Isa Nagib Edrus
Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

KONDISI KESEHATAN TERUMBU KARANG TELUK SALEH, SUMBAWA: Tinjauan Aspek Substrat Dasar Terumbu dan Keanekaragaman Ikan karang Isa Nagib Edrus; Syahrul Arief; Erik Setyawan
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 2 (2010): (Juni 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1856.307 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.2.2010.147-161

Abstract

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2009 di perairan Teluk Saleh dan sekitarnya, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengindentifikasi kesehatan karang dan keragaman jenis karang serta untuk mengidentifikasi struktur komunitas ikan karang. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah line intercept transect dan sensus visual. Hasil penelitian di 13 lokasi pencuplikan data menunjukan bahwa kesehatan terumbu tergolong buruk 8%, sedang 69%, dan baik 23%. Di antara lokasi tersebut terdapat 58 genus karang dari 17 suku, di mana jumlah genus bervariasi antar lokasi. Labuhan Haji memiliki jumlah marga karang keras terbesar (34 genus) dan Pulau Dangar Besar memiliki jumlah marga terkecil (18 genus). Persen tutupan karang keras bervariasi antara 16,97% (kategori kritis) sampai 57,39% (kategori baik). Dari 13 lokasi transek, tujuh diantaranya memiliki indeks keanekaragaman ikan karang yang tinggi (H = 3,5-4) dan enam lokasi lainnya memiliki indeks keanekaragaman sedang (H = 3,5). Sedikitnya terdapat 405 jenis ikan karang dengan 143 marga dari 47 suku. Keanekaragaman komunitas tergolong sedang sampai tinggi. Kepadatan individu per meter persegi tergolong rendah pada sebagian besar lokasi transek. This study was caried out in April 2009 at the adjacent waters of Saleh Bay, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. The study objectives are to identify the coral health, coral diversity, and the reef fish community structure.Methods used for those are a line intercept transect and a census visual technique. For the 13 data gathering sites, the results show that 8% of the areas had a poor reef health category, 69% of the others had a moderate reef health category, and 23% of the rest areas had a good reef health category.Among the areas, there were 58 genus derived from17 families, where genus numbers varied one another of the areas. Labuhan Haji had a highest number of genus (34) and Dangar Besar Island has a lowest number of genus (18). Percent cover of hard corals varied from 16.97% (kritical state) to 57.39% (good health). Among the 13 transect sites, seven of those had a high rank of reef fish diversity indeces (from 3.5-4) and the others had a moderate reef fish diversity index (3.5). At least there were 405 spesies, 143 genus, and 47 families identified for reef fish. Diversity indices of the community ranged from fair to high. Its density per square meter was rare for majority of the transect areas.
STRUKTUR KOMUNITAS IKAN KARANG DI PERAIRAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN, SULAWESI TENGAH Isa Nagib Edrus; Guridno Bintar Saputro
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 15, No 4 (2009): (Desember 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2410.875 KB) | DOI: 10.15578/jppi.15.4.2009.321-332

Abstract

Perubahan habitat karang adalah resiko yang mungkin dihadapi sebagai akibat pembangunan. Keanekaragaman ikan karang merupakan suatu indikator penting yang dapat memberikan gambaran perubahan pada lingkungan perairan karang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berbagai indeks ekologis komunitas ikan karang. Data ikan karang dikumpulkan dengan metode sensus visual pada daerah seluas l00 m'. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks kekayaan (R,) ikan karang terkecil 4,47 dan terbesar 16,61. Kondisi keanekaragaman ikan karang masuk pada kategori sedang pada 21 lokasi (dengan indeks H: 2,65-3,44), kategori tinggi pada 11 lokasi (H: 3,48-3,88), dan kategori rendah pada 1 lokasi (H: 2,08). Indeks dominansi (D) masuk pada kategori rendah dan indeks keseragaman (E) masuk pada kategori tinggi untuk semua lokasi. Indeks jumlah koloni (N'l dan N2) relatif besar, variasinya terkecil 8,03 dan 4,81, dan terbesar 48,63 dan 32,58. Kelompok ikan karang mayor mendominansi komunitas ikan karang. Persentase kelompok ikan indikator tergolong kecil, kecuali untuk 1 lokasi. Potensi ikan target niaga cukup tin99i. Kepadatan ikan karang tergolong jarang, yaitu di bawah 10 ind./m'?. Nilai dari Indeks-indeks tersebut menunjukkan bahwa lingkungan perairan karang di Kabupaten Banggai Kepulauan pada umumnya dalam kondisi baik. Economic developments probably lead to habitat alteration isks. Reef fish diversity is a maior indicator to expose a current environmental state of coral reefs. The study objective is to tine out several diversity indices of reef fish communities. The data of reeffish was gathered by using a visualcensus transect method forthe reef sites of 100 square meters in areas. The results show that nchness indices (R1) of reef fish ranged from the lowest of 4.47 to the highest of 16.61. Shannon diversity indicds of reef fish felt in the fair category lot 21 study sites (indices H: 2.65-3.44), in the high category for 11 study sites (H: 3.48 3.88), and in the low category for one study site (H: 2.08). Dominance lndices (D) of reef fish felt in a low category and evenness indices felt in a high category for all study sites. Hill's Diversity numher (Nl and N2) included in high category, the lowest vaied lrom 8.03-4.81 and the highest vaied from 48.63-32,58. The major fish groups were predominant among reef tish communit'. Percentages of indicator fish species felt in low areas for all the study sites, except one the study site.Potencies of marketablelarget fish were high enough. Reef fish densities were grouped in rare areas,especially <10 ind./m2. Generally, the index rates indicated well for reef water environments of theBanggai Archipelago.
STRUKTUR KOMUNITAS IKAN KARANG DI PERAIRAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA Syahrul Arief; Isa Nagib Edrus
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 3 (2010): (September 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3640.245 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.3.2010.235-250

Abstract

Pulau terpencil di wilayah Maluku Barat Daya telah mendapat perhatian pemerintah dalam kaitannya dengan pengumpulan informasi sumber daya pesisir. Penelitian ini dilakukan pada Pulau Leti, Moa, Lakor, Metimialam, dan Metimiarang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi struktur komunitas ikan karang. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dan informasi adalah sensus visual dalam transek sabuk seluas 250 m2. Hasil penelitian pada 21 lokasi pencuplikan data menunjukan bahwa sedikitnya terdapat 309 jenis ikan karang dari 45 suku. Indeks kekayaan jenis berkisar pada nilai 8-18. Indeks keanekaragam komunitas ikan karang berkisar pada nilai tiga. Indeks dominansi di bawah 0,10. Kepadatan ikan per meter persegi di bawah 10 individu dan ini tergolong rendah pada sebagian besar lokasi transek. Kelompok ikan mayor mendominansi komunitas ikan karang. Remote islands in South East Maluku get a government concern in terms of gathering coastal resource information. This study was caried out in the adjacent waters of Leti, Moa, Lakor, Metimialam, and metimiarang Islands. This study objectives were to obtain data and information about community structure of coral fishes. Methods used for those were census visual in belt transect with 250 m2 in area. For the 21 data gathering sites, the results showed that at least there were 309 spesies derived from 45 families identified for reef fish. Richness index of fish spesies ranged from 8-18. Diversity indices of the community were around of 3 level. Dominant indices below 0.10. Fish density per square meter was less than ten individuals and those are rare for majority of the transect areas.Mayor-fish group dominated the communities.
SUMBER DAYA IKAN KARANG PERAIRAN KABUPATEN BANGGAI, SULAWESI TENGAH Gurindo Bintar Saputro; Isa Nagib Edrus
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 1 (2008): (Maret 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (13859.148 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.1.2008.79-121

Abstract

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2006 di perairan Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi indeks keanekaragaman sumber daya ikan karang yang terdiri atas kekayaan jenis, keanekaragaman jenis, dominasi jenis, keanekaragaman jumlah, dan keseragaman dalam komunitas. Metode yang digunakan adalah rapid reef assessment, line intercept transect, dan sensus visual. Penelitian ini, baik melalui proses rapid reef assessment maupun line intercept transect, berhasil mengidentifikasi 319 jenis ikan karang dan 121 marga dari 40 suku, dengan variasi antara lokasi berkisar antara 14 sampai dengan 140 jenis ikan karang. Jumlah wilayah transek 32 lokasi dan 6 lokasi antara lain memiliki indeks keanekaragaman ikan karang dengan kategori tinggi, 3 lokasi memiliki indeks keanekaragaman rendah, dan sisa 23 lokasi memiliki keanekaragaman ikan karang dengan kategori sedang.  This study was carried out in July 2006 at the waters of Banggai District, Central Sulawesi with aim to identify the diversity indeces of reef fish resources including species richness, species diversity, species domination, diversity numbers, and evenness in fish community. Methods used were rapid reef assessment, line intercept transect, and visual census. The study of using both rapid reef assessment and line intercept transect identified successfully 319 species, 121 genus, and 40 families with reef fish species locally varied from 14 to 140. Total of transect areas were 32 sites and 6 of those were classified in the high diversity, 3 sites were classified the lower diversity and the others were grouped in the fair diversity.
KEBIJAKAN MORATORIUM IKAN NAPOLEON (Cheilinus ndulatus Rüppell 1835) Isa Nagib Edrus
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 3, No 2 (2011): (November, 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (199.064 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.3.2.2011.115-133

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan masukan bagi kebijakan perlindungan jenis ikan rawan punah, seperti ikan Napoleon. Tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam mempertimbangkan inisiatif moratorium penangkapan ikan tersebut. Metode penulisan menggunakan analisis kebijakan publik. Pertimbangan moratorium antara lain adalah bahwa perikanan Napoleon mengalami krisis karena lebih kapasitas usaha, lebih tangkap dan cara penangkapannya yang merusak, sementara kebijakan pengelolaan ikan Napoleon tidak kondusif dari sisi lingkungan hidup, hukum dan penegakan hukum. Lebih jauh statusnya sudah digolongkan rawan punah oleh UNEP dan dibutuhkan pengelolaan yang lebih berhati-hati. Ketidak-beruntungannya adalah telah terjadi penangkapan ilegal dan tidak terdata dalam sistem transpotasinya. Kuota penangkapan ikan Napoleon hanya mengatur perdagangan global, tetapi peraturan pengelolaan yang bersifat domestik membutuhkan aturan yang lebih serius untukmenyelamatkan ikan Napoleon dari kepunahan. Inisiatif perlindungan jenis satwa rawan punah memiliki dasar hukum hingga disarankan untuk menetapkan moratorium berjangka. Sosialisasi merupakan langkah penting untuk mendapatkan penerimaan masyarakat atas moratorium. Monitoring dan evaluasi merupakan bagian siklus dari moratorium untuk melihat kemajuan dan perbaikan manajemen.This paper is aime to make a sinthesis of policy of endangered species protection, such as Hump Head Wrasse (HHW). This will be usefull for the Ministry for Marine and Fishery to decide a moratorium inisiative for the fish. A method used is the publicpolicy analysis. Some of judgements for making moratorium are that HHW fisheries were under crisis condition due to over capacity, over fishing and destructive fishing, while Napoleon fishery management was being worse for circumstances of living environment, law and law enforcement. Furthermore, HHW was listed in endanger species by UNEP and needed to carefully management. Unfortunatelly, it was happened the Illegal, Unregulated and Unmonitored (IUU) fishing. Napoleon Fishing quota was only for global market regulation; however, domestically management regulation was needed a serious protocol to keep Napoleon save from losses. More protective manner for endanger wilds have the regulation willing to use in decision making for moratorium. Moratorium translations for publics are potential suggestion to get social acceptances and understanding. Monitoring and evaluation include in moratorium cyclus to identity progress and improve management.