via nurjannah
Universitas Iskandar Muda Banda Aceh

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : SHIBGHAH: Journal of Muslim Societies

Al-Rusyd Sebagai Syarat Dalam Mengelola Harta (Kajian Mazhab Hanafi dan Syafi’i) via nurjannah
SHIBGHAH: Journal of Muslim Societies Vol 3, No 2 (2021): SHIBGHAH: Journal Of Muslim Societies
Publisher : STAI Al-Washliyah Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ulama sepakat, bahwa harta benda milik anak kecil tidak boleh diserahkan kepadanya sampai ia mencapai usia baligh dan rasyid (memiliki kedewasaan dan kemampuan dalam mengelola dan membelanjakan harta dengan baik). Kemudian muncul perselisihan pendapat antara mazhab Hanafi dan mazhab Syafi’i mengenai kata al-rusyd yang terdapat pada surat An-Nisa ayat 6. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keadaan atau kondisi rusyd seorang anak sehingga ia dapat mengelola hartanya sendiri menurut mazhab hanafi dan syafi’i serta mencari bagaimana dalil dan metode istinbath hukum yang digunakan kedua mazhab dalam memahami al-rusyd. Untuk memperoleh jawaban, penulis menggunakan bahan primer dan bahan skunder. Metode yang penulis gunakan adalah metode library research (penelitian kepustakaan) yaitu dengan membaca dan menelaah buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang ditulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mazhab Hanafi memandang rusyd, apabila seorang anak sudah patut (cakap) memutar harta dan tidak menghamburkan harta bila diserahkan kepada anak tersebut. Mazhab Hanafi mengatakan bila telah mencapai usia 25 tahun maka wali harus menyerahkan harta itu kepadanya walaupun ia fasik atau boros. Pendapat ini didasarkan pada pertimbangan bahwa usia dewasa adalah 18 tahun, 7 tahun setelah dewasa yang menggenapkan usia menjadi 25 tahun adalah waktu yang cukup untuk terjadinya perubahan dalam diri manusia. Sedangkan Mazhab Syafi’i memahami rusyd apabila seorang anak telah mencapai usia 15 tahun baik laki-laki maupun perempuan kecuali laki-laki itu bermimpi dan wanita berhaid sebelum usia 15 tahun, dan telah diuji kemampuannya dan keberhasilannya dalam mengelola harta, atau telah terkumpul padanya dewasa dan cerdik. Ketika dua sifat ini telah terkumpul padanya maka tiada seorang pun berhak mengurus harta mereka. Metode dan dalil yang digunakan mazhab Hanafi dan Syafi’i adalah metode bayani, yaitu pemahaman terhadap Alqur’an dan hadis. Dimana mazhab Hanafi mengunakan surat Al-Nisa ayat 6, Alan’am ayat 152, dan hadis sebagai landasan dalam memahami al- rusyd. Sedangkan mazhab Syafi’i mengunakan surat Al-nisa ayat 6, Al-baqarah ayat 282, dan dan hadis sebagai landasannya
Penyandang Autisme Sebagai Subjek Hukum Dalam Konteks Taklif via nurjannah
SHIBGHAH: Journal of Muslim Societies Vol 2, No 2 (2020): SHIBGHAH: Journal of Muslim Societies
Publisher : STAI Al-Washliyah Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ketika manusia menginjak usia dewasa (baligh) mempunyai permanensi keahlian melaksanakan secara sempurna. Hanya saja terkadang ada beberapa penghalang dalam keahlian tersebut, di antaranya adalah penghalang samawi yang tidak dapat diusahakan oleh manusia, seperti gila, kurang akal, dan lupa. Anak berkebutuhan khusus (autis) dalam ushul fiqih, kondisi seperti ini dinamakan awaridh al-ahliyah yaitu kondisi yang menimpa seseorang sehingga akalnya berkurang atau hilang setelah sebelumnya sempurna. Adapun rumusan masalahnya adalah apakah penyandang autisme memiliki kemungkinan untuk dijadikan sebagai subjek hukum dan bagaimanakah jenis dari penyandang autisme yang dapat dan tidak dapat dijadikan sebagai mahkum alaih. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan, mengembangkan, dan membuktikan pengetahuan mengenai kecakapan autisme sebagai subjek hukum serta menemukan pemahaman mengenai pembebanan hukum bagi penyandang autisme serta kategori bagaimanakah yang dapat dijatuhkan taklif padanya. Jadi kesimpulannya adalah dalam kaitannya dengan taklif, penyandang autisme dengan kategori ringan dan asperger termasuk mampu untuk dibebani hukum untuk permasalahan ibadah. Dengan adanya pembiasaan dan intervensi lebih dalam, autisme dengan subtipe tersebut mampu cakap melakukannya secara perilaku, namun penulis tidak bisa mengetahui secara psikisnya, apakah autisme dengan subtipe tersebut paham sekali apa yang ditaklifkan kepadanya.