Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Untirta Civic Education Journal

DIALEKTIKA KEADILAN DALAM KEMANUSIAAN YANG BERADAB Hudjolly Hudjolly
UNTIRTA CIVIC EDUCATION JOURNAL Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30870/ucej.v5i1.8250

Abstract

Setiap keberadaan masyarakat mensyaratkan adanya nilai keadilan yang diterapkan sebagai penopang tatanan sosial, rotasi kekuasaan, operasionalisasi sistem hukum. Konsep keadilan yang dibutuhkan masyarakat itu mengandung keragaman persepsi, mulai dari Aristoteles di masa klasik sampai John Rawls di masa modern, ada pula konsep keadilan yang berhubungan dengan terminologi dalam agama. Sebagai ideologi, Pancasila juga memiliki sudut pandang tentang keadilan dan kemanusiaan dengan menyertakan frasa beradab yang membuat konsep keadilandalam Pancasila memiliki kecenderungan yang spesifik. Kajian singkat ini menggunakan obyek formal filsafat untuk mengupas objek material konsepsi keadilan Pancasila yang memiliki kecenderungan-kecenderungan spesifik.
KAJIAN FILSAFAT HUKUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM DALAM ACARA TELEVISI : Law En[tertaint]forcement Hudjolly Hudjolly
UNTIRTA CIVIC EDUCATION JOURNAL Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30870/ucej.v5i1.8244

Abstract

Media televisi membuat konten acara berisi penangkapan kriminal, razia jalan raya, operasi penyakit masyarakat, disertai tindakan penggeledahan badan serta tindakan-tindakan lain polisionil dalam lingkup penegakkan hukum. Dalam beragam tayangan polisi—sebagai aktor sekaligus sebagai penegak hukum—kerap menyebut bahwa tindakan yang dilakukannya atas nama undang-undang, dilindungi undang-undang: UU Kepolisian, KUHP dan KUHAP. Pada satu sisi, polisi bertindak sebagai penegak hukum sehingga semua tindakan yang dilakukan, meskipun di bawah sorot kamera mengharuskan dirinya untuk selalu taat dan tunduk kepada azas-azas dalam penegakan hukum, seperti azas legalitas. Azas ini memposisikan warga negara sebagai objek dari hukum. Pada sisi lain, polisi di bawah sorotan kamera itu memerlukan alur, dramatisasi senatural ala reality show, tindakan-tindakan lain yang “selling”, menarik-layak tayang, sehingga kerap muncul sikap, tindakan, kalimat, gestur “heroik”, penggunaan tindakan di luar kebutuhan yang semestinya (excessive use of authority). Hal itu menimbulkan paradox bagaimana tindakan penegakkan hukum yang dilakukan kepolisian di bawah naungan tiga undang-undang tersebut sebagai law enforcement, menegakkan aturan demi hukum itu sendiri (pro justitia), tetapi dalam tindakan yang berada di bawah sorot kamera terdapat dimensi aturan produksi, durasi tayangan dan kebutuhan “layak acara”. Maka diperlukan hal-hal yang entertaining, tindakan yang dapat menjadi selling content menjadi tidak terpisahkan dengan law enforcement. Kajian ini menunjukkan bahwa tindakan semacam itu meninggalkan wilayah ontologis penegakkan hukum demi hukum dan menyatu dengan ontologi televisi, sehingga tercipta pseudo penegakkan hukum atau lebih tepat disebut sebagai the law en[tertaint]forcement.