IMAM GHOZALI
Magister Hukum, Universitas Islam Kadiri

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

TRANSFORMASI ORGANISASI ADVOKAT INDONESIA DARI SINGLE BAR MENJADI MULTI BAR (IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 101/PPU -VII/2009 DAN SURAT KETUA MAHKAMAH AGUNG No. 73/KMA/HK.01/IX/2015) IMAM GHOZALI; MAHFUDZ FAHRAZI
MIZAN, Jurnal Ilmu Hukum Vol 7 No 1 (2018): Mizan: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Islam Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/mizan.v7i1.921

Abstract

Pasal 28 ayat 1 UU Advokat memandatkan model organisasi advokat single bar yang pembentukannya selalu mengalami kegagalan, karena perselisihan di kalangan pengurus organisasi advokat, khususnya PERADI dan KAI. Uji materi Pasal 28 ayat 1 UU Advokat menghasilkan Putusan MK No.101/PPU-VII/2009 yang menyatakan bahwa pengambilan sumpah advokat adalah kewajiban Pengadilan Tinggi tanpa mengaitkan dengan keanggotaan organisasi advokat. Putusan MK tersebut kemudian ditegaskan melalui Surat KMA No.73/KMA/HK.01/IX/2015 yang menginstruksikan kepada Pengadilan Tinggi untuk mengambil sumpah calon advokat yang memenuhi syarat, baik yang diajukan PERADI maupun non PERADI hingga tebentuk Undang-Undang Advokat yang baru. Secara otomatis telah terjadi transformasi organisasi advokat dari sistem wadah tunggal (single bar) menjadi wadah jamak (multi bar). Implikasi yuridis Surat KMA No.73/KMA/HK.01/IX/2015 adalah perubahan prosedur pendaftaran hingga pengajuan penyumpahan calon advokat yang dulu terakumulasi pada PERADI, kini diserahkan pula kepada organisasi-organisasi advokat yang lain, sehingga setiap organisasi advokat dituntut mampu menyelenggarakan pendidikan, sertifikasi, ujian profesi, dan magang calon advokat. Surat KMA No.73/KMA/HK.01/IX/2015 meniscayakan amandemen Undang-Undang Advokat, karena beberapa pasal dalam UU Advokat sudah tidak relevan lagi diterapkan dalam model multi bar association, khususnya tentang kewenangan organisasi advokat dalam proses rekrutmen dan penyumpahan calon advokat serta pengawasan kode etik. Persaingan di antara organisasi advokat akan lebih bebas, sehingga perlu dibentuk Dewan Kehormatan untuk mengawasi pesaingan antar organisasi advokat agar tidak menjurus pada komersialisasi dan perlu juga dibentuk Komisi Advokat untuk membuat konsensus bersama dengan Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan, dan Komisi Kepolisian sebagai mediator ketika terjadi permasalahan lintas penegak hukum