Muh Ramli Ahmad
Faculty of Medicine Universitas Hasanuddin Makassar

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Perbandingan Efek 10 Mg dengan 12,5 Mg Levobupivacain 0,5% Isobarik terhadap Onset, Durasi, dan Hemodinamik pada Spinal Anestesi untuk Seksio Sesarea Rachmad Ismail; Muh Ramli Ahmad; A. Muh. Takdir Musba
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 2 No 2 (2019): September
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v2i2.9

Abstract

Latar Belakang: Tujuan utama spinal anestesi pada seksio sesarea adalah meminimalkan efek samping pada ibu dan bayi baru lahir. Levobupivacain memiliki mekanisme aksi yang sama dengan anestesi lokal lainnya, akan tetapi memiliki efek toksik pada jantung dan saraf yang lebih kecil. Tujuan: Membandingkan onset/durasi blok sensorik, motorik serta hemodinamik antara 10 Mg dengan 12,5 Mg Levobupivacain 0,5% Isobarik + fentanyl 25 μg pada seksio sesarea dengan anestesi spinal.Metode: Sampel terdiri dari dua kelompok, kelompok pertama menerima 10 Mg Levobupivacain 0,5% Isobarik + fentanyl 25 μg dan kelompok kedua menerima 12,5 Mg Levobupivacain 0,5% Isobarik + fentanyl 25 μg dengan sampel masing-masing kelompok 23 orang. Analisis data menggunakan uji statistik uji T independen.Hasil: Onset blok sensorik lebih cepat pada kelompok 12,5 Mg Levobupivacain (2,30 menit) dibandingkan kelompok 10 Mg Levobupivacain (3,70 menit), hal ini secara statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan. Durasi blok sensorik kelompok 12,5 Mg Levobupivacain (187,39 menit), durasi blok motorik (194,57 menit) lebih lama dibandingkan kelompok 10 Mg Levobupivacain durasi blok sensorik (153,48 menit) dan durasi blok motorik (157,83 menit). Tidak ada perbedaan yang signifikan pada perubahan hemodinamik untuk kedua kelompokSimpulan: Onset blok sensorik kelompok 12,5 Mg Levobupivacain lebih cepat dibandingkan kelompok 10 Mg Levobupivacain, durasi blok sensorik dan blok motorik kelompok 12,5 Mg Levobupivacain lebih lama dibandingkan kelompok 10 Mg Levobupivacain. Comparison Effects 10 Mg with 12.5 Mg Levobupivacain 0.5% Isobaric Against Onset, Duration, and Hemodynamics in Spinal Anesthesia of Caesarean Section Abstract Background: The main purpose of spinal anesthesia in cesarean section is to minimize side effects on the mother and newborn baby. Levobupivacaine has the same mechanism of action as other local anesthetics, but has a smaller toxic effect on the heart and nerves.Objective: Comparing the onset / duration of sensory, motor and hemodynamic blocks between 10 Mg and 12.5 Mg Levobupivacain 0.5% Isobaric + 25 μg fentanyl in cesarean section with spinal anesthesia.Methods: The sample consisted of two groups, the first group received 10 Mg Levobupivacain 0.5% Isobaric + fentanyl 25 μg and the second group received 12.5 Mg Levobupivacain 0.5% Isobaric + fentanyl 25 μg with a sample of 23 people each group. Data analysis using independent T test statistical tests.Results: Sensory block onset was faster in the 12.5 Mg Levobupivacain group (2.30 minutes) than the 10 Mg Levobupivacain group (3.70 minutes), this statistically showed a significant difference. The sensory block duration of the 12.5 Mg Levobupivacain group (187.39 minutes), the motor block duration (194.57 minutes) is longer than the 10 Mg Levobupivacain group the duration of the sensory block (153.48 minutes) and the duration of the motor block (157.83 minutes). There were no significant differences in hemodynamic changes for the two groups.Conclusion: The onset of the 12.5 Mg Levobupivacain sensory block was faster than the 10 Mg Levobupivacain group, the duration of the sensory block and motor block of the 12.5 Mg Levobupivacain group was longer than the 10 Mg Levobupivacain group
Manajemen Nyeri Terkini pada Pasien Pasca Seksio Sesarea Muh Ramli Ahmad; Rezki Hardiyanti Taufik
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 4 No 1 (2021): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v4i1.53

Abstract

Prosedur Seksio Sesarea (SS) seringkali menyebabkan nyeri sedang hingga berat selama 48 jam. Tujuan manajemen nyeri pascabedah adalah untuk memberikan kenyamanan pada pasien, menghambat impuls nosiseptif, dan menumpulkan respon neuroendokrin terhadap nyeri, yang dengan demikian mempercepat kembalinya fungsi fisiologis. Selain itu, manajemen nyeri yang adekuat pada pasien SS memungkinkan mobilisasi dini untuk mencegah risiko tromboemboli yang meningkat selama kehamilan dan pasien perlu bebas nyeri untuk merawat bayi serta memberikan ASI secara efektif. Mekanisme nyeri pascabedah terdiri dari sensitisasi perifer dan senstisasi sentral dari susunan saraf. Dampak klinik sensitisasi sistem saraf berupa hiperalgesia dan alodinia. Sensitisasi pascabedah akan mengakibatkan penderitaan bagi pasien sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pascabedah, oleh karena itu manajemen nyeri pascabedah harus ditujukan ke arah pencegahan dan meminimalkan terjadinya proses sensitisasi. Analgesia multimodal dengan mengkombinasi obat yang menghambat sensitisasi perifer dan sentral, dengan opioid sebagai analgesia penyelamat dapat menjadi pilihan untuk memberikan manajemen nyeri yang adekuat dan meminimalkan efek samping. Current Practice for Post Operative Pain Management in Caesarean Section Abstract Caesarean section (CS) is frequently followed by moderate to severe pain up to 48 hours after surgery. Postoperative pain management is aimed to provide postoperative comfortness, inhibits nociceptive impulse, and blunts neuroendocrine response to pain, thus enhance the return of physiological function. Moreover, an adequate pain management in CS patients allows early mobilization in preventing the increased of thromboemboli risk during pregnancy, the need of patients to be pain free in taking care of the baby as well as effective breastfeeding. Postoperative pain mechanism consists of peripheral and central senzitisation of nervous system. Clinical impact of nervous system sensitization including hyperalgesia and allodynia. Postoperative sensitization resulted in patient’s suffering that increase morbidity and mortality rate eventually. Therefore, postoperative pain management should be directed to prevent and minimalize sensitization process. Multimodal analgesia by combining analgesics inhibited peripheral and central sensitization, with opioid as rescue analgesic may be preferred to provide adequate pain management and to minimalize the adverse effects.
Mengenal Nyeri Neuropatik Akut Pasca Seksio Sesarea Muh Ramli Ahmad; Rezki Hardiyanti
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 4 No 2 (2021): September
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v4i2.75

Abstract

Nyeri neuropatik akut pascabedah Seksio Sesarea (SS) ditandai dengan adanya tanda dan gejala nyeri neuropatik yang berbeda dari nyeri nosiseptif berupa alodinia dan hiperalgesia, yang ditemukan pada periode awal hingga 1 bulan pascabedah. Nyeri neuropatik akut dapat terjadi akibat cedera langsung pada saraf iliohipogastrika dan ilionguinal akibat pembedahan SS, yang selanjutnya memicu pelepasan ektopik dan perubahan kanal ion pada saraf perifer, serta memicu terjadinya sensitisasi sentral. Meskipun demikian, disfungsi saraf pascabedah biasanya merupakan kombinasi dengan nyeri nosiseptif akibat kerusakan jaringan dan peradangan. Skrining perioperatif dan faktor risiko dapat menggunakan alat skrining Douleur Neuropathique en 4 (DN4) atau DN2 untuk mencegah perkembangan menjadi nyeri persisten. Pendekatan saat ini untuk pencegahan nyeri neuropatik kronis bertujuan untuk mengoptimalkan analgesia dan mengurangi nosisepsi dari nyeri akut dengan memodifikasi teknik bedah dan memilih anestesi regional. Pengobatan nyeri neuropatik memerlukan kombinasi terapi farmakologis, fisik, dan terapi perilaku. Beberapa terapi lini pertama pada penanganan nyeri neuropati akut seperti gabapentinoid, opioid, antagonis reseptor NMDA, hingga terapi stimulasi listrik transkutan dan stimulasi medula spinalis menjadi pertimbangan untuk nyeri neuropatik akut.