Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

LUARAN PASIEN AIDS DENGAN MENINGITIS KRIPTOKOKUS DEFINIT DI RSUP PROF R.D. KANDOU MANADO Sutrisno, Pedro; Tumewah, Rizal; Mawuntu, Arthur H P; Bernadus, Janno
JKK (Jurnal Kedokteran Klinik) Vol 1, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN KLINIK
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: Cryptococcal Meningitis is brain oportunist infection that generally occours in AIDS patient. In AIDS patient, species that causes infection the most is Cryptococcus neoformans. Cryptococcal meningitis diagnosis can be made if clinical symptom of meningitis is found in patient, with positive result found in CSF Indian ink test, CSF culture, or antigen test for Cryptococcus fungi. Purpose of this study aims to understands the outocomes of AIDS patients infected with Cryptococcus meningitis which are definitively diagnosed through indian ink or CSS antigen examination within Prof. Dr. R. D. Kandou Central General Hospital. Method of this study is a descriptive study with secondary data which is records of AIDS patients with definitive cyrptococcus meningitis. Results : Five patients were diagnosed with cryptococcal meningitis. Two patients were suspected and three patients were definitely diagnosed with cryptococcal meningitis. From three patients diagnosed, two were alive. One patient that survived received standard therapy. The other patient did not. Conclusion : Mortality number of patient with cryptococcus meningitis is still high. Definite diagnosis is one of the most starting point to begin standard therapy. Key Words : Cryptococcal Meningitis, Outcome Abstrak : Meningitis kriptokokus merupakan infeksi oportunistik (IO) otak yang umum terjadi pada pasien AIDS. Pada pasien AIDS, spesies penyebab infeksi tersering adalah Cryptococcus neoformans. Diagnosis meningitis kriptokokus dapat ditegakkan jika pada pasien dengan gambaran klinis meningitis, ditemukan pemeriksaan tinta India CSS, kultur CSS, atau pemeriksaan antigen yang positif untuk jamur Cryptococcus. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui luaran pasien AIDS dengan meningitis kriptokokus yang terdiagnosis secara definit menggunakan metode pemeriksaan tinta India atau pemeriksaan antigen CSS di RSUP Prof dr. R.D. Kandou Manado. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan data sekunder yaitu data catatan pasien AIDS dengan meningitis kriptokokus definit. Hasil : Didapatkan ada lima pasien yang didiagnosis meningitis kriptokokus. Dua pasien dicurigai dan tiga pasien definit meningitis kriptokokus. Dari tiga pasien definit meningitis kriptokus, dua pasien hidup. Satu pasien yang hidup menerima terapi standar. Pasien lain tidak. Kesimpulan : Angka kematian pasien meningitis kriptokokus masih cukup tinggi. Penegakkan diagnosis definit sangat penting sebagai dasar memulai terapi standar. Kata kunci : Meningitis Kriptokokus definit, Luaran
PROFIL PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI YAYASAN-YAYASAN MANULA DI KECAMATAN KAWANGKOAN Mongisidi, Rachel; Tumewah, Rizal; Kembuan, Mieke A. H. N.
e-CliniC Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v1i1.3297

Abstract

Background: The cognitive impairment in elderly people is the major cause of the inability to execute the daily activity and of the major reason of the happening of care-dependence. There has not been any research about the profile of cognitive functions impairment in the District of Kawangkoan. Thus, the purpose of this research was to obtain the profile of cognitive functions impairment in the District of Kawangkoan. Methods: This was a descriptive survey with the design of cross-sectional study, which rolls out, the results of MMSE, TMT A, TMT B and CDT; the age, sex, education, occupations, family history of cognitive decline, marital status, the number of children, and the history of stroke and DM, and also the smoking profile of the participants. The subjects of this research were the elderly people that were the members of the old people foundations in the District of Kawangkoan. Results: There were 61 participants of this research, consisting of four males (6.6%) and 57 (94.4%) females participants. The result of this research shows that the MMSE scores were mostly normal (72.1%), the TMT A and the TMT B scores were both mostly abnormal (95.1% and the latter 72.1%), the CDT scores mostly normal (67.2%). In all these three instruments have the absolute result that was, the elderly people with older age has more numbers of participants with cognitive functions impairment than the younger age. The result also shows that the group of subjects with higher education has less numbers of cognitive decline subjects than the group of subjects with lower education. The subjects that had a former occupation as a teacher have the normal cognitive functions as the results of all the tests. Subjects that were married and have children, and do not have a history of stroke, DM and smoking got the score of normal cognitive functions. Conclusions: The cognitive functions of elderly people based on the MMSE and CDT scores, show that most of them have a normal cognitive functions where as the result of the TMT part A and the TMT part B show the opposite result that is most of the participants have an abnormal score. Key words: Cognitive functions impairment – Elderly peopleLatar Belakang: Penurunan fungsi kognitif pada lansia merupakan penyebab terbesar terjadinya ketidakmampuan dalam melakukan aktifitas normal sehari-hari, dan juga merupakan alasan tersering yang menyebabkan terjadinya ketergantungan terhadap orang lain untuk merawat diri sendiri. Belum pernah ada penelitian tentang profil penurunan fungsi kogntif di Kec. Kawangkoan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui profil penurunan fungsi kognitif pada lansia di Kecamatan Kawangkoan. Metode: Penelitian survey deskriptif dengan rancangan penelitian potong lintang, yang memaparkan data hasil pemeriksaan MMSE, TMT A, TMT B, CDT, umur, jenis kelamin; riwayat pendidikan, pekerjaan, keluarga dengan penurunan fungsi kognitif, status pernikahan dan jumlah anak, riwayat penyakit stroke, diabetes mellitus dan merokok. Subjek penelitian adalah para lansia yang menjadi anggota dari yayasan-yayasan manula yang ada di Kec. Kawangkoan. Hasil: Terdapat 61 sampel dari total 65 subjek penelitian. Sampel terdiri dari 4 orang berjenis kelamin laki-laki (6.6%) dan 57 perempuan (94.4%). Penelitian menunjukkan hasil pemeriksaan MMSE menunjukkan 72.1% normal, TMT A 95.1% tidak normal, pemeriksaan TMT B 72.1% tidak normal dan CDT67.2% normal. Pada hasil pemeriksaan ditemukan hasil absolut pada ketiga jenis pemeriksaan ini yaitu lebih banyak terdapat penurunan fungsi kognitif pada lansia dengan umur yang lebih tua. Profil fungsi kognitif berdasarkan riwayat pendidikan menunjukkan bahwa sampel dengan pendidikan kurang dari sembilan tahun sebagian besar mengalami penurunan fungsi kogntif. Riwayat pekerjaan guru seluruhnya memiliki hasil fungsi kognitif yang normal sedangkan sampel yang riwayat pekerjaannya petani lebih banyak mengalami penurunan fungsi kognitif. Sampel yang tidak menikah dan tidak memiliki anak memiliki hasil penurunan fungsi kognitif yang dominan daripada yang menikah dan memiliki anak. Pada hasil ditemukan bahwa sampel yang memiliki riwayat stroke, DM dan merokok positif memiliki hasil penurunan fungsi kognitif yang dominan disbanding yang tidak memiliki riwayat stroke, DM dan merokok. Kesimpulan: Hasil pemeriksaan fungsi kognitif berdasarkan pemeriksaan MMSE dan CDT menunjukkan bahwa sebagian besar lansia masih memiliki fungsi kogntif yang normal sedangkan pada TMT A dan TMT B ditemukan hasil sebaliknya di mana ditemukan hasil sebagian besar mengalami penurunan fungsi kognitif. Kata Kunci: Penurunan fungsi kognitif – Lansia
PROFIL PENDERITA STROKE DENGAN HIPERTENSI DI BAGIAN RAWAT INAP NEUROLOGI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JULI 2013 – JUNI 2014 Senaen, Caroline G.; Kembuan, Mieke A. H. N; Tumewah, Rizal
e-CliniC Vol 3, No 1 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v3i1.7484

Abstract

Abstract: Stroke is a disease of acute neurological deficits caused by brain blood vessel disorder that occurs suddenly and causes symptoms and signs that correspond to the affected brain regions. High blood pressure, also known as hypertension, is one of the major risk factors of hemorrhagic stroke and ischemic stroke. Hypertension can lead to rupture or narrowing of blood vessels of the brain. This study aimed to identify the profile of stroke patients with hypertension in inpatients of Neurology Department Prof. Dr R. D. Kandou Hospital Manado from July 2013 to June 2014. This was a descriptive retrospective study. In this study, there were 162 patients with stroke who met the inclusion criteria. There were 74 male patients and 88 female patients. Most patients were 55-65 years, had high school education, and were housewives. Most systolic blood pressures were at grade 3 and diastolic hypertension at grade 2. Based on types of stroke, most patients had ischemic stroke.Keywords: gender, age, education, occupation, blood pressure, type of strokeAbstrak: Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Tekanan darah tinggi atau yang dikenal dengan hipertensi merupakan salah satu faktor resiko utama, baik untuk stroke hemoragik maupun stroke iskemik. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun penyempitan pembuluh darah otak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penderita stroke dengan hipertensi di Bagian Rawat Inap Neurologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Juli 2013 – Juni 2014. Penelitian ini menggunakan metode retrospektik deskriptif dengan 162 pasien stroke yang memenuhi kriteria inklusi. Pasien stroke berjenis kelamin laki – laki sebanyak 74 dan perempuan 88 orang. Sebagian besar pasien stroke berusia 55 – 65 tahun, pendidikan SMA dan pekerjaan terbanyak ialah ibu rumah tangga. Berdasarkan tekanan sistolik, sebagian besar dengan hipertensi derajat 3 sedangkan berdasarkan tekanan diastolik yaitu hipertensi derajat 2. Berdasarkan jenis stroke terbanyak ialah stroke iskemik.Kata kunci: jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, tekanan darah, jenis stroke
GAMBARAN FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK YANG DIRAWAT INAP NEUROLOGI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JULI 2012 - JUNI 2013 Kabi, Glen Y. C. R.; Tumewah, Rizal; Kembuan, Mieke A. H. N.
e-CliniC Vol 3, No 1 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.3.1.2015.7404

Abstract

Abstract: Ischemic stroke is a clinical sign of dysfunction or brain tissue damage caused by lack of blood flow to the brain that disrupts the need for blood and oxygen to the brain. WHO defines stroke as a rapidly developing clinical signs of focal brain due to interference (or global) with symptoms - that last for 24 hours or more- and can cause death without any other obvious cause other than vascular. This study aimed to obtain an overview of risk factors in ischemic stroke patients in the Inpatient Neurology Department of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado period July 2012 - June 2013. Data were taken by collecting data of ischemic stroke patients medical records. There were 60 patients during that period. Patients affected by stroke were aged between 51 - 65 years and had histories of hypertension.Keywords: risk factors, ischemic stroke.Abstrak: Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di otak. WHO mendefiniskan stroke merupakan suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala - gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang faktor resiko pada pasien stroke iskemik di rawat inap Neurologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Juli 2012 - Juni 2013. Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data pasien yang terkena stroke iskemik di bagian rekam medik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Didapatkan 60 pasiem selama periode Juli 2012 ? Juni 2013. Berdasarkan hasil yang didapat maka disimpulkan bahwa pasien yang sering terkena stroke adalah pasien yang berumur antara 51-65 tahun, dan pasien yang memiliki riwayat hipertensi.Kata kunci: faktor risiko, stroke iskemik
Efek samping terapi steroid intravena pada penderita infeksi susunan saraf pusat di Departemen Neurologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Juli 2014 – Juni 2015 Sumampouw, Ezra L.P; Mawuntu, Arthur H.P.; Tumewah, Rizal
e-CliniC Vol 4, No 2 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.4.2.2016.14262

Abstract

Abstract: Intravenous steroid is a therapeutic option for patients with central nervous system infection to reduce severe inflammation in brain and spinal cord. Albeit, excessive dose and overload duration intravenous steroid can cause variety side effects to the patients from the mildest to the worst, such as headache, gastrointestinal disturbance, or a new kind of infection that may result from intravenous steroid therapy. This was a retrospective cohort study using medical records of patients with central nervous system infection in Prof. R. D. Kandou Manado Hospital period July 2014 to June 2015. There were 22 patients in this study consisted of 16 males and 6 females. Intravenous steroid dexamethasone was the most common steroid administered to 19 patients, followed by methylprednisolone to 3 patients. Mild side effects were found in 72.3 patients and the most common one was mild headache. Conclusion: Intravenous steroids were safe enough as an adjunctive therapy in patients with central nervous system infections in Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado. Keywords: central nervous system infection, intravenous steroids, side effects Abstrak: Steroid intravena merupakan terapi pilihan untuk penderita infeksi susunan saraf pusat yang berfungsi mengurangi peradangan pada otak dan sumsum tulang belakang. Pemberian steroid intravena dengan dosis dan durasi yang berlebihan dapat menimbulkan efek samping yang beragam pada penerima terapinya mulai dari ringan hingga yang terberat, seperti nyeri kepala, gangguan gastrointestinal, hingga jenis infeksi baru yang dapat ditimbulkan akibat steroid intravena. Jenis penelitian ialah studi kohort retrospektif berdasarkan data rekam medik pasien dengan infeksi susunan saraf pusat yang dirawat di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Juli 2014 sampai Juni 2015. Terdapat 22 pasien dalam studi ini terdiri dari 16 laki-laki dan 6 perempuan. Jenis steroid intravena deksametason yang terbanyak diberikan pada 19 pasien, disusul metilprednisolon yang diberikan pada 3 pasien. Efek samping ringan ditemukan pada 72,3 kasus dan yang terbanyak ialah nyeri kepala ringan. Simpulan: Steroid intravena cukup aman diberikan sebagai terapi tambahan untuk penyakit infeksi susunan saraf pusat di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.Kata kunci: infeksi susunan saraf pusat, steroid intravena, efek samping
PENATALAKSANAAN TREMOR TERKINI Tumewah, Rizal
Jurnal Biomedik : JBM Vol 7, No 2 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.7.2.2015.9326

Abstract

Abstract: Not all tremors are Parkinson’s neither pathologic. Some of the tremor therapies have small advantage and some not at all. Therefore, with the better understanding of the causes of tremor, therapists can determine the most effective and minimal adverse effects of therapies. Tremor is the most frequently symptom that can be detected on the movement disorder group. Characteristics of tremor are: rhythmic, oscillatory movement of hands, head, neck or trunk; voice trembling; difficulties in writing and drawing; and problems in holding or controlling things. Tremor can be evoked in a normal state, pathologic conditions, such as psychogenic, metabolic, drug-induce and toxicity conditions, as well as in idiopathic conditions; thus, the therapies have to be various depended on the causes. Occasionally, symptomatic medical therapies can be given to the specific type of tremor. Surgical treatments like thalamotomy, pallidotomy, and thalamic stimulation may be used to treat severe or disabling tremor which is failed with medical treatment. Current treatment of tremor based on Consensus of Movement Disorder Society emphasized the need to classified tremors based on the etiopathogenesis, clinical features, and additional examination in order to achieve more favorable outcome in tremor treatment.Keywords: tremor, current treatment, etiopathogenesis, clinical features, additional examination, medical and surgical treatmentAbstrak: Tidak semua tremor itu Penyakit Parkinson dan tidak semua tremor itu patologik. Umumnya terapi tremor tidak terlalu bermanfaat dan kadang tidak ada perbaikan. Dengan adanya pemahaman mengenai penyebab tremor, para klinikus dapat memberikan terapi yang efektif dengan efek samping minimal. Tremor merupakan salah satu gejala yang paling sering ditemukan dari kelompok movement disorders. Karakteristik tremor dapat berupa getaran yang berirama pada tangan, lengan, kepala, leher, atau tubuh; suara bergetar; kesulitan menulis dan menggambar; serta bermasalah dalam memegang dan mengontrol benda. Tremor dapat ditemukan pada keadaan normal, keadaan patologik akibat psikogenik, penyakit pada sistem saraf, metabolik, obat-obatan, keracunan, bahkan idiopatik sehingga terapinya pun bervariasi tergantung dari penyebab. Kadang terapi medikamentosa simptomatik dapat diberikan pada tipe tremor tertentu. Pembedahan seperti thalamotomy, pallidotomy, dan thalamic stimulation biasanya dilakukan pada kasus tremor yang berat atau gagal dalam pengontrolan dengan terapi medikamentosa. Terapi tremor terkini berdasarkan konsensus Movement Disorder Society menekankan perlunya pendekatan klasifikasi tremor berdasarkan etiopatogesis, gejala klinis, dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan keberhasilan dalam menangani pasien tremor.Kata kunci: tremor, terapi terkini, etiopatogenesis, gejala klinis dan pemeriksaan penunjang, medikamentosa, pembedahan
Profil penyandang epilepsi di Poliklinik Saraf RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado periode Juli 2015 – Juni 2016 Hasibuan, Mughni H.; Mahama, Corry N.; Tumewah, Rizal
e-CliniC Vol 4, No 2 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v4i2.14373

Abstract

Abstract: Epilepsy is one of the most common neurological diseases that can be complicated due to behavioral, cognitive, and mental disorders. Approximately 50 million people currently live with epilepsy worldwide. Epilepsy is still a major public health problem, not only because of its health implications but also for its connotations in social, cultural, psychological, and economic life aspects. This study was aimed to obtain the profile of patients with epilepsy in the Neurology Clinic of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado from July 2015 to June 2016. This was a descriptive retrospective study. The results showed that the number of epileptic patients was higher in males than in females. Epipleptic patients were more common in young adult age group, high school graduated, had no ocuupation yet and were still students. Majority of patients had partial seizure type (focal) epilepsy. Most epileptic patients were treated with monotherapy antiepileptic drugs. Based on the seizures, most patients had uncontrolled seizure.Keywords: epilepsy, seizure. Abstrak: Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang paling umum dan dapat menjadi rumit dengan gangguan perilaku, kognitif , dan mental. Sekitar 50 juta orang saat ini hidup dengan epilepsi di seluruh dunia. Epilepsi masih masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena bukan hanya berdampak pada kesehatan tetapi juga berdampak pada sosial, ekonomi, psikologis dan budaya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh profil penyandanfn epilepsi dalam 1 tahun di Poliklinik Saraf RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Juli 2015-Juni 2016. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif menggunakan data penderita Epilepsi yang tercatat di rekam medik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Juli 2015 hingga Juni 2016. Hasil penelitian menunjukkan penyandang epilepsi laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Terbanyak ditemukan pada golongan usia dewasa muda, lulusan SMA, belum bekerja dan masih berstatus sebagai pelajar. Penyandang epilepsi dengan jenis bangkitan parsial (fokal) paling banyak ditemukan dari pada yanng dengan jenis bangkitan umum. Pengobatan tersering yang dilakukan terhadap penyandang epilepsi ialah dengan monoterapi obat-obat anti epilepsi. Berdasarkan terkontrolnya kejang pada pasien epilepsi, lebih banyak kejang tidak terkontrol. Kata kunci: epilepsi, kejang.
Gambaran fungsi kognitif penderita parkinson di Poliklinik Saraf RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Tarukbua, Febrilya F.; Tumewah, Rizal; PS, Junita Maja
e-CliniC Vol 4, No 1 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v4i1.12481

Abstract

Abstract: Parkinson's disease (PD) is a neurodegenerative disease that can cause cognitive function impairment. This study aimed to obtain the cognitive function in Parkinson’s patients at the Neurology Clinic Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado. This was a descriptive prospective study by using MMSE and MoCA Ina instrument. There were 31 patients of Parkinson’s disease during November and December 2015. Of the 31 patients, 27 had cognitive function impairment. The highest percentages among them with cognitive function impairmentwere male gender, age group 60-71 years, high school education or of the same level. and had no job including retired male patients.Keywords: Parkinson’s disease, cognitive function Abstrak: Penyakit Parkinson ialah penyakit neurodegeneratif yang dapat disertai penurunan fungsi kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran fungsi kongnitif pada pasien Parkinson di Poliklinik Saraf RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jenis penelitian ini deskriptif prospektif dengan menggunakan instrumen penelitian MMSE dan MoCA Ina. Hasil penelitian mendapatkan 31 pasien Parkinson selang bulan November-Desember 2015. Terdapat 27 pasien dengan penurunan fungsi kognitif, terbanyak dijumpai pada jenis kelamin laki-laki, kelompok usia 61-70 tahun, tingkat pendidikan SMA/sederajat, dan yang sudah tidak bekerja termasuk laki-laki pensiunan. Kata kunci: penyakit Parkinson, fungsi kognitif
MOYAMOYA DISEASE DENGAN PERDARAHAN INTRAVENTRIKULAR PADA PASIEN USIA MUDA Gilbert Tangkudung; Ricky Gunawan; Rizal Tumewah; Junita Maja Pertiwi
Jurnal Sinaps Vol. 3 No. 2 (2020): Volume 3 Nomor 2, Juni 2020
Publisher : Neurologi Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (304.703 KB)

Abstract

Pendahuluan : Moyamoya Disease (MMD) adalah kasus langka yang dapat menyebabkan stroke pada usia muda. Insiden MMD sangat jarang, biasanya terjadi pada wanita di bawah usia 20.1 MMD hadir dengan berbagai kasus serebrovaskular termasuk TIA, stroke iskemik, perdarahan intrakranial, sakit kepala, atau kejang. Tipe iskemik mendominasi pada usia muda, sedangkan tipe hemoragik mendominasi pada orang dewasa.2 Perkembangan MMD progresif dan simptomatik dalam 5 tahun; hasilnya buruk jika tanpa pengobatan. Ini merupakan kasus pertama yang kami temukan. Laporan kasus : Sebuah kasus, perempuan Asia 21 tahun, mengalami sakit kepala berat dengan VAS: 9, kaku kuduk, paresis saraf wajah kanan tipe UMN, dengan pemeriksaan darah normal. NCCT Otak ditemukan perdarahan intraventrikular pada ventrikel lateral kiri. Angiografi serebral ditemukan oklusi total segmen M1 kiri, kolateral leptomeningeal dari ACA kiri ke MCA, dilatasi segmen P1 kiri, kolateral leptomeningeal PCA kiri cabang temporal ke kortikal MCA, blush koroidal di sisi kiri. Pasien didiagnosis dengan MMD (klasifikasi Suzuki stage II) dan tatalaksana pengobatan konservatif, mRS setelah perawatan adalah 0. Pasien menjalani MRI dan MRA TOF setelah 9 bulan kemudian dan ditemukan normal pada MRI dan ada penyempitan kaliber di segmen proksimal A1 kiri. Kesimpulan : MMD adalah kasus yang langka yang didiagnosis dengan angiografi serebral. Manajemen perawatan konservatif adalah pilihan pada onset awal dalam kasus ini. Namun, pemantauan ketat terhadap pemeriksaan klinis dan radiologis diperlukan. Kata Kunci: Moyamoya Disease, stroke usia muda, perdarahan intraventrikular.
LAPORAN KASUS : DEKOMPRESI MIKROVASKULAR PADA SPASME HEMIFASIAL David Susanto; Abrar Arham; Rizal Tumewah; Maria Theresia Jasi
Jurnal Sinaps Vol. 3 No. 2 (2020): Volume 3 Nomor 2, Juni 2020
Publisher : Neurologi Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (664.219 KB)

Abstract

Spasme Hemifasial merupakan gangguan aktivitas otot wajah yang diinvervasi oleh nervus (n) fasialis. Meskipun spasme hemifasial tidak mengancam jiwa, namun gangguan ini dapat mempengaruhi aktivitas sosial penderitanya. Terdapat beberapa tatalaksana pada spasme hemifasial, seperti : farmakoterapi, injeksi toksin botulinum, dan dekompresi mikrovaskular (DMV). DMV merupakan tatalaksana operatif pilihan pada pasien spasme hemifasial, dilaporkan perbaikan gejala terjadi pada lebih dari 90% kasus. Laporan kasus ini melaporkan wanita 47 tahun datang dengan keluhan kedutan pada wajah sisi kiri yang hilang timbul dan memberat dalam beberapa tahun terakhir. MRI kepala menunjukan adanya penekanan N.VII sinistra oleh arteri (A). serebelar anterior inferior kiri. Pasien dikonsulkan ke bedah saraf dan direncanakan terapi DMV. Setelah operasi, pasien menunjukan perbaikan gejala, evaluasi 3 bulan setelah operasi diperlukan untuk menentukan prognosis. Kata Kunci : Spasme Hemifasial