Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 2/3 wilayahnya merupakan lautan. Posisi Pulau Batam sangat strategis karena selain berada pada Selat Malaka yang merupakan choke point, juga tepat berada pada jalur komunikasi dan perdagangan dunia. Hal ini merupakan potensi ancaman karena akan mendorong hadirnya kekuatan asing untuk mengamankan kepentingan negaranya. Perlu adanya sistem pertahanan negara yang dipersiapkan untuk operasi militer perang. Wilayah pendaratan amfibi merupakan bagian dari wilayah pertahanan dinamis yang digunakan untuk operasi militer perang. Teknologi penginderaan jauh mampu memberikan informasi berupa parameter-parameter yang berpengaruh terhadap penentuan model ruang wilayah pendaratan amfibi, yaitu : 1) Gradien pantai depan; (2) Jenis/bentuk garis pantai pendaratan; (3) Panjang garis pantai pendaratan; (4) Komposisi dasar laut; (5) Medan belakang pantai; (6) Rintangan pantai; (7) Jaringan jalan; (8) Penggunaan lahan. Sistem informasi geografi melalui pendekatan kuantitatif berjenjang tertimbang digunakan untuk menghasilkan model ruang wilayah pendaratan amfibi. Hasil dari penelitian ini adalah Pada Pulau Batam terdapat 5 (lima) lokasi yang dapat digunakan untuk pendaratan amfibi yaitu : (1) Pada kecamatan Nongsa, posisi 104° 7’ 34,100” BT - 1° 10’ 51,986” LU, (2) Pada kecamatan Sungaibedug, posisi 104° 3’ 52.505” BT - 0° 59’ 8.187” LU, (3) Pada kecamatan Sagulung, posisi 104⁰ 2’ 31.032” BT - 0⁰ 59’ 7.444” LU, (4) Pada kecamatan Sagulung, posisi 104° 1’ 53.793” BT - 0° 58’ 55.908” LU dan (5) Pada kecamatan Sekupang, posisi 103° 55’ 11.385” BT - 1° 8’ 10.207” LU.