Siti Humulhaer
Unknown Affiliation

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

TINDAK PIDANA PROSTITUSI DENGAN MENGGUNAKAN TRANSAKSI VIA MEDIA SOSIAL ELEKTRONIK DALAM PERSPEKTIF TEORI ANOMI ROBERT KING MERTON Siti Humulhaer
SUPREMASI HUKUM Vol 16 No 01 (2020): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v16i1.713

Abstract

Prostitusi atau pelacuran merupakan salah satu masalah sosial yang kompleks, mengingat prostitusi merupakan peradaban yang termasuk tertua di dunia dan hingga saat ini masih terus ada pada masyarakat kita. Ditinjau dari beberapa faktor penyebab seseorang melakukan tindak pidana prostitusi, sebagian besar terletak pada faktor ekonomi dan faktor sosial, faktor ekonomi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, suasana lingkungan maupun pendidikan seseorang. Jadi prostitusi terjadi akibat kurangnya “kesejahteraan lahir batin” tidak terlepas dari aspek kehidupan atau penghidupan manusia termasuk rasa aman dan tentram yang dapat dicapai jika kesadaran masyarakat terhadap kewajiban penghargaan hak orang lain telah dipahami dan dihayati sehingga penegakan hukum dan keadilan berdasarkan kebenaran yang telah merupakan kebutuhan sesama, kebutuhan seluruh masyarakat. Adapun upaya penanggulangannya adalah dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Yang Maha Esa melalui pendidikan agama, melalui kegiatan religius dan pemahaman tentang ilmu-ilmu keagamaan. Menyediakan lembaga-lembaga baik formal maupun non formal untuk menciptakan suatu kegiatan yang positif untuk menunjang dalam hal perekonomian, Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang aturan hukum dan sanksi hukum terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana prostitusi dengan menggunakan transaksi via media sosial elektronik, Penegakan hukum yang tegas dalam upaya menanggulangi tindak pidana prostitusi dengan menggunakan transaksi via media sosial elektronik.
IMPLEMENTASI EFEK JERA MELALUI PRINSIP KEADILAN DALAM PENJATUHAN HUKUMAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI Siti Humulhaer
SUPREMASI HUKUM Vol 13 No 02 (2017): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masalah penegakan hukum merupakan suatu persoalan yang sering dihadapi oleh setiap masyarakat khususnya dalam penanganan kasus Tindak Pidana Korupsi walaupun kemudian setiap masyarakat dengan karakteristiknya masing-masing mungkin memberikan corak permasalahannya tersendiri di dalam kerangka penegakan hukumnya. Namun demikian setiap masyarakat mempunyai tujuan yang sama agar didalam masyarakat tercapai kedamaian sebagai akibat dari penegakan hukum, Tujuan (Pembentukan Undang-Undang 20 Tahun 2001 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) adalah mampu memenuhi dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka mencegah dan memberantas secara lebih efektif setiap bentuk tindak pidana korupsi yang sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara padakhususnya serta masyarakat pada umumnya. Oleh karenanya hukum itu harus dilaksanakan dan ditegakkan tanpa membeda-bedakan atau tidak memberlakukan hukum secara diskriminatif. Dengan demikian, dalam upaya untuk menjaga ketertiban kehidupan bermasyarakat maka hukum harus ditegakkan ditandai bahwa setiap kejahatan dan pelanggaran terhadap hukum harus mendapatkan sanksi sesuai dengan tingkat kejahatan dan pelanggaran itu sendiri dan dalam penerapan sanksi terdiri atas berbagai macam bentuk yang bertujuan memberikan keadilan tidak saja kepada korban tetapi juga sebagai tata nilai yang merekatkan tatanan kehidupan bermasyarakat. Selain keadilan, tujuan lain dari hukum yaitu adanya kepastian hukum dan kemanfaatan. Namun keadilan adalah tujuan yang tertinggi dari hukum. Kepastian hukum adalah bagian dan dibutuhkan sebagai upaya menegakkan keadilan. Dengankepastian hukum setiap perbuatan yang terjadi dalam kondisi yang sama akan mendapatkan sanksi. Adapun kemanfaatan dilekatkan pada hukum sebagai alat untuk mengarahkan masyarakat yang tentu saja tidak boleh melanggar keadilan. Penjatuhan pidana bukan semata-mata sebagai pembalasan dendam. Tetapi mengandung tujuan untuk pelaku jera. Yang penting adalah pemberian bimbingan dan pengayoman. Pengayoman sekaligus kepada masyarakat dan kepada terpidana sendiri agar menjadi insaf dan dapat menjadi anggota masyarakat yang baik.
AKUNTABILITAS PENGELOLAHAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Siti Humulhaer
SUPREMASI HUKUM Vol 13 No 01 (2017): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemerintah harus dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara (pusat dan daerah). Salah satu syarat untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan reformasi dalam penyajian laporan keuangan, yakni pemerintah harus mampu menyediakan semua informasi keuangan relevan seara jujur dan terbuka kepada publik, karena kegiatan pemerintah adalah dalam rangka melaksanakan amanat rakyat dan berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Pembendaharaan Negara Menjamin Keterbukaan (transparansi) dan Akuntabilitas dalam pelaksanaan anggaran yang bersifat tanggung jawab dari pemegang mandat dan pemberi mandat
KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PUTUSAN HAKIM YANG TIDAK MENCANTUMKAN PERINTAH PENAHANAN BATAL DEMI HUKUM BERDASARKAN PASAL 197 KUHAP Siti Humulhaer
SUPREMASI HUKUM Vol 12 No 01 (2016): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kepastian hukum terhadap putusan Hakim harus memuat sistematika putusan sebagaimana pasal 197 KUHAP. Ketentuan pasal 197 ayat (1) KUHAP menunjukanbahwa kedua belas materi muatan suatu putusan pengadilan mencerminkan asas kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan dalam proses beracara di mukapengadilan. Syarat materi muatan suatu putusan pengadilan bersifat imperatif dan wajib ditaati dan dilaksanakan sesuai dengan isi ketentuan yang ditulis di dalamnya. Sehingga dalam pelaksanaanya tidak dapat diperluas atau dikurangi dengan alasan apapun selain hanya untuk dilaksanakan secara konsisten demi tercapainya kepastian hukum baik bagi Negara maupun bagi setiap orang yang berkepentingan. Tidak dimuatnya perintah penahanan dalam putusan No. 889 K/Pid.Sus/2012 tidak menyebabkan putusan batal demi hukum, hal ini dikarenakan pada saat putusan dibacakan terdakwa tidak berada dalam tahanan dikarenakan masa penahanan telah habis sebelum putusan Pengadilan Negeri dibacakan. Disamping itu juga dikuatkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa tidak dimuatnya aturan dalam pasal 197 ayat (1) huruf k dalam putusan hakim tidak mengakibatkan putusan batal demi hukum. Dalam perkara pidana yang harus dibuktikan adalah kebenaran materiil, dan saat kebenaran materiil tersebut sudah terbukti dan oleh karena itu terdakwa dijatuhi pidana, namun karena ketiadaan perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan yangmenyebabkan putusan batal demi hukum, sungguh merupakan suatu ketentuan yang jauh dari substansi keadilan, dan lebih mendekati keadilan prosedural atau keadilan formal semata.
ANALISIS HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK DALAM MEWUJUDKAN SISTEM PEMBANGUNAN Siti Humulhaer
SUPREMASI HUKUM Vol 11 No 02 (2015): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hukum merupakan instrument atau alat untuk mewujudkan tujuan-tujuan tertentu, menjadikan hukum sebagai sarana yang secara sadar dan aktif digunakan untuk mengatur masyarakat, dengan mengunakan melalui peraturan-peraturan hukum yang dibuat dengan sengaja. Dengan konteks demikian ini, sudah barang tentu harus diikuti dan diperhatikan perkembangan-perkembangan yang terjadi didalam kehidupan bermasyarakat, sebagai basis sosialnya hukum merupakan suatu kebutuhan yang melekat pada kehidupan sosial itu sendiri, yaitu hukum akan melayani (kebutuhan), anggota-anggota masyarakat, baik berupa pengalokasian kekuasaan, perindustrian sumber-sumber masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, hukum semakin penting peranannya sebagai sarana untuk mewujudkan kebijakan-kebijakan pemerintah, Suatu kebijakan akan menjadi efektif apabila dilaksanakan dan mempunyai dampak (manfaat) positif bagi anggota masyarakat, dan dengan perkataan lain, tindakan atau perbuatan manusia sebagai anggota masyarakat jika tidak bersesuaian dengan apayang diinginkan oleh pemerintah atau negara, maka suatu kebijaksanaan publik tidak akan efektif dan hukum merupakan sarana penggerak untuk melakukan perubahan sosial, dan peraturan perundang-undangan merupakan sandaran negara untuk mewujudkan kebijakan-kebijakan, oleh karena itu perubahan besar yang terjadi didalam hukum maupun didalam masyarakat diharapkan terjadi sebagai konsekuensi logis dari pembangunan dan agar tetap pada jalur sesuai dengan cita-cita dari tujuan nasional yang hendak diwujudkannya oleh sebab itu Pemerintah juga ikut bertanggung jawab untuk memantau masyarakat sehingga cita-cita dari tujuan nasional tersebut dapat terwujud dengan baik.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP DELIK ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DITINJAU DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Siti Humulhaer
SUPREMASI HUKUM Vol 11 No 01 (2015): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di dalam sistem hukum Indonesia, perbuatan aborsi dilarang dilakukan. Bahkan perbuatan Aborsi dikategorikan sebagai tindak pidana sehingga kepada pelaku dan orang yang membantu melakukannya dikenai hukuman. Akan tetapi walaupun sebagian besar rakyat Indonesia sudah mengetahui ketentuan tersebut, masih banyak juga perempuan yang melakukan aborsi dan pada umumnya dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai tindak pidana. Namun, dalam hukum positif di Indonesia, tindakan aborsi pada sejumlah kasus tertentu dapat dibenarkan apabila merupakan Aborsi Provocatus Medicinalis. Sedangkan aborsi yang digeneralisasi menjadi suatu tindak pidana lebih dikenal sebagai abortus provocatus criminalis. Bagaiamanakah pandangan menurut hukum pidana Indonesia dan Hukum Islam mengenai Aborsi dan bagaimanakah upaya aparat penegak hukum dan penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan Aborsi. Perbuatan aborsi dilarang dilakukan dan bahkan perbuatan Aborsi dikategorikan sebagai tindak pidana dan secara tegas dilarang dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sehingga kepada pelaku dikenai hukuman penjara yang cukup berat bahkan para ulama sepakat bahwa tindakan Abortus Profoctatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syar’i hukumnya adalah haram dantermasuk kategori membunuh jiwa yang diharamkan Allah swt.
Penetapan Anggaran (APBD) Berbasis Perencanaan Berdasarkan Perundang-Undangan Dalam Perspektif Yuridis Mas Iman Kusnandar; Siti Humulhaer
Al Ahkam Vol. 17 No. 2 (2021): Juli - Desember 2021
Publisher : Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/ajh.v17i2.5027

Abstract

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara yang berdaulat yang mempunyai konstitusi tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan konstitusi tersebut NKRI terdiri dari wilayah-wilayah sebagai suatu kesatuan. Otonomi daerah merupakan suatu jawaban bagi salah satu tujuan pembangunan nasional dimana provinsi yang mempunyai sifat daerah otonomi diberikan keleluasaan dalam merencanakan, menyusun, menjalankan, pengawasan peraturan-peraturan daerah dalam rangka meningkatkan kemajuan masyarakat, taraf hidup selaras dengan tujuan pembangunan nasional. Dalam penulisan penelitian ini dilaksanakan melalui penelitian kepustakaan dan penelitian hukum empiris atau penelitian lapangan. Data-data yang diperoleh merupakan data primer dan data sekunder yang dijadikan sebagai hasil penelitian dengan menggambarkan dengan jelas data, permasalahan, kemudian dianalisa yang kemudian dijadikan kesimpulan dalam penelitian ini. Adapun kesimpulannya bahwa Jakarta yang merupakan daerah yang telah di tetapkan sebagai Daerah Khusus Ibukota sesuai dengan Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Indonesia merupakan daerah otonom pada tingkat provinsi. Dimana dalam hal kewenangannya mencakup kebijakan – kebijakan seluruhnya, pengawasan menjalankan kebijakan yang ada, dan menetapkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah( APBD )