Supadma
ISI Yogyakarta

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

WAYANG WONG KERATON NGAYOGYAKARTA DAN PERKEMBANGANNYA DI LUAR ISTANA Mr. Supadma dan R.M. Soedarsono
Joged Vol 3, No 2 (2012): NOVEMBER 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/joged.v3i2.327

Abstract

Wayang wong diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana I di Kasultanan Ngayogyakarta sekitar tahun1757. Keberadaan Wayang wong dari masa Hamengku Buwana I sampai masa kekuasaan HamengkuBuwana VII merupakan seni ritual kenegaraan dan dianggap sebagai pusaka kebesaran keraton. Sebaga senitradisi istana, Wayang wong selalu dibangun dan disempurnakan sesuai dengan para sultan yang berkuasa.Puncak perkembangan Wayang wong terjadi pada masa kekuasaan Hamengku Buwana VIII, dan masa inisebagai zaman ke-emasan Wayang wong.Wayang wong dapat hidup di luar istana Kasultanan Ngayogyakarta pada saat menjelang akhir masakekuasaan Hamengku Buwana VII sekitar tahun 1918. Atas ijin Hamengku Buwana VII dibentuklahorganisasi seni tari pertama Kridha Beksa Wirama yang diprakarsai oleh kerabat istana. Disusul selanjutnyaorganisasi-organisasi lain yang tetap mengelola Wayang wong. Selain itu muncul pula bentuk wayang wong yang dilakukan oleh para dalang dan berada di wilayah pedesaan. Berkat para dalang sebagai hamba sultan, dan sering melihat pentas Wayang wong istana, bentuk Wayang wong yang dimilikinya mungkin merupakan hasil serapan Wayang wong istana.Wayang wong yang hidup di istana maupun yang berada di luar istana dan bahkan yang berada di pedesaan merupakan bukti perkembangannya. Perbedaan wilayah kehidupan dan perbedaan masyarakat pengelolanya, kemungkinan melahirkan ciri dan bentuk Wayang wong yang berbeda pula.Kata kunci: Wayang wong, Sultan, masyarakat, perkembangan.
Pengembangan Mamaca di Pamekasan Madura sebagai Penguatan Harmoni Kehidupan Sosial Supadma Supadma; I Wayan Dana
Dance and Theatre Review: Jurnal Tari, Teater, dan Wayang Vol 4, No 2: November 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2281.999 KB) | DOI: 10.24821/dtr.v4i2.6454

Abstract

The Development of Mamaca in Pamekasan Madura as Strengthening Harmony of Social Life. This study aims to develop one of the traditional performing arts, namely Mamaca in Pamekasan Regency, Madura Island, which is abandoned, especially by the local younger generation. Mamaca, which emphasizes the nobility of values and norms in its form and implementation, is capable of strengthening the nation’s character and the harmony of social life. Thus, this research is an effort to reconstruct local cultural and community values. Seeing its essential role, this research on Mamaca will be carried out in three years. Mamaca presents the values of local wisdom and uses the hermeneutic approach. The reinforcement is designed in the form of new Mamaca choreography according to the spirit of the times. It also reflects the will of the supporting community but still does not leave its primary source. The design of the form of presentation is based on an emic and ethical point of view, namely using a choreographic approach by involving the ideas of local artists or actors. The “new” Mamaca choreography was introduced to students of several elementary schools, as well as to existing performing arts groups. By introducing and teaching it to young children, it is hoped that the stronger and longer roots will be planted for growth. Its introduction and application are followed up by contesting it to motivate others in arts and to promote it to a broader audience, Mamaca can be developed outside its original area, but with similar traditional performing arts. Based on this plan, further development of choreography is also designed to be taught to children and adapted to their distribution area.Keywords: mamaca; Pamekasan Madura; local wisdom; national character;social harmony