Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

INKORPORASI SULFUR DALAM PROTEIN ONGGOK MELALUI TEKNOLOGI FERMENTASI MENGGUNAKAN SACCHAROMYCES CEREVISIAE Suprayogi, Wara Pratitis Sabar
Caraka Tani - Jurnal Ilmu Ilmu Pertanian Vol 25, No 1 (2010)
Publisher : Caraka Tani - Jurnal Ilmu Ilmu Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama inkubasi dan dosis  sulfur dalam onggok fermentasi  dengan  Saccharomyces  cerevisiae.    Penelitian  dilakukan  secara  invitro    di  Laboratorium Nutrisi  dan Makanan  Ternak,  Jurusan  Perternakan,   Universitas     Sebelas  Maret surakarta.Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 3 bulan.Materi  penelitian  adalah  onggok  yang  difermentasi  dengan  kapang    Saccharomyces  cerevisiae dengan perlakuan dosis sulfur yaitu 0 dan 1500 mg/kg substrat (Kadar air 60%), lama inkubasi 2, 3 dan 4 hari.   Hasil penelitian di analisis ragam dengan menggunakan  Rancangan  Acak Lengkap Pola Faktorial2x3 dan setiap perlakuan diulang 3 kali.Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa onggok yang difermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae  dengan lama inkubasi 3 hari dan penambahan  sulfur 1500 mg/kg dapat meningkatkan  bahan organik dan kandungan  protein biomassa hasil fermentasi  secara signifikan  (p<0,05) namun kadar serat kasar menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata.
Evaluasi Dedak Padi Kukus dan Suplementasi MHA (Methionine Hidroxy Analog) terhadap Kecernaan Nutrien Ransum Domba Lokal Jantan Suprayogi, Wara Pratitis Sabar; Widyawati, Susi; Hidayah, R.
Sains Peternakan: Jurnal Penelitian Ilmu Peternakan Vol 7, No 2 (2009): Sains Peternakan
Publisher : Universitas Sebelas Maret (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/sainspet.v7i2.1036

Abstract

The research aimed to know the effect of rice bran steaming and MHA supplementation on the increasing of nutrient digestibility of local male sheep. This research used 12 local male sheeps with average of body weight 10.32 ± 1.02 kg. Treatment of rations were for P0 (60 % king grass + 40 % bran), P1 (60 % king grass +40 % steamed bran), P2 (60 % king grass + 40 % steamed bran + 1 g MHA). Design used in research was  Completely Randomized Design (CRD) in one-way pattern using 3 treatments. Each treatment consisted of 4 replications. Parameters observed were dry matter intake, organic matter intake, dry matter nutritive value index and organic matter nutritive value index. The result of treatment P0, P1, and P2 for dry matter intake were 960.024; 909.426; and 926.399 g/head/day respectively, organic matter intake were 825.036; 772.665; and 796.225 g/head/day, organic matter digestibility in percent were 72.424; 73.050; and 73.068, organic matter digestibility in percent were 75.989; 76.306; and 76.239, dry matter nutritive value index were 695.396; 664.392; and 677.654 g/head/day and organic matter nutritive value index were 626.894; 589.985; and 607.649 g/head/day. The variance Analysis showed that the usage of steamed rice bran and adding of MHA given non significantly effect (P>0.5) on dry matter intake, organic matter intake, dry matter digestibility, organic matter digestibility, dry matter nutritive value index, and organic matter nutritive value index. It can be concluded that the treatments did not affect variables that were measured. Keyword : local male sheep, steamed bran, MHA, digestibility
PENDAMPINGAN PROSES INTENSIFIKASI USAHA PEMELIHARAAN ITIK MELALUI IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BUDIDAYA INTENSIF DI PETERNAK ITIK LOKAL BOYOLALI, JAWA TENGAH Suprayogi, Wara Pratitis Sabar; Akhirini, Novi; Hadi, Rendi Fathoni; Setyono, Wahyu; Irawan, Agung
SELAPARANG Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan Vol 4, No 3 (2021): Agustus
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/jpmb.v4i3.5178

Abstract

ABSTRAKProfit yang dihasilkan dari usaha budidaya itik dipengaruhi oleh manajemen budidaya yang diterapkan oleh peternak. Melalui proses identifikasi masalah dengan observasi dan Focus Group Discussion (FGD), pendampingan proses intensifikasi budidaya dilakukan untuk membekali peternak itik lokal dalam melakukan program budidaya itik yang lebih baik. Tujuan pendampingan usaha budidaya yaitu untuk meningkatkan pengetahuan peternak itik terkait dengan operasional usaha budidaya secara intensif sehingga peternak dapat meningkatkan keuntungan dan keberlangsungan usaha. Metode yang dilakukan adalah melalui pendampingan usaha intensifikasi yang meliputi pelatihan manajemen pemeliharaan itik, sanitasi dan biosecurity, manajemen kandang, pembuatan ransum, manajemen kesehatan, serta proses pemasaran ketika itik pedaging dipanen. Proses pendampingan dilakukan dengan pemeliharaan 300 ekor itik lokal Boyolali selama 45 hari dalam dua siklus produksi. Output yang diperoleh dari proses intensifikasi usaha budidaya ini antara lain adanya perbaikan standar sanitasi dan litter kandang. Selain itu, hasil panen yang diperoleh dapat ditingkatkan sesuai dengan standar performa itik lokal Boyolali, yaitu diperoleh rerata bobot panen sebesar 1,21 kg dengan nilai konversi pakan (feed conversion ratio, FCR) sebesar 3,28 dengan tingkat kematian sebesar 3,8%. Keuntungan yang diperoleh dari usaha budidaya itik intensif rata-rata adalah sebesar Rp. 1.783.500 dalam setiap periode. Disimpulkan, pemeliharaan itik intensif memberikan dampak pertumbuhan itik lebih lebih tinggi dengan masa pemeliharaan lebih singkat (45 hari) dan tingkat kematian rendah sehingga diperoleh profit yang lebih baik. Kata kunci: sistem budidaya intensif; itik lokal; peternak itik. ABSTRACTThe profit generated from the duck farming business is largely determined by management system. Following the problem identification through observation and Focus Group Discussions (FGD), facilitating intensification process in farming system was conducted to improve farmers knowledge in duck farming operation. This program amined to improve farmer knowledge on the intensive farming system thus farmer would gain more profit and sustainabile business. The mentorship program for iintensification process includes facilitation of intensive management system such sanitation and biosecurity processes, cages management, health management, and feed formulation as well as supervision on how to market the birds following harvest period. The mentoring process was carried out by raising 300 local Boyolali ducks for 45 days in two production cycles. The outputs obtained from the intensification program include improvements to sanitation standards and cage litter. In addition, the production obtained increased in accordance with the performance standards of local Boyolali ducks, as seen from the weight performance of 1.21 kg with a feed conversion ratio (FCR) of 3.28 and a mortality rate of 3.8%. The cost benefit obtained from intensive duck farming is Rp. 1,783,500 in each period. It was concluded that intensive duck rearing had a higher impact on duck growth performance with a shorter maintenance period (45 days) and a lower mortality rate so that better profits were obtained. Keywords: duck farmers; intensive farming system; local duck