Badrudin Badrudin
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, Ancol-Jakarta

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DEMERSAL DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN LAUT JAWA Ngurah Nyoman Wiadnyana; Badrudin Badrudin; Aisyah Aisyah
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 4 (2010): (Desember 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.978 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.4.2010.275-283

Abstract

Untuk menjawab seberapa banyak ikan yang dapat dipanen secara maksimum di wilayah pengelolaan perikanan Laut Jawa tanpa mengurangi prospek pemanfaatannya pada masa mendatang dan tanpa merusak stoknya, dilakukan analisis terhadap catch, effort, dan catch per unit of effort periode tahun 1997-2008 dan aplikasi model produksi surplus. Besarnya maximum sustainable yield telah diestimasi, yang bermanfaat sebagai salah satu dasar bagi langkah pengelolaan perikanan. Penangkapan ikan demersal dengan menggunakan cantrang di Laut Jawa saat ini hampir tanpa langkah pengelolaan yang memadai. Dapat dipastikan bahwa hasil tangkapan tersebut tidak akan terliput dalam statistik produksi perikanan secara akurat baik dalam statistik provinsi ataupun statistik nasional. Langkah pengelolaan sumber daya ikan demersal di Laut Jawa dapat menekankan pada jenis ikan demersal tertentu (target). Dengan mengelola ikan target tersebut, semua jenis ikan demersal dapat terkelola dengan baik. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan demersal di Laut Jawa secara umum sudah over fishing. Mengingat bahwa pergerakan ikan demersal yang lamban dan migrasi yang tidak jauh, maka status eksploitasi di kawasan inshore utara Jawa dapat dikatakan sudah depleted, sedangkan kegiatan penangkapan ikan di perairan offshore diduga memberikan keuntungan. To know how many fish can be harvested maximally without jeopardizing their stock in the future, the analysis of catch and effort data using the surplus production model was done to estimate the maximum sustainable yield that serves as one of the management measures. Exploitation of demersal fish resources using cantrang in the Java Sea nowadays almost without any appropriate management plan. It is found that most of the catch landed has not been recorded appropriately in fisheries statistics both in the province and national level. The level of exploitation of demersal resources in the Java Sea has likely been over fishing. The higher vulnerability of demersal fish due to the lower movement and migration, the status of demersal fish in the inshore waters along the north Java coast has likely been depleted similar with the southern bluefin in the Indian Ocean, while fishing activities in the offshore waters are likely to be profitable as the lower level of fishing pressur are likely occurred. It is suggested that the management measure could be adopted in Java Sea based on red snapper as target species group. With this measure, most of the demersal fish can properly be managed.
KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus spp.) DI LAUT ARAFURA Budi Iskandar Prisantoso; Badrudin Badrudin
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 2, No 1 (2010): (Mei 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (37.486 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.2.1.2010.71-78

Abstract

Sumber daya ikan kakap merah di Laut Arafura secara efektif dimanfaatkan oleh perikanan rawai dasar dan pukat ikan skala industri. Pukat udang dengan target penangkapan udang tertangkap juga sejumlah besar ikan demersal, di mana ikan kakap merah (Lutjanus spp.) berukuran kecil sering tertangkap dalam jumlah yang sedikit. Melaui kajian genetic similarity Australia menyimpulkan bahwa ikan kakap merah di kedua sektor Laut Arafura tersebut merupakan satu unit stok yang dikelola secara bersama melalui kerangka kerja Indonesia- Australia shared snapper management plan. Secara ekonomi, langkah pengelolaan bersama tersebut mempunyai implikasi luas yang berpotensi merugikan Indonesia. Hasil analisis data dan informasi lanjutan menemukan bahwa populasi ikan kakap merah di kedua sektor perairan Laut Arafura merupakan unit-unit stok yang terpisah dengan cakupan kawasan perairan yang sangat luas (mega separate stock). Dengan demikian stok ikan kakap merah di kedua sektor Laut Arafura tersebut dapat dikelola sesuai dengan yurisdiksi, kebijakan, dan tujuan pengelolaan yang ditetapkan oleh masing-masing negara.Red snapper resources in the Arafura Sea have been effectively exploited by the industrial scale of bottom long line, fish trawl, and shrimp trawl fisheries. A substantial mount of demersal fish caught by the shrimp trawl fisheries in which a small size (juvenile) red snapper species was also retained. Through genetic similarity studies Australia concluded that the red snapper stock in both sector of the Arafura Sea belong to one stock unit and should collaborative managed under the framework of Indonesia-Australia shared snapper management plan. Based on the economic aspect this management has a wide implication that lead to some potential losses to Indonesia. Further studies on some population dynamics aspects and analysis of the available data and information it was found that the red snapper stocks in the two sectors of the Arafura Sea provide a mega separate stock, occupying a very wide waters area. Based on these findings it can be stated that management of these mega separate stock could be managed in accordance with their respective jurisdictions, policies, and management objectives set up by the respective countries.
KEBIJAKAN PENANGKAPAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN LAUT-DALAM DI INDONESIA Ali Suman; Badrudin Badrudin
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 2, No 2 (2010): (November, 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (32.052 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.2.2.2010.131-137

Abstract

Jenis-jenis organisme laut-dalam yang telah ditemukan antara lain meliputi ikan bertulang rawan (Elasmobranch), ikan bertulang keras (bony fish), krustasea, cephalopod, echinoids, asteroids, ophiuroids, holoturoids, dan anthozoa. Dari sejumlah 550 jenis biota laut, ada sebagian di antaranya bahkan belum ditemui dalam literatur. Jenis-jenis ikan laut-dalam yang ditemui di Samudera Hindia tampaknya mempunyai prospek yang cukup baik untuk dimanfaatkan. Sebagianbesar jenis-jenis ikan laut-dalam memiliki karakterisitik daging yang khusus dengan kandungan protein yang tinggi dan kandungan lemak yang rendah. Selain itu juga dalam daging ikan laut-dalam tersebut telah ditemukan 17 jenis asam amino, yaitu sembilan asam amino esensial dan sisanya asam amino non esensial yang ke semuanya itu dibutuhkan oleh tubuh manusia. Dari 10 jenis ikan laut-dalam yang dianalisis tempak bahwa leusin merupakan asam amino esensial dengan kuantias paling dominan. Selain asam amino, dalam daging ikan laut-dalam juga ditemukan unsur kimia steroid yaitu sejenis hormonyang berisi nucleolus steroid, merupakan unsur biokimia yang berfungsi sebagai bahan pemulih vitalitas (aphrodisiach), yang berguna dalam meningkatkan kesehatan fungsi seksual. Dari manfaat kandungan biokimia ikan laut-dalam tersebut kiranya perlu direkomendasikan agar eksploitasi sumber daya ikan laut dalam hendaknya tidak ditujukan untuk konsumsi langsung. Pemanfaatan yang optimal hendaknya ditujukan untuk memperoleh kandungan bioaktif bagi keperluan farmakologis. Dengan demikian, stok ikan laut-dalam yang tidak terlalubesar tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dalam jangka waktu yang panjang. A wide range of marine organisms had been found in the catch. These include fishes group of both bony fish and Elasmobranch. Other groups were crustaceans, cephalopods, echinoids, asteroids, ophiuroids, holoturoids, and anthozoa. A total of more than 550 species were found in the catch, of which until now some species were not yet found in the literatures. Most of deepsea fish in the Eastern Indian Ocean having special meat characteristic with high protein content and lower lipid. On top of that there are some 17 amino acid, consisted of 9 essential and non essential were found in the dee-sea flesh, all needed for metabolism of human life. From the flesh analysis of 10 deepsea species it was found that leusin provide the highest content of the essential amino acid. In addition to the amino acid content it was also found steroid, abiochemical substant containing nucleolus steroid that provide agent in accelerating sexual health function. From this benefit of biochemical substant it is recommended that deep-sea fish resources exploitation should not allotted toward direct consumption. Some optimal exploitation of these resources should be directed to obtain bioactive substants for pharmalogical purposes, so that the relatively small size of potential stock biomass could be utilized sustainably.