Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : Naditira Widya

NILAI PENTING SUMBERDAYA BUDAYA KOTAWARINGIN LAMA Muhammad Wishnu Wibisono; Daud Aris Tanudirjo; Imam Hindarto
Naditira Widya Vol 16 No 1 (2022): Naditira Widya Volume 16 Nomor 1 Tahun 2022
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v16i1.500

Abstract

Historiografi Kabupaten Kotawaringin Barat tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Kerajaan Kotawaringin abad ke-17-19 Masehi. Kerajaan Kotawaringin tumbuh dan berkembang sebagai kawasan multietnis Bugis, Dayak dan Jawa. Beberapa sumber daya budaya Kerajaan Kotawaringin, di Kotawaringin Lama, yang masih tersisa adalah Astana Al-Nursari, Makam Kuta Tanah, Masjid Kyai Gede, dan Danau Masoraian. Hasil wawancara menunjukkan bahwa Astana Al-Nursari akan dikembangkan menjadi museum yang berintegrasi dengan ketiga sumber daya budaya lainnya. Rencana pengembangan tersebut diinisiasi oleh keturunan Kerajaan Kotawaringin, yang didukung oleh Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat. Namun demikian, sampai sekarang penelitian mengenai sumber daya budaya Kerajaan Kotawaringin yang menjadi langkah awal rencana pengembangan tersebut masih sebatas studi aspek sejarahnya. Penelitian kali ini ditujukan untuk memahami nilai penting sumber daya budaya Kerajaan Kotawaringin berdasarkan kondisi aktual masa kini. Pemahaman akan nilai penting tersebut diharapkan dapat menggambarkan karakter dan potensi Kotawaringin Barat yang dapat menjadi landasan dalam pengelolaan sumber daya budaya Kerajaan Kotawaringin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber daya budaya di Kotawaringin Lama, di Kalimantan Tengah, memiliki nilai penting yang dapat menjadi fondasi pengelolaan kawasan cagar budaya yang berintegrasi dengan kawasan lindung geologi. Integrasi pengelolaan dua kawasan lindung tersebut merupakan suatu langkah awal sebelum kawasan tersebut dapat dimanfaatkan secara praktis dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, khususnya masyarakat di sekitar kawasan dan Indonesia secara umum. . The historiography of Kotawaringin Barat Regency cannot be separated from the existence of the 17th-19th century Kotawaringin Kingdom. The Kotawaringin kingdom grew and developed as a multi-ethnic region of Bugis, Dayak and Javanese. Some of the cultural resources of the Kotawaringin Kingdom, in Kotawaringin Lama, which still exists are the Astana Al-Nursari, the Kuta Tanah Cemetery, Kyai Gede Mosque, and the Masoraian Lake. The interview results suggest that Astana Al-Nursari will be developed into a museum that integrates with the other three cultural resources. The development plan was initiated by descendants of the Kotawaringin Kingdom, supported by the Regency Government of Kotawaringin Barat. However, until today research on the cultural resources of the Kotawaringin Kingdom, which is the first step in this development plan, is still limited to studying the historical aspects of the Kotawaringin Kingdom. This research is aimed at understanding the important value of the cultural resources of the Kotawaringin Kingdom based on current actual conditions. The understanding of these important values is expected to enable the depiction of the characteristics and potential of Kotawaringin Barat which can become the basis for cultural resources management of the Kotawaringin Kingdom. The results show that the cultural resources of Kotawaringin Lama, in Central Kalimantan, have important values that can become the foundation for the management of the cultural heritage region which is integrated with geoconservation. The integration of the management of the two protected areas is a first step before these regions can practically be used to improve people's welfare, especially the people living around the area and Indonesia in general.