Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

DAKWAH JAMAAH TABLIG DALAM MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH Fristia Berdia Tamza; Ahmad Rajafi
Aqlam: Journal of Islam and Plurality Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1376.346 KB) | DOI: 10.30984/ajip.v2i2.521

Abstract

Abstrak. Dakwah bi al-hal biasa dilakukan oleh jamaah tablig di dunia, mereka keluar dari rumah-rumah mereka dan kemudian mendakwahkan Islam dengan konsep al-khuruj. Konsep pencariaan jati diri melalui khuruj tersebut ternyata digunakan pula dalam membentuk keluarga sakinah. Khuruj mampu menempa mental dan spiritual bahkan jasmani dari setiap anggota jamaah tablig. Dengan khuruj, ketulusan suami-istri dalam membangun keluarga hanya semata-mata karena Allah Swt., sehingganya ketika terjadi masalah dalam rumah tangga, cukup dikembalikan kepada Allah semata, dengan jalan zikir dan dan doa. Tidak dapat dipungkiri kalau mereka masih sering menggunakan hadis-hadis yang berbau misoginis. Hal ini terjadi karena mereka berusaha untuk selalu konsisten menerapkan cara hidup yang hanya didasarkan dengan al-Quran dan al-hadis dan tidak begitu memperhitungkan kondisi sosial masyarakat yang ada sekarang ini.Kata Kunci: Dakwah, Jamaah Tablig, Keluarga Sakinah Abstrack: The bi al-hal da’wah is commonly conducted by the Tablig pilgrims. They leave their homes to teach Islam using the concept of al khuruj. The concept of personal identity search through khuruj is in fact, also applied in establishing a sakinah family. Khuruj can forge every member’s mentality, spirituality and phisical. Through khuruj, husband-wife sincerity in their family is solely for Allah Swt. Thus, whenever a problem occur in their household, they will simply turn it to Allah through dzikir and du’a. It cannot be ignore the fact that they often used misogynous hadis. This is due to their persistence to adopt a way of life which is strictly based on a Qur’an and al hadis while at the same time, neglecting the current society social conditions. Key Words: Da’wah, Tablig pilgrims, Sakinah family
SEJARAH PEMBENTUKAN DAN PEMBARUAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI NUSANTARA Ahmad Rajafi
Aqlam: Journal of Islam and Plurality Vol 2, No 1 (2017)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1382.739 KB) | DOI: 10.30984/ajip.v2i1.507

Abstract

Sejarah pembentukan dan pembaruan hukum keluarga Islam di Indonesia tidak pernah bisa terlepas dari dialektika evolusi budaya hukum yang terjadi dari waktu ke waktu. Model utama dari penggerak evlousi tersebut ada pada semangat penyebar Islam yang menerapkan teori inkulturasi namun tereduksi dengan semangat akulturasi yang melahirkan arabisasi Islam. Pada fase akulturasi inilah terjadi stagnasi pembaruan hukum keluarga dan bahkan mazhab asy-syafi'iyyah menjadi pegangan utama dalam menerapkan hukum keluarga. Semangat pembaruan baru muncul kembali di era 50-an dengan melahirkan istilah Fiqh Indonesia dan Kewarisan Bilateral. Semangat ini berlanjut di era reformasi dengan lahirnya CLD-KHI sebagai pembanding KHI dan diharapkan menjadi UU Perkawinan yang baru. Namun gerakan tersebut kembali stagnan karena begitu mengakarnya hasil pembentukan hukum keluarga Islam berbasis akulturasi di Nusantara. Kata Kunci: Sejarah pembentukan, pembaruan, hukum keluarga Islam, nusantara The History of the Establishment and Improvement of the Islamic Family Law in the Archipelago of Indonesia The history of the establishment and improvement of the Islamic family law in Indonesia can never be separated from law cultural evolution discourse that occurs from time after time. The first model of the evolution motor laid on the spirit of the Islam spreaders who applied inculturation brought forth the Arabization of Islam. In the acculturation phase, the improvement of family law is paused and make the mazhab asy-syafiiyyah as the main base in family law enforcement. The call for improvement reemerged in the 1950s by introducing Indonesian Fiqh and bilateral inheritance. The course continued to the reform era noted by the introduction of CLD-KHI as a counter to KHI and expected to the new marriage regulation. However, the movement was halted again since acculturation has rooted in the development of Islamic family law. Keywords: the history of establishment, improvement, Islamic family law.
Membangun Kesadaran Gender Tentang Wali Nikah dan Sakis Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia (Maqashid al-Syari`ah Approach) Ahmad Rajafi; Ressi Susanti
Aqlam: Journal of Islam and Plurality Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (453.536 KB) | DOI: 10.30984/ajip.v1i1.496

Abstract

Begitu banyak masalah yang dapat ditemukan dalam hukum keluarga Islam jika dirujuk melalui pendekatan modern, terutama tentang kesetaraan gender. Mulai dari aturan wali nikah yang dikendalikan oleh laki-laki, pembagian warisan yang didominasi oleh laki-laki, ketentuan tentang saksi yang melemahkan eksistensi perempuan, dll. Dalam konteks Indonesia, penting untuk menganalisis masalah wali dan saksi, melalui pendekatan maqashid al-syari’ah, dan akan menemukan solusi di mana wali nikah adalah unsur primer mengenai menjaga kehormatan, dan tentang saksi, ia merupakan unsur sekunder yang berfungsi untuk melengkapi tujuan utama pernikahan. Melalui klasifikasi tersebut, ditemukan bahwa unsur primer tentang wali nikah dan unsur sekunder tentang saksi, memunculkan perbedaan yang sangat signifikan antara Arab dan konteks Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan reformasi di bidang hukum keluarga Islam melalui pendekatan budaya, sehingga responsif di Indonesia. Jika dalam budaya Arab kekerabatan patrilineal begitu menguasasi, sedangkan di Indonesia terdapat multi kekerabatan yang kompleks, seperti patrilineal, matrilineal dan bilateral, maka ia berimplikasi kepada kebutuhan perubahan yang membawa solusi, sesuai dengan kearifan lokal yang hidup di Indonesia, seperti pelaksanaan kesetaraan gender secara terbuka.Kata Kunci :  Maqasyid al-Syari’ah, Wali Nikah, Saksi, Kearifan Lokal, dan Pembaharuan Hukum There are a lot of problems discovered in the Islamic family law when they are observed through modern approaches, especially on the issue of gender equality. It ranges from the rule of the bride’s guardian which is controlled by men, the distribution of inheritance which is dominated by men, the witness requirements that weaken women role, to others. In Indonesian context, it is important to analyse the matters of guardians and witness through foundational goals of Islam (maqashid syariah) approaches and it will find solution where a bride’s guardian becomes a primary element for protecting honors, and about witness, it will serve as a secondary element to complete the main goal of marriage. Through those classifications, it is found that the primary and secondary elements emerge significant differences between Arabic and Indonesian contexts. Therefore, a reformed Islamic family law is neededthrough cultural approaches, that are responsive in Indonesia. The patrilineal kinship of the Arab culture is very controlling, whilst Indonesians have a complext multi kinships such as patrilineal, matrilineal and bilateral. Thus, it implies the needs of changes that will offer solutions that correspond with the local wisdom, as an application of gender equality.Keywords: Foundational goals of Islam (maqasid syariah), Bride’s guardian, witness, local wisdom and law reformation.
IJTIHAD EKSKLUSIF; Telaah Atas Pola Ijtihad 3 Ormas Islam di Indonesia Ahmad Rajafi
Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah Vol 9, No 2 (2011)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (362.939 KB) | DOI: 10.30984/as.v9i2.27

Abstract

Indonesia adalah negara demokrasi yang mayoritas masyarakatnya muslim. Sejak pasca kemerdekaan hingga saat ini, elit-elit Islam Indonesia sering kali mengedepankan khilafiyyah yang meruncing kepada perpecahan. Idealnya, umat Islam di Indonesia harus terbiasa dengan perbedaan dan bersatu di atas pondasi indahnya perbedaan. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah, munculnya eksklusifisme berfatwa dari ormas-ormas Islam yang kemudian melahirkan kegerahan di akar rumput. Dalam hal ini, kalangan elit mungkin sudah terbiasa dengan perbedaan, namun akar rumput belum siap dengan hal di atas. Kasus rokok misalnya, yang menjadi polemik berkepanjangan karena 3 ormas Islam saling berbeda isi fatwanya. Oleh karenanya, apakah ijtihad eksklusif seperti yang penulis maksudkan di atas merupakan sebuah kemaslahatan ataukah merupakan kemudharatan? Benarkah umat Islam Indonesia sudah tidak bisa lagi bersatu untuk mendiskusikan perbedaan? Dan pola apakah yang dapat menjadi alternatif untuk menyatukan kembali umat Islam Indonesia?
NALAR HUKUM ISLAM MUHAMMAD QURAISH SHIHAB Ahmad Rajafi
Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah Vol 8, No 1 (2010)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.213 KB) | DOI: 10.30984/as.v8i1.33

Abstract

Muhammad Quraish Shihab adalah ulama Indonesia yang kecenderungan berpikirnya pada bidang tafsir dan ilmu al-Qur’an. Namun dalam perkembangannya, Quraish mulai memasuki ranah hukum Islam dengan menjawab permasalahan hukum Islam dan kemudian dibukukan oleh penerbit dengan karakter al-as`ilah wa al-jawâb (tanya-jawab). Di dalam buku-buku tersebut, Quraish mencoba untuk mengkontektualisasikan pemikiran madzhab (baik qauli maupun manhaji) dengan karakter dominan mendukung dan dalam batas-batas tertentu ikut menggerakkan proses modernisasi pembangunan dengan pandangan bahwa hukum Islam akan berarti guna, apabila Islamic law as a tool of social engineering, dengan negara sebagai aktor pengelolanya
QISHASH DAN MAQASHID AL-SYARIAH (Analisis Pemikiran asy-Syathibi dalam Kitab Al-Muwafaqat) Ahmad Rajafi
Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah Vol 8, No 2 (2010)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1262.283 KB) | DOI: 10.30984/as.v8i2.20

Abstract

Qishash merupakan praktek hukum yang ada pra-Islam dan dimodifikasi pada masa Islam. Namun, di zaman modern ini mun­ cul aspirasi penolakan terhadap hukum qishash dengan mengatas­ namakan hak asasi manusia. Bahkan di kalangan umat Islam sendiri juga terjadi penolakan tersebut dengan alasan bahwa qishash telah melanggar maqashid al-syari'ah, yakni hifzh al-nafs (menjaga jiwa). Oleh karena itu melalui tulisan ini, penulis mencoba menelaah secara mendalam permasalahan qishash ini dengan pendekatan maqashid al-syari'ah yang terangkum secara detail di dalam kitab Al-Muwafaqat karya al-Syathibi.
Implikasi Yuridis Riwayat tentang Kesalahan Penulisan dalam Mushaf Usmani Ahmad Rajafi
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 11 No 2 (2017)
Publisher : Sharia Faculty of State Islamic University of Prof. K.H. Saifuddin Zuhri, Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312.124 KB) | DOI: 10.24090/mnh.v11i2.1288

Abstract

The history of writing error in the Qur'an derived from Aisha and justified by Khalifa Uthman bin Affan received a different responses among Islamic researchers, both from the strictly rejecting that history of writing (riwayat) until to those who accepted the existence the riwayat but with different "reading". On the legal side (juridical), the existence of that riwayat can result in juridical implications, especially in the methodological aspect. Such thought is not driven by the negative domain, but it must be in a positive domain, where the existence of that riwayat provides more progressive and responsive ijtihad, whether the answer is for the diversion to the difference of qira’at or not, the Islamic texts will be read more critically, so the legal purpose of “suitable in every time and place” would be reached.