This Author published in this journals
All Journal Sentris
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Indonesia Role as Norm Enterpreneur in Mitigating South China Sea Conflict Miftahul Choir
Jurnal Sentris Vol. 2 No. 2 (2018): The Rise of Middle Power
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v2i2.4152.55-71

Abstract

Sejak konflik ini muncul di tahun 1990, persengketaan Laut Tiongkok Selatan telah menjadi salah satu isu panas dalam kawasan ini. Tidak hanya mengundang pihak-pihak yang bersengketa, tetapi juga pihak luar yang memiliki kepentingan di wilayah ini. Konflik ini kemudian berkonsekuensi juga untuk pertama kalinya ASEAN gagal mencapai konsensus dalam pertemuan tingkat tinggi di Phnom Penh, Kamboja di tahun 2012. Akan tetapi, meskipun terus meningkatnya tensi di kawasan ini, ASEAN masih berada dalam kondisi relatif damai. Hingga saat ini, konflik hanya sebatas kontak sengaja ringan antar negara, belum pernah ada perang dalam skala besar terjadi. Melalui teori Norm Life Cycle yang dicetus oleh Martha Finnemore, tulisan berargumen bahwa ASEAN Way yang berisi informalitas dan non-intervensilah yang menyebabkan kawasan ini masih damai. Akan tetapi, bukanlah ASEAN sebagai organisasi regional yang mengadaptasikan norma ASEAN tersebut pada pihak luar, akan tetapi justru Indonesia yang telah berhasil teradaptasi oleh norma ASEAN dan kemudian membawa norma ASEAN tersebut ke pihak eksternal. Serangkaian lokakarya dan pendekatan yang Indonesia lakukan telah berhasil menciptakan kerjasama dan kesepakatan yang tertuang dalam Declaration of Conduct dan terjaganya perdamaian dan stabilitas kawasan.
Kesesuaian ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) dengan Norma ASEAN Miftahul Choir
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2018): Human Security
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4157.68-80

Abstract

Haze pollution is one of the challenges that ASEAN has faced from several decades. Indonesia, as the country that hold most of the tropical forestry in the region, occasionally had forest fire that caused by either climate change or man-made deforestation. Forest fire that occurred in Indonesia consequences at thick haze in neighboring countries Malaysia and Singapore skies, which madeboth countries securitize as it was threatening the lives of their people. Thus, in order to tackle the problem, on 2002, ASEAN released an environmental protocol named ASEAN Agreement of Transboundary Haze Pollution (AATHP). However, the questions raises whether the enviromental protocol fit to the ASEAN Way. This paper argues that AATHP is not violating any of ASEAN norms and value, as it is not a fully legally binding protocol. Constructivism approach will be used as a tool to analyse how AATHP comply to ASEAN way.
Kesesuaian Timor Leste dengan Komunitas ASEAN Miftahul Choir
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2019): Regionalism
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4170.106-115

Abstract

Sebagai satu-satunya organisasi regional yang hadir di kawasan Asia-Pasifik, ASEAN terbentuk secara konstruksi sosial dimana identitas, nilai dan norma menjadi penentu utama dalam dinamika regional. Dalam sejarahnya, kekuatan imaterial menjadi faktor utama dalam menentukan keanggotaan ASEAN. Hal ini dibuktikan dengan masuknya Vietnam, Kamboja dan Myanmar sebagai anggota ASEAN di tahun 1990. Akan tetapi, hal ini justru berbeda ketika Timor Timur mendaftarkan diri sebagai anggota ASEAN di tahun 2011. Beberapa negara menolak kehadiran Timor Timur dikarenakan dikhawatirkan negara anggota tersebut menjadi beban ekonomi bagi organisasi regional ini, meskipun secara identitas dan nilai Timor Timur dan negara anggota ASEAN saat ini memiliki banyak kesamanaan. Keadaan ini menunjukan bahwa dalam kasus Timor Timur ini, ASEAN telah mereduksi faktor imaterial dan menempatkan faktor material didepan dalam penerimaan anggota. Untuk membuktikan argumen tersebut, tulisan ini akan menggunakan teori multilateralisme yang diperkenalkan oleh John Ruggie dengan argumen dibutuhkan ekspektasi keuntungan timbal-balik dari organisasi regional. Tulisan ini melihat bahwa secara material Timor Timur belum memberikan keuntungan terhadap ASEAN sehingga faktor imaterial dengan mudah dapat tereduksi.