Widhi Astuti
Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten Jawa Tengah

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

IMPLEMENTASI PERAYAAN HARI RAYA SARASWATI DI PURA CANDI SARI BHUANA, DESA REJOSO KECAMATAN JOGONALAN KABUPATEN KLATEN Agus Siswanto; Widhi Astuti; Farida Setyaningsih
Jawa Dwipa Vol. 1 No. 1 (2020)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (532.973 KB)

Abstract

Dewi Saraswati sebagai manifestasi Sang Hyang Widhi dinyakini umat Hindu yang bertugas menurunkan Ilmu Pengetahuan kepada umat manusia, namun dalam cara pemujaannya setiap wilayah atau setiap Pura tentunya berbeda-beda, seperti halnya umat Hindu di Pura Candi Sari Bhuana Desa Rejoso Kecamatan Jogonalan kabupaten Klaten. Penelitian ini berjudul Implementasi Perayaan Hari Raya Sarawati di Pura Candi Sari Bhuana, Desa Rejoso Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten. Pada intinya ingin mengkaji tentang tata cara pelaksanaan upacara Persembahyangan Saraswati ditinjau dari Bentuk, Fungsi dan Makna. Latar belakang dilakukannya penelitian ini adalah adanya keinginan untuk memahami secara lebih mendalam mengenai proses, fungsi dan makna filosofis yang terkandung dalam pelaksaan Perayaan hari Raya saraswati di Pura Candi Sari Bhuana, Desa Rejoso Kecamatan Jogonalan, kabupaten Klaten. Hasil penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: proses persembahyangan Saraswati dilaksanakan dengan urutan-urutan upacara sebagai berikut: tahap persiapan, dengan menyiapkan saranasarana upacara berupa banten Saraswati. Upakara (banten) tersebut ditempatkan sedemikian rupa dihadapan pelinggih Padma atau buku pengetahuan yang merupakan lingga stana Sang Hyang Saraswati yang akan diupacarai. Tahap pelaksanaan; persembahyangan Saraswati dan pawintenan Saraswati bagi siswa baru dipuput oleh seorang pemangku setempat yang diawali dengan mebyakala, kemudian dilanjutkan dengan upacara penyucian yaitu meprayascita yang bertujuan untuk menyucikan upakara maupun semua umat yang akan ikut atau terlibat dalam persembahyangan dimaksud. Kegiatan selanjutnya adalah upacara pokok yakni upacara persembahyangan Saraswati yakni pemujaan terhadap keagungan dan kebesaran Ida Sang Hyang Saraswati yang telah menurunkan ilmu pengetahuan kepada umat manusia. Nilai tattwa terletak pada bentuk-bentuk bebantenan.
PENDIDIKAN PASRAMAN GIRI WANGI SEBAGAI MEDIA MEWUJUDKAN SISWA BERPRESTASI DI KECAMATAN JUWANGI KABUPATEN BOYOLALI Widhianto; Widhi Astuti
Jawa Dwipa Vol. 1 No. 2 (2020)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (737.76 KB)

Abstract

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa di Indonesia semua Penduduk harus mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar selama sembilan tahun, yaitu enam tahun di sekolah dasar (SD) dan tiga tahun di sekolah menengah pertama (SMP). Pendidikan di Indonesia diatur melalui Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional. Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama, yaitu formal, non formal dan informal. Pendidikan juga dibagi kedalam empat jenjang, yaitu pendidikan anak usia dini, dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Dengan Pendidikan mampu membentuk kepribadian, disiplin, pantang menyerah, etika yang baik, kreatifitas, dan kemandirian. Tercapainya prestasi belajar peserta didik tidak terlepas dari beragam aspek diantaranya minat membaca dan motivasi belajar. Pendidikan pasraman menekankan pada disiplin diri, mengembangkan akhlak mulia dan sifat-sifat yang rajin, suka bekerja keras, pengekangan hawa nafsu dan gemar untuk menolong orang lain. Dengan adanya Pasraman Giri Wangi dapat membantu anak-anak dalam pelajaran agama yang dimana mereka bersekolah belum ada guru agamanya, membuat anak mengukir prestasi dibidang keagaman maupun umum. ada juga kegiatan Extrakurikuler seperti Yoga, Karawitan, Bola Voli dan Komputer. Didalam Extrakurikuler juga dilatih oleh para Guru dan didampingi oleh para Penyuluh Agama Hindu Non PNS yang ada di Kecamatan Juwangi. Dengan pasraman anak bisa berprestasi.
IMPLEMENTASI DHARMA SADHANA PADA PERSEMBAHYANGAN PURNAMA DAN TILEM DI PURA JAGADNATHA BANGUNTAPAN BANGUNTAPAN YOGYAKARTA Putu Adi Rama Deta; Widhi Astuti
Jawa Dwipa Vol. 2 No. 2 (2021)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (334.436 KB)

Abstract

Praktik keagamaan (Dharma Sadhana) merupakan suatu kewajiban bagi umat beragama terkhusus umat Hindu. Banyak sekali praktek yang bisa dilaksanakan oleh umat, tidak hanya yang berkaitan dengan etika, tetapi juga yang berkaitan dengan upacara/ ritual. Pelaksanaan dharma sadhana pada ritual, tentu memiliki arti yang lebih. Di samping sebagai bentuk bhakti, bisa juga sebagai implementasi ajaran agama. Di Yogyakarta, umat Hindu sangat beragam. Sehingga dengan adanya keberagaman ini, dalam melaksanakan ritual akan tampak berbeda pula. Persembahyangan di Pura Jagadnatha dilaksanakan setiap hari Purnama dan tilem dan hari suci lainnya. Dalam persembahyangan tersebut, banyak praktek keagamaan yang bisa diterapkan. Dalam persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Jagadantha Banguntapan dapat disimpulkan bahwa setiap persembahyangan memakai banten yang sudah diatas standar dan model Bali, kecuali pada saat Tilem ada tambahan banten yang turun menurun selalu disertakan sebagai banten pelengkap dalam setiap persembahyangan Tilem. Banten yang digunakan adalah banten model bali dan tambahan sesaji yang secara turun menurun dilaksanakan.Proses persembahyangan Purnama dan Tilem sangat tertata, mulai dari mempersiapkan banten, mempersiapkan tempat sembahyang dan juga susunan acara yang sangat terarah. Praktik keagamaan di dalam proses persembahyangan Purnama dan Tilem sangat baik dan tidak hanya seorang datang cuma sembahyang saja, tetapi juga mendapat pengetahuan-pengetahuan keagamaan. Karena praktek keagamaan yang terlihat banyak, seperti mejejaitan, kidung, pembacaan weda wakya/sloka, dharma wacana dan dana punia.
ANALISIS BENTUK DAN MAKNA COK BAKAL DALAM SESAJI JAWA Toto Margiyono; Widhi Astuti; Ni Luh Putu Wiardani Astuti
Widya Aksara : Jurnal Agama Hindu Vol 28 No 1 (2023)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54714/widyaaksara.v28i1.206

Abstract

Masyarakat Jawa pada umumnya masih mempertahankan tradisi, dalam hal ini adalah tradisi membuat Cok Bakal. Cok Bakal adalah suatu sesaji yang dibuat guna mendapatkan keselamatan dan keberkahan dari Tuhan. Wujud dari Cok Bakal yaitu daun pisang yang dibentuk menjadi sebuah wadah yang kemudian diisi berbagai macam bumbu dapur seperti tembakau, suruh, kelapa, injet, cabai, bawang putih, bawang merah, beras, daun dadap serep, gula, telur, jenang merah, jenang putih, bunga, miri, uang dan lain sebagainya. Tidak semua Cok Bakal berisi lengkap seluruhnya seperti yang disebutkan di atas. Hanya berisi beberapa saja sudah bisa disebut Cok Bakal. Dari penelitian ini menunjukkan Cok Bakal adalah suatu sesaji yang dibuat guna mendapatkan keselamatan dan keberkahan dari Tuhan serta terhindar dari malapetaka. Tujuan dari pembuatan Cok Bakal agar terhindar dari musibah dan marabahaya sehingga kehidupan menjadi aman dan tenteram. Bentuk Cok Bakal terdiri dari, suruh, kelapa, injet, cabai, bawang putih, bawang merah, beras, daun dadap serep, gula, telur, jenang merah, jenang putih, bunga, miri, uang dan lain sebagainya yang ditempatkan di dalam tampah. Makna Cok Bakal secara keseluruhan merupakan simbul alam semesta beserta segala yang ada didalamnya. Cok Bakal juga merupakan wujud yang diciptakan berfungsi sebagai simbol lingga, serta linggih Sang Hyang Widhi Wasa. Cok Bakal melambangkan pelinggih Sang Hyang Widhi Wasa yang melambangkan Asta Aiswarya yaitu delapan kemahakuasaan Sang Hyang Widhi yang menempati delapan penjuru arah mata angin denga Dewa Siwa sebagai pusatnya. Kehadiran Cok Bakal memiliki fungsi pendidikan, fungsi religius dan fungsi pelestarian budaya.