang ke RSAB Harapan Kita mengalami peningkatan dari tahun 2007–2010. Tahun 2007 terdapat 139 kasus, sedangkan pada tahun 2008, 2009, dan 2010, angka kejadian kasus baru GSA di RSAB Harapan Kita berturut-turut sebesar 163, 206, dan 278 kasus. Dari latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan tema sentral penelitian sebagai berikut: GSA pada anak dapat memberikan dampak negatif berupa gangguan aspek interaksi sosial, ganguan emosi, dan persepsi sensori serta motorik. Penyebab pasti gangguan ini belum diketahui secara jelas, tetapi diduga terdapat peranan genetik dan lingkungan dalam kejadiannya. Faktor prenatal yang paling sering dihubungkan dengan kejadian GSA yaitu komplikasi kehamilan berupa perdarahan antepartum, preeklamsi, dan hiperemesis gravidarum. Penelitian ini hanya melihat komplikasi kehamilan sebagai faktor risiko pada anak dengan GSA tanpa memperhatikan faktor risiko yang lain . Selain itu akan diteliti faktor yang paling berisiko di antara ketiganya dalam kejadian GSA. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat analitik menggunakan rancangan kasus kontrol. Data komplikasi kehamilan dan kejadian GSA diperoleh dari rekam medis, kemudian ditelusuri terhadap orangtua dengan cara memberikan kuesioner. Untuk mengurangi variabel perancu dilakukan matching terhadap usia ibu dan usia kehamilan. Pengumpulan data diawali dari data sekunder, dengan melihat hasil pendokumentasian rekam medis untuk mengetahui anak dengan diagnosis GSA yang mendapat penanganan di RSAB Harapan Kita Jakarta. Setelah itu baru dapat dilakukan pengumpulan data. Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner yang dipakai sebagai panduan wawancara. Wawancara langsung dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi terhadap responden yang tidak memahami bahasa yang digunakan dalam kuesioner. Populasi target pada kelompok kasus penelitian ini semua ibu yang memiliki anak usia 3–11 tahun dengan GSA di Jakarta, sedangkan populasi terjangkau ibu yang memiliki anak usia 3–11 tahun dengan GSA yang datang ke KKTK dan POTAS RSAB Harapan Kita. Jumlah sampel sebanyak 80 orang, pada kelompok kasus sebanyak 40 orang dan kelompok kontrol 40 orang. Penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal 1 Agustus sampai dengan 8 Oktober 2011. Analisis data menggunakan uji Chi Square dan Regresi Logistik Ganda. HASILDAN PEMBAHASAN Tabel 4.1 Hubungan Karakteristik Umum Anak dengan Kejadian GSA Karakteristik Anak Kejadian GSA Statistik Uji Nilai p Kasus-GSA Non GSA Jenis Kelamin Laki-laki 32 (80%) 19(47%) 2= 9,14 0,002 Perempuan 8 (20%) 21(53%) Usia Anak 3 tahun 25 (63%) 25 (63%) 2= 3,33 0,189 4 tahun 10 (25%) 5 (12%) 5 tahun 5 (12%) 10 (25%) Hasil penelitian yang menghubungkan jenis kelamin dengan kejadian GSA menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih banyak mengalami GSA dibandingkan dengan anak perempuan (p=0,002). Tidak ada perbedaan kelompok usia anak pada anak GSA dan non-GSA. (Tabel 4.1) Tabel 4.2 Hubungan Karakteristik Subjek Penelitian dengan Kejadian GSA Karakteristik subjek penelitian Kejadian GSA Total χ2 Nilai p GSA Non GSA n % n % Usia (tahun) ≥35
HUBUNGAN FAKTOR PELAYANAN KELUARGA BERENCANA DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM rosni lubis
GLOBAL HEALTH SCIENCE Vol 2, No 1 (2017): Maret 2017
Publisher : Communication and Social Dinamics (CSD)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1321.309 KB) | DOI: 10.33846/ghs.v2i1.60

Abstract

HUBUNGAN FAKTOR PELAYANAN KELUARGA BERENCANA DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM Rosni Lubis, SST, MKeb Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Jakarta III Email: rosnilubis@gmail.com ABSTRAK Penurunan pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) salah satunya disebabkan oleh faktor pelayanan kesehatan, sedangkan mutu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu prosedur, petugas, biaya dan sarana prasarana. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor pelayanan keluarga berencana (ditinjau dari prosedur, petugas, biaya, sarana prasarana dan informasi) dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam rahim. Jenis penelitian ini adalah analitik komparatif studi dengan pendekatan potong lintang pengumpulan data mengunakan kuesioner. Subjek penelitian adalah Pasangan Usia Subur yang menjadi akseptor baru sebanyak 96 responden, pengambilannya dengan tehnik Proportionate Stratified Random Sampling. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Palmerah Jakarta Barat pada bulan Juni-Agustus 2015. Analisis data menggunakan uji chi square dan regresi logistic ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 5 aspek pelayanan keluarga berencana (prosedur, petugas, biaya, sarana prasarana, dan informasi) yang memiliki hubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam rahim adalah aspek informasi (p=0,000; OR=13,79). Berdasarkan karakteristik subyek penelitian (umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak dan penyakit kandungan) yang memiliki hubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam rahim adalah penyakit kandungan (p=0,014; OR=0,33). Faktor yang paling dominan berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam rahim adalah informasi (p= 0,001; OR=11,42). Kata kunci: pelayanan keluarga berencana, pemilihan KB, AKDR.