Agus Romdlon Saputra
Jurusan Syari’ah dan Ekonomi Syariah STAIN Ponorogo.

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PEMAHAMAN IBU-IBU TENTANG THAHARAH (HAID, NIFAS, DAN ISTIHADHAH): Studi Kasus Ibu-Ibu Jama’ah Muslimat Yayasan Masjid Darussalam Tropodo Sidoarjo Saputra, Agus Romdlon
Kodifikasia Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Kodifikasia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak:Pembahasan soal darah pada wanita (haid, nifas, dan istihadhah) adalah pembahasan yang paling sering dipertanyakan oleh kaum wanita. Pemba­hasan ini juga merupakan salah satu bahasan yang tersulit dalam masalah fiqh sehingga banyak yang keliru dalam memahaminya. Bahkan meski pembahasannya telah berulang-ulang kali disampaikan, masih banyak wanita muslimah yang belum memahami kaidah dan perbedaan dari ketiga darah ini. Mungkin ini dikarenakan darah tersebut keluar dari jalur yang sama, namun pada setiap wanita tentulah keadaannya tidak selalu sama, dan berbeda pula hukum dan penanganannya. Haid, nifas, dan istihadhah merupakan keniscayaan bagi kehidupan seorang wanita, maka kaum wanita tidak boleh bodoh dalam perkara ini. Ia mempengaruhi status sah sebuah ibadah karena ia berhubungan dengan suci dan najis. Penelitian ini mengungkapkan pemaha man ibu-ibu jama’ah muslimat Masjid Darus­salam, Tropodo, Sidoarjo, tentang tiga darah bagi wanita, yaitu darah haid, nifas dan istihadhah. Penelitian ini bercorak lapangan yang mengambil sample penelitian di jama’ah muslimat Masjid Darussalam, Tropodo, Sidoarjo. Adapun hasilnya menunjukan bahwa mayoritas ibu-ibu muslimat Darussalam sudah mengetahui hal-hal yang ada korelasinya dengan haid, nifas, dan istihadhah.Kata Kunci: haid, nifas, istihadhah, jama’ah muslimat Darussalam
KONSEP KEADILAN MENURUT AL-QUR’AN DAN PARA FILOSOF Saputra, Agus Romdlon
Dialogia: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 10, No 2 (2012): Dialogia Jurnal Studi Islam dan Sosial
Publisher : IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (310.624 KB) | DOI: 10.21154/dialogia.v10i2.310

Abstract

Abstract: Islam offers sufficiently values of justice. However, these values have not been explored adequately because most Muslim people regard Islam as synonymous with formal ritual. In the above context, this paper discusses the similarities and differences of the concept of justice according to the Qur'an, the interpreters, and philosophers. In essence, the concept of justice of the philosophers is not different from that of the Qur'an. The philosophers gave birth to the concept of justice departing from pure reason. The reason is based on the empirical world, the reality of the society. Based on the reflection of philosophers it was born the concept of justice. The concept of justice of the Qur'an is deductive while the views of the philosophers is inductive. In the Qur'an, the truth was already there in the form of God's revelation. All you need to do is to understand and apply these truths in real life. Instead, for philosophers the truth should be sought through the reflection of mind. Thus, the idea of justice can be obtained through a set of deep contemplation departing from a doubt. Islam menawarkan nilai-nilai keadilan  yang cukup memadai. Namun demikian, nilai-nilai tersebut belum digali secara memadai karena kebanyakan masyarakat Islam menganggap Islam identik dengan ritual formal saja. Dalam konteks di atas, tulisan ini membahas persamaan dan perbedaan konsep keadilan menurut al-Qur’an, mufassir, dan filosof. Pada esensinya, konsep  para filosof tidak berbeda dengan al-Qur’an. Para filosof melahirkan konsep keadilan berangkat dari  penalaran murni atau akal budi yang didasarkan pada dunia empirik, realitas pada masyarakat. Dari perenungan itulah lahir konsep keadilan. Perbedaannya adalah konsep al-Qur’an bersifat deduktif sementara pandangan para filosof bersifat induktif. Dalam al-Qur’an, kebenaran itu sudah ada berupa wahyu Tuhan. Yang perlu dilakukan adalah memahami dan menerapkan kebenaran tersebut dalam kehidupan. Sebaliknya, bagi filosof kebenaran itu belum ada, perlu dicari lewat penalaran akal budi. Dengan demikian,  ide keadilan  bisa didapatkan lewat perenungan  yang mendalam dengan berangkat dari keraguan. Keywords: keadilan, al-Quran, filosof, mufassir.
IMPLEMENTASI KONSEP ISLAM WASATHIYYAH (Studi Kasus MUI Eks. Karesidenan Madiun) Munir, Ahmad; Saputra, Agus Romdlon
Kodifikasia Vol 13, No 1 (2019)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (204.42 KB) | DOI: 10.21154/kodifikasia.v13i1.1678

Abstract

Munas MUI ke-9 yang digelar di Surabaya tahun 2015, mengusung tema ?Islam wasathiyyah untuk Indonesia dan dunia yang berkeadilan dan berkeadaban.? Tema dikehendaki untuk   membumikan Islam yang berkeadilan, moderat, seimbang, berkemajuan dan toleran. Posisi MUI sebagai tenda besar umat Islam, memiliki posisi strategis bagi umat Islam di Indonesia yang majemuk. Namun, sejauh mana tema tersebut tersosialisasikan kepada struktur organisasi di bawahnya?. Dengan menggunakan logika induktif menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian menemukan bahwa  wasathiyyah dimaknai sebagai pertengahan,   akomodatip,  adil,  dan moderat. Konsep tersebut diimplementasikan pada program kerja yang terfokus pada empat hal yaitu a) Pembentukan kesadaran terhadap aturan, baik agama maupun Negara. b) Penyatuan umat. c) Edukasi sosial dan pemberdayaan kesejahteraan masyarakat. d) Kaderisasi dan pengkajian. Faktor Pendukung program adalah wilayah Karesidenan Madiun yang kental sistem kekerabatannya, wilayah pesantren,   struktur dan kepengurusan MUI yang akomodatif, serta program kerja MUI yang mengacu pada kemaslahatan umum. Sementara faktor penghambat adalah adanya ketidakterwakilan dari sebagian elemen keagamaan, peluang keterlibatan sebagian anggota MUI dalam kontestasi politik dukung mendukung, kuatnya dominasi dan doktrinasi ormas keagamaan dan ketaatan kepada tokoh,  dan kurang maksimalnya transformasi konsep wasathiyyah. The 9th MUI National Conference held in Surabaya in 2015 carries the theme "Wasathiyyah Islam for Indonesia and the world that is just and civilized." The theme is intended to ground Islam that is just, moderate, balanced, progressive and tolerant. MUI's position as a large Muslim tent has a strategic position for Muslims in a pluralistic Indonesia. However, to what extent is the theme socialized to the organizational structure below? By using inductive logic and using a qualitative approach. The study found that wasathiyyah was interpreted as mid, accommodative, fair and moderate. The concept is implemented in a work program that focuses on four things, namely: a) Establishing awareness of rules, both religion and state. b) Unification of the Ummah. c) Social education and empowerment of community welfare. d) Cadreization and assessment. Program Supporting Factors are the Madiun Residency area which has a strong kinship system, boarding area, accommodative MUI structure and management, and MUI work programs that refer to general welfare. While the inhibiting factor is the absence of representation from some religious elements, the chance of involvement of some members of the MUI in supporting political contestation supports, strong domination and doctrination of religious organizations and obedience to figures, and a less than optimal transformation of the concept of wasathiyyah.
PEMAHAMAN IBU-IBU TENTANG THAHARAH: Haid Nifas dan Istihadhah Studi Kasus Ibu-Ibu Jama’ah Muslimat Yayasan Masjid Darussalam Tropodo Sidoarjo Saputra, Agus Romdlon
Kodifikasia Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (107.36 KB) | DOI: 10.21154/kodifikasia.v8i1.787

Abstract

Pembahasan soal darah pada wanita yaitu haid, nifas dan istihadhah adalah pembahasan yang paling sering dipertanyakan oleh kaum wanita.Dan pembahasan ini juga merupakan salah satu bahasan yang tersulit dalam masalah fiqh, sehingga banyak yang keliru dalam memahaminya.Bahkan meski pembahasanya telah berulang-ulang kali disampaikan, masih banyak wanita muslimah yang belum memahami kaidah dan perbedaan dari ketiga darah ini. Mungkin ini dikarenakan darah tersebut keluar dari jalur yang sama namun pada setiap wanita tentulah keadaanya tidak selalu sama, dan berbeda pula hukum dan penanganannya. Haid, nifas dan istihadhah merupakan keniscayaan bagi kehidupan seorang wanita, maka kaum wanita tidak boleh bodoh dalam perkara ini. Ia mempengaruhi sah tidaknya sebuah ibadah karena ia berhubungan dengan suci dan najis. Penelitian ini ingin mengungkapkan pemahahaman ibu-ibu jama?ah muslimat masjid Darussalam tropodo sidoarjo tentang tiga darah bagi wanita.Yaitu darah haid,  nifasdan istihadhah.Bagaimana ibu-ibu jama?ah muslimat sudah mengetahui atau belum mengetahui tentang teori-teori fiqih yang ada kaitanya dengan tiga darah tersebut. Penelitian ini bercorak lapangan yang mengambil sample penelitian di jama?ah muslimat yayasan masjid Darussalam tropodo sidoarjo. Adapun hasilnya menunjukan bahwa pemahaman ibu-ibu muslimat Darussalam mayoritas sudah mengetahui tentang hal-hal yang ada korelasinya dan kaitanya dengan haid, nifasdan istihadhah.
MOTIV DAN MAKNA SOSIAL IBADAH HAJI PADA JAMAAH MASJID DARUSSALAM PERUMAHAN WISMA TROPODO WARU SIDOARJO Saputra, Agus Romdlon
Kodifikasia Vol 10, No 1 (2016)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.002 KB) | DOI: 10.21154/kodifikasia.v10i1.812

Abstract

Allah telah menjamin bahwa tiap-tiap apa yang dikerjakan hamba-Nya dalam ibadah haji mengandung manfaat luar biasa, tetapi manfaat itu harus digali dan diraih dengan perjuangan manusia itu sendiri. Ibadah haji merupakan rukun Islam yang sarat dengan nilai-nilai. Sumbangsih nilai-nilai haji akan terasa sangat besar bagi kehidupan sosial jika dimiliki oleh pelaku haji. Hubungannya dengan motiv dan makna sosial ibadah haji bagi Jamaah Masjid Darussalam di Perumahan wisma Tropodo Waru Sidoarjo, sementara informasi yang mereka sampaikan dari beberapa jamaah rata-rata mengatakan motivasi melakukan ibadah haji karena semata-mata menjalankan titah dan perintah Allah Swt, dalam menyempurnakan rukun Islam yang lima. Mereka juga mengatakan bahwa setelah melaksanakan ibadah haji, bukan tujuan untuk mendapatkan sebutan haji atau  hajjah melainkan kemabruran ibadah haji itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Untuk memperoleh gambaran kualitas dari motiv yang melatarbelakangi Jamaah Masjid Darussalam Perumahan Wisma Tropodo Waru Sidoarjo menunaikan ibadah haji. 2) Untuk memperoleh gambaran kualitas pandangan Jamaah Masjid Darussalam Perumahan Wisma Tropodo Waru Sidoarjo tentang makna sosial dari pelaksanaan ibadah haji. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara secara langsung. Sedangkan untuk menganalisis data yang diperoleh, peneliti memakai metode ?deskriptif analisis?. Dari analisis data ditemukan: 1) Motiv yang muncul dari kebutuhan biologis sebagai makhluk yang hidup, dalam menunaikan ibadah haji, Jamaah Masjid Darussalam Wisma Tropodo Waru Sidoarjo, rata-rata dominan. Sedangkan motiv yang ada hubungan dan pengaruhnya dari lingkungan sosial, tidak dominan. Adapun motiv yang berasal dari interaksi dengan Tuhan (Allah Swt.) sangat kuat dan dominan sekali. 2) Dalam memahami makna sosial ibadah haji, JamaahMasjid Darussalam Wisma Tropodo Waru Sidoarjo, sudah mengarah kepada pemahaman yang komprehensif. Ibadah haji difahami sebagai ibadah ritual dan ibadah sosial. Ibadah haji lebih banyak makna sosialnya daripada makna ritual (transendental). Hal ini didasarkan pada substansi Islam sebagai agama Rahmatan Lil?alamin.