Dharmadi Dharmadi
Pusat Riset Perikanan Tangkap, Ancol-Jakarta

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

KONDISI HABITAT DAN KAITANNYA DENGAN JUMLAH PENYU HIJAU (Chelonia mydas) YANG BERSARANG DI PULAU DERAWAN, BERAU-KALIMANTAN TIMUR Dharmadi Dharmadi; Ngurah Nyoman Wiadnyana
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 2 (2008): (Juni 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1342.351 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.2.2008.195-204

Abstract

Chelonia mydas merupakan spesies penyu yang paling umum dari 6 spesies yang ditemukan di Indonesia. Dewasa ini, jumlah penyu hijau banyak mengalami penurunan, karena berbagai faktor seperti ada perburuan dan pengambilan telur penyu secara ilegal, serta terjadi degradasi habitat. Dalam penelitian ini dipelajari kondisi habitat peneluran dan fluktuasi jumlah penyu hijau (Chelonia mydas) yang mendarat di Pulau Derawan, Kabupaten Berau-Kalimantan Timur, yang diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pengelolaan habitat penyu. Penelitian yang dilakukan pada bulan Maret dan September 2006 menggunakan metode survei dan pengamatan langsung di lapangan. Deskripsi dari habitat penyu bertelur adalah daratan luas dan landai yang terletak di atas bagian pantai dengan rata-rata kemiringan 30° serta di atas pasang surut antara 30 sampai dengan 50 m. Kondisi pantai berpasir tidak kurang dari 90% dan sisa debu maupun tanah liat dengan diameter butiran halus sampai dengan sedang. Jumlah penyu yang mendarat di Pulau Derawan 408 ekor pada tahun 2004 menurun menjadi 168 ekor pada tahun 2005. Penurunan jumlah penyu hijau (Chelonia mydas) yang mendarat di Pulau Derawan disebabkan oleh menurunnya kondisi lingkungan pantai akibat meningkatnya aktivitas masyarakat, berkurangnya kerapatan vegetasi pantai akibat abrasi, dan berkurangnya ruang tempat peneluran karena pembangunan rumah wisata di pinggir pantai di Pulau Derawan. Green turtle is a most common of six turtles species found in Indonesia. Actualy, this turtle population has much decreased, due to some factors, such as turtle hunting and turtle eggs taking illegally as well as habitat degradation occurrence. The current work studied the condition of nesting habitat and the fluctuation of green turtle (Chelonia mydas) population landed in Derawan Island, Berau District in East Kalimantan, with hope that the results are usefull as input for better management of sea turtle habitat. The study that was conducted on March and September 2006 used survey methods and direct observation in the field. Habitat description of green turtle (Chelonia mydas) shows that the area for nesting is the sandy coast of less than 30° slope, silt as well as compacted beach with small and medium grains diameter, and the difference between low and high tide is 30 to 50 cm. Green turtle (Chelonia mydas) number in the nesting area of Derawan Island was 408 individuals in 2004 and decreased to about 168 individuals in 2005. This condition might be caused by the degradation of nesting habitat environment due to the increase of human activity, decrease of coastal vegetation density by coastal abration, and decrease of nesting habitat caused by the builts of housing and resort in the coastal area of Derawan Island.
KOMPOSISI DAN FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN TUGUK DI SUNGAI LEMPUING, SUMATERA SELATAN Dharmadi Dharmadi; Endi Setiadi Kartamihardja; Agus Djoko Utomo; Dian Oktaviani
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 15, No 2 (2009): (Juni 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (174.484 KB) | DOI: 10.15578/jppi.15.2.2009.105-112

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi dan fluktuasi hasil tangkapan tuguk pada periode berbeda yang dioperasikan di Sungai Lempuing, Sumatera Selatan. Kegiatan penelitian dilaksanakan dengan metode survei pada periode musim peralihan penghujan sampai dengan kemarau (bulan April), musim kemarau (bulan Juni) dan musim penghujan (bulan Desember) tahun 2007. Komposisi jenis ikan dan hasil tangkapan diperoleh berdasarkan pada data pengambilan contoh pada saat ke lapangan dan data harian hasil tangkapan tuguk yang dicatat oleh 3 orang enumerator. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tangkapan tuguk berbeda menurut periode waktu. Hasil tangkapan terdiri atas 11 jenis ikan untuk musim peralihan dan kemarau masing-masing berkisar 400-450 kg per unit per hari (rata-rata 411,2+14,1 kg per unit per hari) dan 250-300 kg per unit per hari (rata-rata 263,3+13,4 kg per unit per hari) dan 13 jenis ikan pada musim penghujan (bulan Desember) berkisar 700-750 kg per unit per hari (rata-rata 724,8+17,7 kg per unit per hari). Hasil tangkapan didominansi oleh jenis ikan lele (Clarias melanoderma) dan baung (Mystus nemurus). Selama penelitian, kandungan oksigen terlarut di perairan relatif rendah, berkisar 2-4 mg per l, namun dapat ditolelir oleh kelompok jenis ikan rawa (black fish). This research proposed to observed a catch composition and fluctuation of filtering device in different periods operated in the Lempuing River, South Sumatera. The research was conducted using survey method at a respective month of April (transition season), June (dry season) and December 07 (wet season). Fish composition and catch of tuguk were noted during survey and based on recording 3 enumerators. Descriptive analysis was used in this study. The results show that the catch of filtering device differed on diferent season periodes. A number of 11 fish species was caught at a respective season of transition season (April) of 400-450 kg per unit per day (average=411.2+14,1 kg per unit per day), dry season (June) of 250 300 kg per unit per day (average = 263,3+13,4 kg per unit per day), whilst at rainy season (December), fish catch composed of 13 fish species, ranging 700-750 kg per unit per day or (average = 724.8+17.7 kg per unit per day). Clarias melanoderma and Mystus nemurus were dominantly caught in the Lempuing River waters. During observation, dissolved oxygen content was relatively low (2-4 mg per l), that but could be tolerated by black fish.
ASPEK BIOLOGI IKAN PARI BLENTIK (Dasyatis cf. kuhlii) YANG TERTANGKAP DI LAUT JAWA Dharmadi Dharmadi
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (96.775 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.4.2008.363-370

Abstract

Penelitian dilakukan pada tahun 2002 sampai dengan 2003 di tempat pendaratan ikan Muara Angke dan Laboratorium Balai Riset Perikanan Laut Muara Baru, Jakarta. Data aspek biologi reproduksi ikan pari blentik (Dasyatis cf. kuhlii), berasal dari hasil tangkapan sampingan dari alat tangkap jaring dasar yang beroperasi di Laut Jawa dan didaratkan di tempat pendaratan ikan Muara Angke. Hasil penelitian menunjukkan ukuran lebar tubuh ikan pari blentik (Dasyatis cf. kuhlii) terkecil antara 170 sampai dengan 190 mm dan ukuran terbesar antara 330 sampai dengan 350 mm. Hubungan antara lebar cawan dan panjang klasper ikan pari blentik (Dasyatis cf. kuhlii) menunjukan hubungan yang linier (R2=0,7629). Kondisi klasper belum terjadi pengapuran atau sebagian mengandung zat kapur (non or partially calcified claspers) terdapat pada ukuran lebar tubuh <200 mm, sedangkan kondisi klasper penuh zat kapur (fully calcified claspers) terdapat pada ukuran lebar tubuh >250 mm. Ukuran embrio terkecil dijumpai pada bulan Januari yaitu antara 25 sampai dengan 30 mm dan terbesar antara 110 sampai dengan 115 pada bulan Agustus. Sebagian besar ikan pari blentik (Dasyatis cf. kuhlii) jantan yang tertangkap di Laut Jawa dalam kondisi matang kelamin. Berdasarkan pada uji X2, perbandingan kelamin jantan dan betina berbeda nyata (P<0,1). This study was conducted at Muara Angke fish landing site and Research Institute for Marine Fisheries Laboratory Muara Baru Jakarta on 2002 to 2003. Reproduction biology data of Dasyatis cf. kuhlii were taken from catched of bottom net fishing gear that operated in the Java Sea. The result showed that the smallest and the biggest of Dasyatis cf. kuhlii ranging from 170 to 190 mm and 330 to 350 mm disc width, respectively. Relationship between clasper length and disc width was linier (R2=0.7629). Condition of sex maturity stage of male was non or partially calcified claspers found at size <200 mm Wd, while fully calcified claspers was found at size >250 mm Wd. The smallest size embryo of ranging from 25 to 30 mm was found in January and the biggest ranging from 110 to 115 mm was found from in August. Most of Dasyatis cf. kuhlii caught in the Java Sea were mature. Sex ratio was significant different between male and female (X2 test, P<0.1).
KONTRIBUSI IKAN PARI (Elasmobranchii) PADA PERIKANAN CANTRANG DI LAUT JAWA Fahmi Fahmi; Mohammad Adrim; Dharmadi Dharmadi
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 3 (2008): (September 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (120.643 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.3.2008.295-301

Abstract

Tinggi tingkat eksploitasi ikan hiu (Shark) dan pari (Elasmobranchii) di Indonesia telah memberikan predikat pada negara ini sebagai negara dengan total produksi ikan-ikan Elasmobranchii yang terbesar di dunia. Akan tetapi, upaya pengelolaan dan konservasi terhadap sumber daya tersebut di Indonesia belum terlaksana disebabkan minim informasi dan data yang mendukung baik biologi maupun perikanan. Penelitian hiu (Shark) dan pari (Elasmobranchii) di Indonesia yang secara intensif telah dilaksanakan sejak tahun 2001, telah berhasil menginventalisir keanekaragaman jenis ikan-ikan Elasmobranchii dari sebagian besar wilayah perairan Indonesia, dan informasi biologi untuk beberapa jenis hiu (Shark) dan pari (Elasmobranchii) yang umum dijumpai telah berhasil pula diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan pari (Elasmobranchii) merupakan kelompok ikan bertulang rawan yang umum dijumpai di perairan Laut Jawa dibandingkan kelompok ikan hiu. Ikan pari bintang (Shark), Himantura gerrardi merupakan salah satu jenis pari (Elasmobranchii) yang paling umum ditemui di seluruh wilayah perairan Indonesia dan memiliki kontribusi yang sangat besar pada total hasil tangkapan yang menggunakan jaring cantrang (danish seine net) di Laut Jawa. Berdasarkan pada hasil tersebut, jenis pari (Elasmobranchii) ini dapat dijadikan sebagai salah satu spesies indikator terhadap keberlangsungan perikanan Elasmobranchii di Indonesia bagian barat, atau Laut Jawa pada khususnya. Indonesia has been regarded as a country which has the highest production of Elasmobranchs in the world. In contrast, there are still no management and conservation actions for this group of fishes yet due to the lack of knowledge and information on Elasmobranchs in Indonesia. Study on sharks and rays have been conducted intensively since 2001 and recorded some preliminary informations about Elasmobranch diversity in this country. One of the results summarized that rays were more common group of Elasmobranchs occurred in the Java Sea. Also, Himantura gerrardi was indicated as one of the commonest rays and it gave the highest contribution of Elasmobranchs caught by the danish seine fishery operating in the Java Sea. This species can also be used as an indicator species for the sustainability of Elasmobranch fisheries in Indonesia or in the Java Sea.
KOMPOSISI DAN FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN IKAN CUCUT DOMINAN YANG TERTANGKAP RAWAI TUNA PERMUKAAN Dharmadi Dharmadi; Suprapto Suprapto; Agustinus Anung Widodo
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (107.98 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.4.2008.371-377

Abstract

Perikanan rawai tuna memiliki kontribusi cukup besar terhadap hasil tangkapan ikan cucut (Requiem shark sp.) di perairan Samudera Hindia. Hasil tangkapan rawai tuna sebagian besar didaratkan di 2 pendaratan ikan utama yaitu Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Ratu dan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. Kegiatan penelitian untuk mengetahui komposisi dan fluktuasi hasil tangkapan ikan cucut (Requiem shark sp.) dominan pada rawai tuna permukaan berbasis di 2 lokasi pendaratan ikan tersebut dilakukan pada tahun 2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi hasil tangkapan cucut (Requiem shark sp.) pada rawai tuna permukaan didominansi oleh jenis ikan cucut karet atau selendang (Prionace glauca) antara 40 sampai dengan 90%, sedangkan komposisi jenis ikan cucut lain seperti ikan cucut lanjaman (Carcharhinus falciformis dan Carcharhinus sorrah), cucut paitan (Alopias superciliosus), cucut tikusan (Alopias pelagicus), dan cucut mako (Isurus sp.) antara 3 sampai dengan 30%. Hasil tangkapan ikan cucut (Requiem shark sp.) terhadap hasil tangkapan total rawai tuna permukaan antara 5 sampai dengan 25% pada tahun 2004 dari rata-rata 85 unit kapal rawai tuna yang beroperasi di perairan Samudera Hindia. Hasil tangkapan ikan cucut (Requiem shark sp.) tertinggi terjadi pada bulan Juli sampai dengan Agustus. Hasil tangkapan ini berkaitan dengan kondisi cuaca (Requiem shark sp.) pada saat nelayan melakukan penangkapan ikan di laut. Tuna long lines fisheries have more contributed on the catch of shark (Requiem shark sp.) in the Indian Ocean. Most of catch from tuna long lines landed at two main landing sites of tuna long line which operated in the Indian Ocean were Pelabuhan Ratu and Cilacap. This study was conducted at that two landing sites during 2004. The result showed that shark (Requiemshark sp.) catch composition on tuna long line was dominated by blue shark, Prionace glauca (40 to 90%), while other sharks i.e. silky shark (Carcharhinus falciformis), spot tail shark (Carcharhinus sorrah), big eye thresher (Alopias superciliosus), pelagic thresher (Alopias pelagicus), and mako shark (Isurus sp.) between 3 to 30% from the total catch of shark (Requiem shark sp.). Percentage catch of sharks (Requiem shark sp.) againts total catch of tuna surface long line during 2004 was ranging 5 to 25% from everage of 85 unit of tuna long line boat that operated in the Indian Ocean. Catch fluctuation related with the weather conditon when the fishers are fishing activity at sea. The high catch of shark (Requiem shark sp.) was occur on July until August.
DISTRIBUSI SPASIAL, STATUS PEMANFAATAN, DAN UPAYA KONSERVASI PESUT MAHAKAM (Orcaella brevirostris) DI KALIMANTAN TIMUR Dharmadi Dharmadi; Dede Irving Hartoto; Syahroma Husni Nasution; Dian Oktaviani
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 15, No 1 (2009): (Maret 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (886.601 KB) | DOI: 10.15578/jppi.15.1.2009.49-58

Abstract

Penelitian dilakukan pada tahun 2004 - 2006 di Danau Semayang dan Muara Kaman (bagian dari Sungai Mahakam), Kalimantan Timur, melalui survei lapangan dan wawancara langsung dengan nelayan, masyarakat, dan Dinas Perikanan, Dinas Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebaran secara spasial, status pemanfaatan, dan upaya konservasi pesut Mahakam (Orcaella brevirostris). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa distribusi pesut Mahakam secara spasial terdapat di Muara Kaman, Muara Sungai Pela Kecil, muara Sungai Pela Besar, Danau Semayang, dan Danau Melintang. Pada saat ini, pesut Mahakam di Sungai Mahakam digunakan sebagai wisata air bagi turis domestik maupun luar negeri. Upaya konservasi pesut Mahakan dapat dilakukan melalui perlindungan habitat dari pencemaran dan pendangkalan, perlindungan suaka perikanan yang berfungsi untuk penyedia makanan alami serta meningkatkan peran aktif masyarakat agar turut menjaga kelestarian pesut. This study was conducted during 2004 to 2006 in Semayang and Melintang Lakes, Mahakam segment around Muara Kaman River of East Kalimantan, through field survey methods, and directly interview to respective respondens of fishers, local people, Fisheries Regency Departement and Forest Protection and Natural Resources Conservation. The objective of the study was to elucidate the distribution spasial, utilization status, and conservation effort of freshwater dolphin (Orcaella brevirostris). Results show that the spasial distributions of freshwater dolphin were found in Kaman, Pela Kecil, Bank of Pela Besar Rivers, Semayang, and Melintang Lakes. Freshwater dolphines was used as echotourism for local and foreign tourisms. There are some efforts to conserve of freshwater dolphin in the East Kalimantan, namely habitat protection from pollution and sedimentation, fisheries area protection for providing natural food and to increase local people role in conserving the existence of these animals.
ASPEK BIOLOGI DAN DAERAH PENANGKAPAN CUCUT BOTOL (Squalus sp.) YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA Dharmadi Dharmadi; Fahmi Fahmi
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 13, No 1 (2007): (April 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (634.003 KB) | DOI: 10.15578/jppi.13.1.2007.35-42

Abstract

Penelitian mengenai keragaman jenis Elasmobranchi dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Desember 2002 di pelabuhan-pelabuhan perikanan PPI Cilacap, TPI Palabuhanratu, TPI Kedonganan-Bali, dan PPI Tanjung Luar-Lombok Timur. Cucut botol Squalus sp. merupakan jenis cucut laut dalam yang paling sering dijumpai selama penelitian berlangsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cucut botol betina lebih sering tertangkap dibandingkan cucut jantan pada setiap waktu pengamatan. Frekuensi panjang cucut botol tertinggi dijumpai pada bulan Juni danAgustus yaitu berkisar antara 62 sampai dengan 68 cm. Nisbah kelamin cucut botol antara jantan betina selama pengamatan adalah 1:1,83. Hubungan antara panjang total tubuh dan panjang klasper cenderung linier dengan nilai R2=0,634326. Puncak musim penangkapan cucut botol terjadi sekitar bulan Agustus. Sedangkan daerah penangkapan cucut botol adalah di perairan Samudera Hindia. A study on diversity Elasmobranchi of was conducted using market surveys method from January to December 2002 at several fish landings in southern Indonesia, i.e. the Cilacap, Palabuhanratu, Kedonganan- Bali, and Tanjung Luar-East Lombok landing sites.A deep water shark, Indonesian shortnose spurdog (Squalus sp.), was the most common deep water sharks captured in the area during the study. Results show that females sharks were caught more frequent at every observation than those of males. The most abundant of Indonesian shortnose spurdog was recorded in June and August ranging from 62 to 68 cm in total length. Sex ratio between males and females of Squalus sp. during the study was 1:1.83, and the relationship between total length and claspers length of dogfish shark was linier (R2=0.634326). The peak fishing season of Indonesian spurdog was occurred in August with the fishing area was in the Indian Ocean.
DISTRIBUSI FREKUENSI PANJANG, HUBUNGAN PANJANG TUBUH, PANJANG KLASPER, DAN NISBAH KELAMIN CUCUT LANJAMAN (Carcharhinus falciformis) Dharmadi Dharmadi; Fahmi Fahmi; Mohammad Adrim
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 13, No 3 (2007): (Desember 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.088 KB) | DOI: 10.15578/jppi.13.3.2007.243-254

Abstract

Cucut lanjaman (C. falciformis) merupakan salah satu jenis cucut dari famili Carcharhinidae yang umum tertangkap di perairan Samudera Hindia dengan alat tangkap rawai cucut, rawai tuna, dan jaring insang tuna. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2001 sampai dengan Desember 2004 di beberapa tempat pendaratan ikan dan pasar ikan di Pelabuhanratu, Cilacap, Kedonganan-Bali, dan Tanjung Luar-Lombok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara panjang total dengan panjang klasper terlihat eksponensial, dengan nilai R2=0,8218 (untuk klasper yang belum berisi zat kapur), dan nilai R2=0,8197 (untuk klasper yang sebagian berisi zat kapur), dan linier dengan nilai R2=0,7529 (untuk klasper yang penuh dengan zat kapur). Korelasi antara panjang klasper dengan panjang total tubuh cucut semakin kecil dengan semakin bertambah zat kapur dalam klasper. Frekuensi panjang terendah pada cucut lanjaman betina antara 51 sampai dengan 60 cm dan 241 sampai dengan 250 cm dan frekuensi panjang tertinggi antara 181 sampai dengan 190 cm. Pada cucut lanjaman jantan, frekuensi panjang terendah 251 sampai dengan 260 cm dan tertinggi antara 181 sampai dengan 190 cm. Sedangkan nisbah kelamin jantan dan betina cucut lanjaman mendekati 1:1 (51:49%). Nilai perbandingan nisbah kelamin suatu spesies dapat disebabkan oleh ketersediaan ikan dan selektivitas alat tangkap. Silky shark (C. falciformis) is one of the family Carcharhinidae community caught by shark longlin from, drift tuna long line and drift gill net in the Indian Ocean. This study was conducted between April 2001 to December 2004 at some fish landing sites an or fish market i.e. Palabuhanratu, Cilacap, Kedonganan-Bali, and Tanjung Luar Lombok. Results showed relationship between total length and clasper length was exponential (R2=0.8218), for not calcification clasper, and (R2=0.8197) for not full calcification clasper, and linier (R2=0.7529) for full calcification claspe . The correlation of clasper length and total length of silky shark tend to be smaller with in creasing calcificated content and clasper. The lowest length frequency of female silky shark was 51 to 60 cm and 241 to 250 cm, and the highest length frequency was 181 to 190 cm. Lowest length frequency of male silky shark was 251 to 260 cm and the highest was 181 to 190 cm. While sex ratio of male and female was mostly 1:1 (51: 49%). Variation of sex ratio occured due to the availability of fish and the selectivity of the fishing gear.
ASPEK BIOLOGI, PEMANFAATAN, DAN STATUS KONSERVASI IKAN PARI AIR TAWAR (Himantura oxyrhyncha) Dharmadi Dharmadi; Zulkarnaen Fahmi
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 2, No 5 (2009): (Agustus 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (487.858 KB) | DOI: 10.15578/bawal.2.5.2009.225-229

Abstract

Ikan pari air tawar (Himantura oxyrhyncha) merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis penting. Salah satu jenis ikan pari air tawar yang sampai saat ini masih dieksploitasi adalah Himantura oxyrhyncha. Jenis ikan pari ini habitatnya di sekitar muara sungai yang berhubungan dengan Sungai Kapuas pada kedalaman 1-3 m. Himantura oxyrhyncha merupakan spesies sasaran tangkapan dari alat tangkap jaring pukat mini yang beroperasi di sekitar SungaiKapuas, Kalimantan Barat. Spesies ini dimanfaatkan sebagai ikan hias dan dapat diekspor ke mancanegara. Status konservasi dalam daftar merah yang dikeluarkan IUCN termasuk dalam kategori spesies yang rawan mengalami kepunahan. Sedangkan di Indonesia meskipun belum menjadi catatan sebagai spesies yang rawan tetapi harus menjadi perhatian serius, mengingat populasinya diduga sudah menurun.
KEBERADAAN PESUT (Orcaella brevirostris) DI SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR*) Dian Oktaviani; Syahroma Husni Nasution; Dharmadi Dharmadi
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 1, No 4 (2007): (April 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1785.106 KB) | DOI: 10.15578/bawal.1.4.2007.127-132

Abstract

Pesut atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Irrawaddy dolphin dengan nama ilmiah (Orcaella brevirotris) adalah spesies mamalia air tawar yang dilindungi baik secara nasional maupun internasional. Sungai Mahakam yang berada di Propinsi Kalimantan merupakan salah satu habitat pesut di Indonesia, dan sampai dengan saat ini dapat dilihat keberadaan. Populasi pesut yang semakin turun sehingga memerlukan perhatian dalam upaya mempertahankan keberadaan. Upaya tersebut memerlukan koordinasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat dalam menjaga kualitas habitat dan pesut.