Fitria Rismaningtyas
Jurusan Sosiologi Agama, IAIN Tulungagung

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENDIDIKAN BERBASIS RESPONSIF GENDER SEBAGAI UPAYA MERUNTUHKAN SEGREGASI GENDER Dini Damayanti; Fitria Rismaningtyas
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 10 (2021): Edisi Khusus Sosiologi Perkotaan
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v10i0.47639

Abstract

Fair education is a right for all human beings. However, application does not always represent justice. Gender segregation is one of the problems in education. The separation between men and women can be a barrier in the learning process. Although access to education is extensive, it does not rule out the possibility that this gender segregation model is still stretched. This model can still be found in some boarding schools and schools with a strongly religious base. Separation can occur in some learning activities as well as the whole activities. This model is believed to perpetue gender bias and make the relationship between men and women tend to be rigid. Gender responsive education is one way to give students the widest possible space to learn together regardless of gender. The learning process in school tends to give full rights in learning and gives fair attention to the special needs of men and women. The purpose of this paper describes and analyzes how to realize the nuances of gender responsive education. The method used in this writing is qualitative method with descriptive analysis. The theory used to describe the reality of gender segregation in education is the theory of social construction. The results show that realizing a strong education of gender responsiveness requires support from all aspect of life. Aspects of awareness and understanding related to gender equality are important. Forming gender-responsive learning can be done with collaborative learning approaches and methods that collaborate with the participation of both men and women.  Keywords: Learning, Gender Responsiveness, Gender Segregation   AbstrakMengenyam pendidikan secara adil merupakan hak bagi semua manusia. Namun, penerapan tidak selalu merepresentasikan keadilan. Segregasi gender menjadi salah satu problematika dalam dunia pendidikan. Dimana pemisahan antara laki-laki dan perempuan dapat menjadi tembok pembatas dalam proses pembelajaran. Meskipun akses terhadap pendidikan begitu luas, tidak menutup kemungkinan model segregasi gender ini masih melenggang. Model ini masih dapat dijumpai di beberapa pondok pesantren maupun sekolah dengan basis agama yang kuat. Pemisahan dapat terjadi pada sebagian aktivitas belajar maupun keseluruhan aktivitas. Model ini disinyalir dapat melanggengkan bias gender dan menjadikan hubungan antara laki-laki dan perempuan cenderung kaku. Pendidikan dengan nuansa responsif gender merupakan salah satu cara untuk memberikan ruang seluas-luasnya pada para peserta didik untuk belajar bersama tanpa memandang gender. Pembelajaran cenderung memberikan hak sepenuhnya dalam belajar dan memberikan perhatian yang adil bagi kebutuhan khusus laki-laki dan perempuan. Tujuan penulisan ini mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana mewujudkan nuansa pendidikan yang responsif gender. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif. Sedangkan teori yang dipakai untuk menggambarkan realitas segregasi gender dalam pendidikan adalah teori konstruksi sosial. Hasil penelitian menunjukan bahwa mewujudkan pendidikan yang kental akan nuansa responsif gender membutuhkan support dari semua lapisan masyarakat. Aspek kesadaran dan pemahaman terkait dengan kesetaraan gender adalah penting. Membentuk pembelajaran yang responsif gender dapat dilakukan dengan pendekatan maupun metode pengajaran yang bersifat kolaboratif (collaborative learning) yang menggandeng partisipasi baik laki-laki maupun perempuan.  Kata Kunci: Pembelajaran, Responsif Gender, Segregasi Gender 
PRAKTIK SOSIAL CYBER BULLYING DALAM JARINGAN Natasya Pazha Denanda; Fitria Rismaningtyas
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 10 (2021): Edisi Khusus Sosiologi Perkotaan
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v10i0.47641

Abstract

Bullying is an act of insulting someone present without realizing it in a form of social relationship. Bullying behaviour varies, such as verbal bullying, physical bullying, sexual bullying, emotional bullying, and cyber bullying. Cyber bullying is a crime that is committed deliberately in the form of slander, ridicule, harsh words, harassment, threats and insults. This article tries to parse the cyber bullying that has occurred to one of the many influencers in Indonesia and on social media Youtube. This paper uses a qualitative method with a case study approach. The approach is used because they want to see more than why bullying occurs and the impact that bullying has. This paper will try to parse the phenomenon of cyber bullying based on the perspective of Anthony Giddens' structuration theory. In this case, some institutions and structures influence social practice.The presence of agents can create a new structure or change an old structure. However, agents can also continue pre-existing structures. In the case of society, it can be said to produce a new structure, namely cyber bullying, because cyber bullying gets a consensus in the community. Meanwhile, it can be said that it reproduces the structure because the act of intimidation has already existed, namely bullying. Macro agents, which is in this case are people who commit cyber bullying. Meanwhile, micro agents are victims of cyber bullying. Where social media are dynamic, fluid and processual. This also perpetuates cyber bullying, in which the structure of society also supports the action. Keywords: Cyber bullying, Social Media, Structuration. AbstrakBullying merupakan tindakan penghinaan terhadap seseorang yang seringkali hadir tanpa disadari dalam suatu bentuk relasi sosial. Perilaku bullying memiliki keragaman seperti verbal bullying, physical bullying, sexual bullying, emosional bullying, dan cyber bullying. Perkembangan teknologi dan tingkat konsumsi social media yang makin meningkat juga menjadi salah satu faktor terjadinya perilaku bullying, khusunya cyber bullying. Cyber bullying merupakan tindakan kejahatan yang dilakukan secara sengaja dalam bentuk fitnah, cemooh, kata-kata kasar, pelecehan, ancaman, dan hinaan. Tulisan ini mencoba mengurai tentang cyber bullying yang terjadi pada salah satu dari sekian banyak influencer di Indonesia dan terjadi pada social media Youtube. Dalam tulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pendekatan ini digunakan karena ingin mengetahui lebih mengapa bullying terjadi serta dampak yang ditimbulkan dari bullying tersebut. Tulisan ini akan mencoba mengurai fenomena cyber bullying dari pandangan teori strukturasi Anthony Giddens. Dalam kasus ini, terdapat agen dan struktur yang mempengaruhi munculnya praktik sosial. Di mana agen mempunyai kekuasaan penuh untuk memproduksi maupun mereproduksi struktur. Kehadiran agen dapat membuat struktur yang baru atau mengubah struktur yang lama. Namun agen juga dapat melanjutkan struktur yang sudah ada sebelumnya. Dalam kasus ini masyarakat bisa dikatakan memproduksi struktur baru yaitu cyber bullying, karena cyber bullying mendapatkan konsensus di masyarakat. Sedangkan dapat dikatakan mereproduksi struktur karena tindakan intimidasi tersebut sudah ada sebelumnya yakni bullying. Agen makro yang mana dalam kasus ini merupakan masyarakat yang melakukan tindak cyber bullying. Sedangkan agen mikro adalah korban dari cyber bullying. Dimana social media ini memiliki sifat dinamis, cair, dan prosesual. Hal ini juga ikut melanggengkan tindakan cyber bullying, dimana struktur masyarakat juga ikut mendukung terjadinya tindakantersebut. Kata Kunci: Cyber bullying, Media Sosial, Strukturasi.