Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Profil Hematologi dan Pemantauan Dosis Petugas Radiologi di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof. Dr. Sulianti Saroso Tahun 2014-2015 NFN Jahiroh; Nunung Hendrawati; Maya Marinda Montain
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol 3, No 2 (2016): The Indonesian Journal of Infectious Diseases
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.69 KB) | DOI: 10.32667/ijid.v3i2.34

Abstract

AbstrakLatar belakang : Petugas radiologi mempunyai risiko untuk terpapar radiasi. Pemantauan kesehatan dan dosis para petugas radiologi wajib dilakukan untuk mengidentifikasi adanya gejala awal atau tanda kerusakan awal akibat paparan radiasi dan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan petugas radiologi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko paparan radiasi pada petugas radiologi berdasarkan hasil pemeriksaan hematologi dan pemantauan dosis.Metode : Kajian ini menggunakan desain deskriptif dengan metode potong lintang. Subyek yang digunakan dalam kajian ini terdiri dari ahli radiologi, radiografer dan petugas administrasi yang bekerja di Instalasi Radiologi, RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso periode 2014-2015. Data yang digunakan yaitu data sekunder dari hasil pemeriksaan kesehatan berkala tahun 2014-2015, berupa data karakteristik demografi dan pemeriksaan laboratorium. Hasil pengukuran dosis radiasi dari laboratorium pemantauan dosis perorangan - Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi - Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).Hasil : Jumlah petugas radiologi laki-laki sama dengan jumlah petugas perempuan, sebanyak 58,4% petugas berusia 31-40 tahun, 75% petugas berpendidikan DIII radiologi, 33,3% petugas dengan lama kerja 11-15 tahun. Hasil pemeriksaan kadar Ht, leukosit, dan LED menunjukkan semua petugas masih dalam batas normal. Petugas yang mempunyai kadar Hb rendah meningkat menjadi 33,3% pada tahun 2015 dari tahun 2014 (25%). Petugas yang mengalami anemia normositik meningkat dari 16,5% (2014) menjadi 25% (2015). Sebanyak 16,6% petugas mempunyai kadar serum besi yang rendah, sebanyak 25% petugas mempunyai jumlah retikulosit yang rendah. Hasil pemantauan dosis radiasi pada tahun 2014 dan 2015 menunjukkan semua petugas radiologi masih dibawah Nilai Batas Dosis.Kesimpulan : Secara keseluruhan hasil pemeriksaan hematologi dan pemantauan dosis petugas radiologi masih dalam batas normal. AbstractBackground : The officer radiology at risk for exposure to radiation. Health monitoring and dose the radiology staff must be conducted to identify the presence of early symptoms or signs of early damage due to exposure to radiation and to ensure the safety and health of radiology staff. This study aims to increase awareness of the risks of radiation exposure in radiology staff based on the results of hematology and dose monitoring.Methods : The study used a descriptive design with cross sectional method. The subjects used in this study consists of radiologists, radiographers and administrators who work in Radiology, Prof. RSPI Dr. Sulianti Saroso period 2014-2015. The data used is secondary data from periodic health examination results year 2014-2015, in the form of data on demographic characteristics and laboratory tests. The results of the laboratory measurement of radiation dose monitoring individual dose - Safety Center HealthFacilities and Technology Center Safety and Radiation Metrology - National Nuclear Energy Agency (BATAN).Results : The number of male officers radiology equal to the number of women officers, as many as 58.4% of 31-40-year-old clerk, 75% of the officers educated DIII radiology, 33.3% of the officers working with 11-15 years old. Examination results hematocrit levels, leukocytes, and LEDs indicate all the officers are still within normal limits. Officers who have low Hb level increased to 33.3% in 2015 from 2014 (25%). Officers who are anemic normositik increased from 16.5% (2014) to 25% (2015). A total of 16.6% of the officers had serum iron levels are low, as many as 25% of the officers had a low reticulocyte count. Radiation dose monitoring results in 2014 and 2015 shows all radiology staff is still below the dose limit value.Conclusion : Overall results of the monitoring of hematology and radiology staff doses are within normal limits. 
HUBUNGAN STUNTING DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA BALITA NFN Jahiroh; Nurhayati Prihartono
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol 1, No 2 (2013): The Indonesian Journal of Infectious Diseases
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.524 KB) | DOI: 10.32667/ijid.v1i2.7

Abstract

Abstrak : Tuberkulosis (TB) dan stunting masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan stunting dengan kejadian TB pada anak usia 1-59 bulan. Penelitian ini menggunakan desain kasus-kontrol. Kasus adalah anak usia 1-59 bulan yang berobat di puskesmas yang didiagnosis TB oleh dokter menggunakan sistem skoring. Kontrol adalah anak usia 1-59 bulan yang berkunjung ke puskesmas yang sama dengan kasus, didiagnosis bukan TB. Pemilihan kontrol menggunakan teknik sampling acak sederhana. Balita dengan TB dan bukan TB terdistribusi yang hampir sama menurut jenis kelamin dan ventilasi rumah. Jika dibandingkan dengan balita gizi normal, balita gizi stunting mempunyai risiko yang lebih tinggi sakit TB. Balita pendek dan sangat pendek mempunyai risiko masing-masing 3,5 kali dan 9 kali sakit TB [adjusted odds ratio (OR = 3.54; P = 0,004 and and OR = 9.06; P = 0.001) respectively. Ditinjau dari segi imunisasi BCG, balita yang tidak diimunisasi dibandingkan yang diimunisasi BCG mempunyai risiko 4 kali sakit TB. Pada kontak serumah dengan pasien TB, balita yang mempunyai kontak dibandingkan tidak mempunyai kontak serumah dengan pasien TB berisiko hampir 12 kali sakit TB (OR = 11.96; P = 0.000). Sedangkan jika ditinjau dari usia balita, balita usia < 24 bulan dibandingkan balita usia > 24 bulan mempunyai risiko 2,8 kali sakit TB OR = 2.84; P = 0.011). Balita stunting, yang tidak diimunisasi, dan yang mempunyai kontak TB serumah TB mempunyai risiko lebih besar sakit TB. Abstract : Tuberculosis (TB) and stunting remain a health problem in Indonesia. The objective orf this study was to identify the relationship of stunting with the incidence of TB in children aged 1-59 months. This case-control study in district of West Bandung (West Java). Cases were children aged 1-59 months who visited at clinic health center diagnosed TB by a doctor using a scoring system. Controls were the same age who visited the same clinic with the case, not diagnosed TB. Balita dengan TB dan bukan TB terdistribusi yang hampir sama menurut jenis kelamin dan ventilasi rumah. Jika dibandingkan dengan balita gizi normal, balita gizi stunting mempunyai risiko yang lebih tinggi sakit TB. Balita pendek dan sangat pendek mempunyai risiko masing-masing 3,5 kali dan 9 kali sakit TB [adjusted odds ratio (OR = 3.54; P = 0,004 and and OR = 9.06; P = 0.001) respectively. Ditinjau dari segi imunisasi BCG, balita yang tidak diimunisasi dibandingkan yang diimunisasi BCG mempunyai risiko 4 kali sakit TB. Pada kontak serumah dengan pasien TB, balita yang mempunyai kontak dibandingkan tidak mempunyai kontak serumah dengan pasien TB berisiko hampir 12 kali sakit TB (OR = 11.96; P = 0.000). Sedangkan jika ditinjau dari usia balita, balita usia < 24 bulan dibandingkan balita usia lebih 24 bulan mempunyai risiko 2,8 kali sakit TB OR = 2.84; P = 0.011). Stunting toddler, not immunized, and had TB contact at home had higher risk to be TB.
Profil Hematologi dan Pemantauan Dosis Petugas Radiologi di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof. Dr. Sulianti Saroso Tahun 2014-2015 NFN Jahiroh; Nunung Hendrawati; Maya Marinda Montain
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol. 3 No. 2 (2016): The Indonesian Journal of Infectious Diseases
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32667/ijid.v3i2.34

Abstract

AbstrakLatar belakang : Petugas radiologi mempunyai risiko untuk terpapar radiasi. Pemantauan kesehatan dan dosis para petugas radiologi wajib dilakukan untuk mengidentifikasi adanya gejala awal atau tanda kerusakan awal akibat paparan radiasi dan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan petugas radiologi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko paparan radiasi pada petugas radiologi berdasarkan hasil pemeriksaan hematologi dan pemantauan dosis.Metode : Kajian ini menggunakan desain deskriptif dengan metode potong lintang. Subyek yang digunakan dalam kajian ini terdiri dari ahli radiologi, radiografer dan petugas administrasi yang bekerja di Instalasi Radiologi, RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso periode 2014-2015. Data yang digunakan yaitu data sekunder dari hasil pemeriksaan kesehatan berkala tahun 2014-2015, berupa data karakteristik demografi dan pemeriksaan laboratorium. Hasil pengukuran dosis radiasi dari laboratorium pemantauan dosis perorangan - Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi - Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).Hasil : Jumlah petugas radiologi laki-laki sama dengan jumlah petugas perempuan, sebanyak 58,4% petugas berusia 31-40 tahun, 75% petugas berpendidikan DIII radiologi, 33,3% petugas dengan lama kerja 11-15 tahun. Hasil pemeriksaan kadar Ht, leukosit, dan LED menunjukkan semua petugas masih dalam batas normal. Petugas yang mempunyai kadar Hb rendah meningkat menjadi 33,3% pada tahun 2015 dari tahun 2014 (25%). Petugas yang mengalami anemia normositik meningkat dari 16,5% (2014) menjadi 25% (2015). Sebanyak 16,6% petugas mempunyai kadar serum besi yang rendah, sebanyak 25% petugas mempunyai jumlah retikulosit yang rendah. Hasil pemantauan dosis radiasi pada tahun 2014 dan 2015 menunjukkan semua petugas radiologi masih dibawah Nilai Batas Dosis.Kesimpulan : Secara keseluruhan hasil pemeriksaan hematologi dan pemantauan dosis petugas radiologi masih dalam batas normal. AbstractBackground : The officer radiology at risk for exposure to radiation. Health monitoring and dose the radiology staff must be conducted to identify the presence of early symptoms or signs of early damage due to exposure to radiation and to ensure the safety and health of radiology staff. This study aims to increase awareness of the risks of radiation exposure in radiology staff based on the results of hematology and dose monitoring.Methods : The study used a descriptive design with cross sectional method. The subjects used in this study consists of radiologists, radiographers and administrators who work in Radiology, Prof. RSPI Dr. Sulianti Saroso period 2014-2015. The data used is secondary data from periodic health examination results year 2014-2015, in the form of data on demographic characteristics and laboratory tests. The results of the laboratory measurement of radiation dose monitoring individual dose - Safety Center HealthFacilities and Technology Center Safety and Radiation Metrology - National Nuclear Energy Agency (BATAN).Results : The number of male officers radiology equal to the number of women officers, as many as 58.4% of 31-40-year-old clerk, 75% of the officers educated DIII radiology, 33.3% of the officers working with 11-15 years old. Examination results hematocrit levels, leukocytes, and LEDs indicate all the officers are still within normal limits. Officers who have low Hb level increased to 33.3% in 2015 from 2014 (25%). Officers who are anemic normositik increased from 16.5% (2014) to 25% (2015). A total of 16.6% of the officers had serum iron levels are low, as many as 25% of the officers had a low reticulocyte count. Radiation dose monitoring results in 2014 and 2015 shows all radiology staff is still below the dose limit value.Conclusion : Overall results of the monitoring of hematology and radiology staff doses are within normal limits.Â