Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

NISBAH KELAMIN, UKURAN PERTAMA KALI TERTANGKAP DAN CATCH PER-UNIT EFFORT DUA JENIS LOBSTER KIPAS (SCYLLARIDAE) DI PERAIRAN KUPANG DAN SEKITARNYA Ngurah N Wiadnyana; Setiya Triharyuni; Prihatiningsih Prihatiningsih
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 25, No 1 (2019): (Maret) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (416.572 KB) | DOI: 10.15578/jppi.25.1.2019.27-34

Abstract

Pemanfaatan lobster kipas (Scyllaridae) yang tertangkap di Perairan Kupang terus meningkat, tetapi informasi mengenai kondisi stok dan aspek biologi nya belum banyak diketahui. Tulisan ini mengkaji nisbah kelamin, rata-rata ukuran pertama kali tertangkap dan catch per-unit of effort (CPUE) lobster kipas di perairan Kupang dan sekitarnya. Kedua spesies lobster kipas yang dianalisis merupakan hasil tangkapan sampingan jaring krendet yang dilakukan oleh nelayan setempat. Jenis data yang dianalisis meliputi data penangkapan dan biologi lobster yang dikumpulkan selama periode Oktober 2015 - Desember 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua jenis lobster kipas hasil tangkapan sampingan di perairan Kupang, yaitu Scyllarides haanii dan Thenus indicus dengan komposisi hasil tangkapan T. indicus lebih banyak dari S. haanii. Rata-rata ukuran panjang pertama kali tertangkap (Lc) untuk lobster T. indicus betina berdasarkan panjang karapas adalah sekitar 93,79 dan 94,18 mm untuk jantan, sedangkan untuk lobster S. haanii betina adalah 101,40 mm dan 104,06 mm untuk jantan. Nisbah kelamin dari kedua jenis lobster ini masih dalam kondisi seimbang. Rata-rata nilai CPUE lobster jenis T. indicus 3,7 kg/trip lebih besar dibandingkan dengan nilai CPUE S. haanii sebesar 0,8 kg/trip. Nilai CPUE dari tiap-tiap lokasi penangkapan tidak berbeda nyata antar lokasi penangkapan.The utilization of slipper lobster (Scyllaridae) caught in around Kupang waters is increased continuously, however a little information on its stock and biological aspect is available. This paper describes sex ratio, length at first capture and the catch per-unit of effort (CPUE) of the slipper lobster population in the Kupang and surrounding waters. Both slpper lobsters analyzed are a by-catch of a gillnet operated by local fishermen. The data analysized included cacth and biology of lobster collected during the period of October 2015 to December 2016. Results show that there were two types of slipper lobster as by-catch in Kupang waters, namely Scyllarides haanii and Thenus indicus with the number of T. indicus higher than S. haanii. The first lengths of captured (Lc) for female T. indicus based on carapac lenght was 93.79 and 94.18 mm for male, while female S. haanii were 101.40 mm (female) and 104.06 mm for male. The sex ratio of both types of lobsters was still in a balanced condition. The average CPUE of T. indicus was 3.7 kg/trip, higher than that CPUE value of S. haanii of only 0.8 kg/trip. The CPUE value was significantly no different between the fishing location.
ASPEK BIOLOGI DAN MUSIM PENANGKAPAN LOBSTER (Panulirus spp) DI PERAIRAN KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR Setiya Triharyuni; Ngurah N Wiadnyana
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 23, No 3 (2017): (September 2017)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1181.431 KB) | DOI: 10.15578/jppi.23.3.2017.167-180

Abstract

Lobster merupakan komoditas perikanan andalan yang banyak dieksploitasi di perairan Kupang untuk memenuhi permintaan pasar dalam dan luar negeri. Hal ini menyebabkan kegiatan penangkapan lobster berlangsung sangat intensif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek biologi dan musim penangkapan lobster. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi ukuran panjang karapas dan berat serta jenis kelamin tiap-tiap jenis lobster yang tertangkap serta hasil tangkapan dan upaya yang dilakukan secara bulanan. Data tangkapan lobster yang dianalisis dicatat selama periode Oktober 2015 - Desember 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa  terdapat empat jenis lobster dari kelompok Palinuridae, yaitu lobster bambu (P. versicolor), lobster batu (P. penicillatus), lobster pasir (P. homarus) dan lobster mutiara (Panulirus ornatus). Berdasarkan jumlah individu, tangkapan lobster bambu mendominasi yaitu sekitar 60 % dari tangkapan total. Secara umum ukuran dari semua jenis lobster sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang undangan. Nisbah kelamin yang seimbang dan ukuran rata-rata pertama kali tertangkap lebih besar dari setengah panjang infinitif dan panjang pertama matang gonad menunjukkan bahwa sumber daya lobster masih layak untuk dieksploitasi. Musim penangkapan losbter di wilayah Kupang ini secara umum terjadi pada periode musim penghujan yang mulai dari September sampai Februari. Pembinaan kepada nelayan perlu ditingkatkan agar nelayan tetap patuh pada peraturan perundangan yang berlaku, bahkan dapat diikuti dengan nelayan di wilayah lainnya. Lobster fishery commodity in Kupang. Many lobsters are exploited in these waters to meet domestic and foreign market demand. This led to lobster fishing activities very intensive. The research on lobster resources was conducted to analyze the biology aspect and lobster fishing season. Data included, length of the carapace, individual weight, sex of lobsters and the monthly catches and efforts. The lobster catch data analyzed were recorded during the period of October 2015 - December 2016. The results show that there were four species of lobster from the Palinuridae group,i.e:the ornate spiny lobster (Panulirus ornatus), pronghorn spiny lobster (P. penicillatus), scalloped spiny lobster (P. homarus) and painted spiny lobster (P. versicolor). The catch was dominated by P. versicolor with 60% of the total catch. Generally the size of all lobster species with the regulation concerning the lobster fishing. The balance of sex ratio and the size of Lc of more than 0,5 of Land more than length at first maturity indicates that the lobster resource in Kupang and surrounding waters  is still exploited. The losbter fishing season is generally in the rainy season period from September to february. The increase of guidance to fishermen is needed to keep the fishermen the law and regulations, even can be followed by fishermen in other areas.
IMPLEMENTASI PENUTUPAN AREA DAN MUSIM PENANGKAPAN UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN UDANG DI LAUT ARAFURA Wijopriono, Wijopriono; Ngurah N Wiadnyana; Dharmadi Dharmadi; Ali Suman
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 11, No 1 (2019): (Mei) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (425.918 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.11.1.2019.11-21

Abstract

Kajian penutupan area dan waktu penangkapan udang telah dilakukan, menyusul pemberlakuan moratorium perizinan usaha perikanan tangkap dan pelarangan pengoperasian trawl di Laut Arafura. Kajian ini diperlukan untuk memberikan perspektif pilihan strategi dalam upaya pemulihan stok, dengan pertimbangan manfaat ekonomi dan keberlanjutan sumberdaya udang di Laut Arafura. Dalam status lebih tangkap yang tinggi, lebih banyak diterapkan strategi penutupan musim pada periode pemijahan dan masa perekrutan untuk melindungi induk dan juvenile udang. Dari data biologi, runut kehidupan, dan pola penangkapan udang, diperoleh dua pilihan strategi, yaitu: penutupan sepanjang tahun area penangkapan di sisi barat laut Arafura yang diketahui sebagai habitat pemijahan udang, atau menghentikan seluruh kegiatan pengoperasian pukat udang dan pukat ikan di Laut Arafura pada musim puncak pemijahan, yaitu periode Februari dan Agustus-September. Keputusan pemilihan kedua strategi tersebut memiliki konsekuensi yang berbeda dari sisi biologi, ekonomi dan sosial. Penutupan musim akan efektif jika disertai tindakan lain seperti kontrol tangkapan dan pembatasan jumlah armada/alat tangkap serta kebijakan teknis lainnya seperti kewajiban penggunaan by-catch reduction device (BRD) pada pukat udang dan ikan, penempatan observer diatas kapal, kewajiban penggunaan peralatan vessel monitoring system (VMS) dan sistem pelaporannya.Assement of seasonal and area closure of fishing has been conducted, following the enactment of moratorium on the capture fisheries business and the prohibition of trawling operations in the Arafura Sea. This work is needed to provide a strategic option perspective in the efforts of rebuilding stock, taking into consideration the economic benefits and sustainability of shrimp resources in the Arafura Sea. In situation ofheavy over-exploited, more seasonal closing strategies are adopted during the spawning period and recruitment periods to protect broodfish and juveniles. Based on biological data including life history and shrimp fishing patterns, two strategic options are obtained, i.e., year-round closing of fishingareas on the western side of Arafura Sea known as shrimp spawning habitat, or stop shrimp and fish trawl fishing activities in all areas of the Arafura Sea duringpeak spawning season, i.e., in February and August-September. Decisions on the selection of these two strategies have different biological, economic and social consequences. Seasonal closure will be effective if accompanied by other measures such as catch control and fleet/fishing gear restrictions and other technical policies such as obligation to install by-catch reduction device (BRD) on shrimp and fish trawls, placement of observer onboard of the vessels, obligation to install the equipment of vessel monitoring system (VMS) and their reporting systems.
EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELARANGAN EKSPOR PRODUK HIU APPENDIK II CITES Dharmadi Dharmadi; Andrias Samusamu; Dian Oktaviani; Ngurah N Wiadnyana
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 11, No 1 (2019): (Mei) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (438.87 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.11.1.2019.1-10

Abstract

Perlindungan terhadap tiga jenis hiu martil (Sphyrna lewini, S. mokarran, S. zygaena) dan satu jenis hiu koboi (Carcharhinus longimanus) dilakukan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 59/PERMEN-KP/2014 jo. PERMEN KP No. 34/PERMEN-KP/2015. Peraturan ini menekankan pada pelarangan terhadap pengeluaran hiu dan produk turunannya dari Wilayah Negara Republik Indonesia. Untuk mengetahui efektivitas implementasi regulasi tentang hiu tersebut dilakukan kajian yang dilakukan di empat tempat pendaratan hiu, yakni di Palabuhanratu (Jawa Barat), Cilacap (Jawa Tengah), di Tanjungluar (Lombok Timur) dan di Kota Kupang (Nusa Tenggara Timur). Pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran literatur, enumerator, pengamatan langsung dan wawancara dengan nelayan dan pemangku kepentingan. Analisis dilakukan secara diskriptif kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa secara keseluruhan terbitnya regulasi pelarangan perdagangan produk hiu belum dipahami sepenuhnya baik di tingkat nelayan, pedagang produk hiu maupun aparat penegak hukum. Hasil kajian merekomendasikan hal sebagai berikut: (1) Kegiatan sosialisasi pemahaman peraturan kebijakan konservasi sumber daya hiu perlu dilakukan secara intensif dan berkesinambungan; (2) Kebijakan peraturan pelarangan ekspor produk hiu (PERMEN KP No.34/PERMEN-KP/2015) perlu segera diperpanjang kembali minimal untuk satu tahun kedepan, berdasarkan pertimbangan karakteristik biologi hiu dan sistem pendataan terhadap hiu Appendiks II CITES yang belum baik; (3) Penyusunan aturan dan ketentuan lengkap perlu dilakukan oleh Ditjen Teknis mengenai pemisahan produk hiu dan mencatat volume berdasarkan jenis hiu yang ditetapkan masuk Appendiks II CITES yang akan diperdagangkan, dan; (4) Penguatan data hiu Appendiks II CITES terus dilakukan dengan pendataan yang mencakup daerah penangkapan, jumlah hiu yang tertangkap, dan distribusi penjualan hasil tangkapan hiu.Protection of three species of Hammerhead sharks (Sphyrna lewini, S. mokarran, S. zygaena) and one species of Whitetip shark (Carcharhinus longimanus) was carried out with the issuance of Ministerial Regulation No. 34/PERMEN-KP/2004 KP and the extension of Ministerial Regulation No. 59/ PERMEN-KP/2015. The regulations emphasize the prohibition on the release of sharks and derivative products from the Territory of the Republic of Indonesia. To find out the effectiveness of the regulation implementation on sharks, a study was conducted in four shark landing sites: Palabuhanratu (West Java), Cilacap (Central Java), Tanjungluar (East Lombok) and Kupang (East Nusa Tenggara). Data collection is done through literature review, enumerator, direct observation and interview with fishers and stakeholders.The analysis is done in qualitative descriptive. The results of the study indicate that the overall regulation on the ban on trading of shark products, has not been fully understood either at the level of fishermen, shark product traders or law enforcement officers. The results of the study recommend the following: (1) The socialization of understanding of the regulations on the conservation policy of shark resources needs to be carried out intensively and continuously; (2) The regulation on the ban on the export of shark products (Ministerial Regulation No.34 / PERMEN-KP / 2015) needs to be renewed at least for the next year, based on the consideration of shark biological characteristics and poor CITES Appendix II shark data collection system; (3) Preparation of complete rules and provisions needs to be published by relaed Directorate General concerning the separation of shark products and recording the volume based on the species of shark that is set in CITES Appendix II to be traded and; (4) Strengthening shark data record of CITES Appendix II consist of fishing areas, number of sharks, and sales distribution of shark catches.