Eddy Hermawan
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PENGEMBANGAN MODEL PREDIKSI MADDEN-JULIAN OSCILLATION (MJO) BERBASIS HASIL ANALISIS DATA WIND PROFILER RADAR (WPR) Naziah Madani; Eddy Hermawan; Akhmad Faqih
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 13, No 1 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (356.528 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v13i1.117

Abstract

Latar belakang penelitian ini adalah pentingnya kajian mengenai MJO sebagai salah satu osilasi dominan di kawasan ekuator. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model prediksi MJO berdasarkan analisis data WPR. Pada penelitian ini kejadian MJO diidentifikasi dari data kecepatan angin zonal pada lapisan 850 mb di kawasan Pontianak, Manado, dan Biak. Sebelum data angin zonal ini dimanfaatkan untuk melihat perilaku MJO, maka data angin tersebut  terlebih dahulu dibandingkan dengan data indeks MJO yaitu RMM1 dan RMM2. RMM1 dan RMM2 merupakan sepasang indeks untuk memonitor kejadian MJO secara realtime. Hasil analisis Power Spectral Density (PSD) data kecepatan angin zonal lapisan 850 mb menunjukkan adanya sinyal MJO kuat yang dicirikan dengan adanya osilasi sekitar 45 harian. Hasil korelasi dan regresi juga menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang signifikan antara kedua data tersebut. Hal tersebut mengindikasikan bahwa data kecepatan angin zonal lapisan 850 mb dapat digunakan untuk analisis MJO. Pada penelitian ini, prediksi MJO didasarkan pada data kecepatan angin zonal menggunakan metode ARIMA Box-Jenkins. Melalui metode ini, model yang mendekati data deret waktu kecepatan angin zonal pada lapisan 850 mb di Pontianak adalah ARIMA(2,0,0), model prediksi untuk Manado adalah ARIMA(2,1,2), sedangkan untuk Biak adalah ARIMA(0,1,3). Model-model tersebut bermanfaat untuk melihat perilaku sinyal MJO pada data angin zonal berkaitan dengan pola curah hujan di wilayah kajian. Background of this research is to study the importance of MJO as one of the predominant peak oscillation in the equator area. This study aims to make prediction models of MJO based on the analysis of zonal wind speed data observed by WPR that compared by the MJO index data, namely RMM1 and RMM2. The results of PSD show strong MJO signal of 45 day periods oscillations. The result of corrrelation and regression analyses also show significant relationship between both data. Therefore, it is suggested that the observed 850 mb zonal wind speed data can be used to analyze the MJO phenomenon. The MJO prediction models were developed by using ARIMA. Then we found the ARIMA model for Pontianak is ARIMA(2,0,0), Manado ARIMA(2,1,2), and Biak ARIMA(0,1,3). Those models used to see the MJO event from zonal wind data that effect to rainfall pattern in study area.
PENGELOMPOKKAN POLA CURAH HUJAN YANG TERJADI DI BEBERAPA KAWASAN P. SUMATERA BERBASIS HASIL ANALISIS TEKNIK SPEKTRAL Eddy Hermawan
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 11, No 2 (2010)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (937.054 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v11i2.67

Abstract

Makalah ini berisi informasi tentang pentingnya pengelompokkan pola curah hujan yang terjadi di beberapa stasiun penakar curah hujan yang tersebar di P. Sumatera. Hal ini penting dilakukan mengingat kawasan P. Sumatera, umumnya didominasi oleh pola curah hujan Monsunal dengan osilasi dominan sekitar satu tahunan yang dikenal dengan istilah AO (Annual Oscillation). Dengan metode/teknik analisis spektral, maka akan dianalisis apakah benar hampir semua kawasan di Sumatera berpola curah hujan seperti itu. Hasil analisis terhadap tiga puluh tiga stasiun penakar curah hujan yang tersebar di Sumatera Barat selama kurang lebih tujuh tahun pengamatan periode Januari 1986 hingga Desember 1992 menunjukkan bahwa diantara tiga puluh tiga stasiun tersebut, memang benar dua puluh empat diantaranya menunjukkan osilasi satu tahunan (AO). Hal serupa, juga dialami oleh sebagian besar stasiun penakar curah hujan yang tersebar di Sumatera bagian selatan, khususnya kota Palembang. Namun, ada juga beberapa kawasan di Sumetera Barat khususnya yang justru menunjukkan osilasi setengah tahunan yang dikenal dengan istilah SAO (Semi Annual Oscillation). Penjelasan lebih lanjut tentang apa itu osilasi AO dan SAO, termasuk penjelasan tentang metode/teknik spektral yang digunakan, yakni FFT (Fast Fourier Transform) kami bahas secara detail dalam full makalah ini. This paper contains an information about the importance of grouping patterns of rainfall which occurred at several measuring stations that scattered at Sumatera Island. This is important considering the area of Sumatera Island, generally dominated by monsoonal rainfall pattern with about a dominant annual oscillation known as AO (Annual Oscillation). With the methods/techniques of spectral analysis, it will be analyzed whether it was true almost all the regions in Sumatra, the rainfall pattern like that. The results on the thirty-three measuring stations scattered in Western Sumatera for approximately seven years of observation period January 1986 to December 1992 showed that among the thirty-three stations, it was true, the  twenty-four of them showed an annual oscillation (AO). Similarly, also experienced by most of the rainfall stations that scattered  in Southern Sumatra, especially at Palembang city. However, there are also several areas in the Western Sumatera, they show semiannual oscillation known as the SAO (Semi-Annual Oscillation). Further explanation about what it is oscillating AO and SAO, including an explanation of the spectral analysis methods/ techniques that we used spectral, that is FFT (Fast Fourier Transform), we discuss in detail in this full paper.
ESTIMASI DATANGNYA KEMARAU PANJANG 2012/2013 BERBASIS HASIL ANALISIS KOMBINASI DATA ESPI DAN DMI Eddy Hermawan
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 12, No 1 (2011)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v12i1.79

Abstract

Penelitian ini dibuat dengan tujuan utamanya menganalisis perilaku fenomena baru atmosfer yang merupakan hasil silang antara fenomena El-Niño yang diwakili oleh data ESPI (ENSO Precipitation Index) dengan DMI (Dipole Mode Index) sebagai mini ENSO-nya Indonesia untuk kawasan Pasifik Barat selama 29 tahun pengamatan periode Januari1979 hingga Desember 2008. Berbasis kepada hasil analisis dengan menggunakan teknik analisis wavelet dan juga FFT (Fast Fourier Transform), kami mendapatkan bahwa osilasi baru tersebut berkisar sekitar 180 bulanan (~ 15 tahunan). Jika siklus ini berjalan sempurna(tanpa ada faktor lain yang mengganggunya), maka berbasis kejadian tahun 1982 dan 1997, diperkirakan tahun 2012/2013 nanti, kita akan mengalami musim kering yang berkepanjangan seperti kejadian tahun 1997. Hasil ini tentunya masih perlu dipertajam lagi, seperti analisis siklus ke-24 matahari, selain pemanfaatan data emisi CO2 Indonesia.Satu hal yang menarik dari penelitian ini adalah bahwa kawasan Sumatera Utara bagian utara, khususnya Aceh dan Medan, mereka nampaknya akan relatif aman dari bahaya (dampak) kering yang panjang, mengingat kawasan ini relatif basah sepanjang tahun hasilanalisis data GPCP (Global Precipitation Climatology Project) untuk analisis waktu pengamatan yang sama. This research was made with the main objective is to analyze the behavior of new atmospheric phenomena as the result of the crossing between El-Niño phenomenon represented by the data ESPI with DMI for 29 years observation for period of January 1979 to December 2008. Based on the results of analysis using wavelet analysis techniques as wellas FFT, we find that the new oscillation ranges for about 180 monthly (~ 15 years). If the cycle is running perfectly (without any other factors that bothered it), then based on events in 1982 and 1997, estimated the year 2012/2013, we will experience a prolonged dry season like the 1997 incident. These results are of course still need to be sharpened again, such as the analysis of the 24 solar cycles, in addition to the utilization of CO2 emission data in Indonesia. One thing the interesting point of this research is that the northern part of North Sumatra region, especially Aceh and Medan, they appear to be relatively safe from harm (impact) the long dry, since this region is relatively wet throughout the year results of data analysis GPCP for the same time observation of data analysis.
EL NIÑO MODOKI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU CURAH HUJAN MONSUNAL DI INDONESIA Ela Hasri Windari; Akhmad Faqih; Eddy Hermawan
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 13, No 3 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v13i3.130

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kejadian El Niño Modoki dan pengaruhnya terhadap keragaman curah hujan bertipe monsunal di Indonesia. Selain itu, di dalam penelitian ini juga dikaji perbedaan antara El Niño Modoki dengan El Niño konvensional yang telah dikenal selama ini. Analisis Power Spectral Density terhadap data indeks aSML periode 1979–2010 menghasilkan perbedaan karakteristik temporal antara keduanya. El Niño Modoki memiliki siklus 6–8 tahunan sedangkan El Niño konvensional memiliki siklus 4–5 tahunan. Hasil ini juga didukung oleh hasil analisis Wavelet yang menunjukkan pola osilasi dominan El Niño konvensional ~4 tahunan sedangkan El Niño Modoki  hampir mendekati pola dekadal (~10 tahunan). Hasil analisis komposit dari tujuh kejadian El Niño Modoki, yaitu tahun 1986/87, 1990/91, 1992/93, 1994/95, 2002/2003, 2004/2005, dan 2009/2010 menunjukkan bahwa anomali hangat yang berkaitan dengan peristiwa El Niño biasanya konsisten melampaui nilai threshold sekitar periode Juli–Maret. Fase pertumbuhan mulai terlihat sekitar Maret atau April hingga Januari kemudian mulai turun sekitar bulan Februari. Puncak anomalinya terjadi pada bulan Agustus–Januari. Menurut hasil analisis regresi anomali curah hujan terhadap EMI periode 1971-2000, El Niño Modoki memberikan pengaruh yang jelas terhadap penurunan curah hujan di wilayah Sumbawa Besar, Makassar, dan Banjar Baru pada musim JJA dan semakin kuat pengaruhnya pada musim SON. Wilayah Lampung hanya merasakan pengaruh Modoki dengan jelas pada musim JJA saja sedangkan Indramayu pada musim SON. Penggunaan indeks EMI yang memasukkan informasi aSML di sekitar wilayah Indonesia menyebabkan nilai korelasi silang yang signifikan antara anomali curah hujan dengan EMI hanya menghasilkan jeda maksimum satu bulan. This study aims to investigate El Niño Modoki phenomenon and its influence to monsoonal rainfall behavior over Indonesia. The study is also intended to identify the differences between the El Niño Modoki and the well-known El Niño events, referred in this study as Conventional El Niño. Power Spectral Density and Wavelet analysis shows a different strength in the temporal cycle of both events, four years interannual cycles of Nino-4 index and nearly decadal (~10 years) cycles of EMI data. The composite of seven El Niño Modoki events in 1986/87, 1990/91, 1992/93, 1994/95, 2002/03, 2004/05, and 2009/10, shows the El Niño Modoki events indicated by the raise of EMI exceeding its defined threshold occurred from July to March. The growing phase started from March or April until January then   continued by decaying phase around February. Regression analysis resulted the El Niño Modoki strongly influence monsoonal rainfall bahavior over Sumbawa Besar, Makassar, and Banjar Baru during both June-July-August (JJA) and September-October-November (SON) periods, over Lampung only during JJA, and Indramayu during SON. The use of EMI which includes SST anomaly around Indonesia led to a significant cross-correlation values between monsoonal rainfall anomaly and EMI with only maximum of one month lag time.
PENGGUNAAN FAST FOURIER TRANSFORM DALAM ANALISIS KENORMALAN CURAH HUJAN DI SUMATERA BARAT DAN SELATAN KHUSUSNYA SAAT KEJADIAN DIPOLE MODE Eddy Hermawan
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 8, No 2 (2007)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v8i2.13

Abstract

Studi ini menekankan kepada penggunaan teknik FFT (Fast Fourier Transform) dalam menganalisis kenormalan curah hujan bulanan di beberapa kawasan yang ada di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan, khususnya pada saat kejadian Dipole Mode (DM). Data yang digunakan selain curah hujan rata-rata bulanan, juga data Dipole Mode Index (DMI) rata-rata bulanan periode Januari 1980 hingga Desember 1999. Hasilnya menunjukkan bahwa secara umum curah hujan bulanan yang tersebar di kawasan tersebut cukup bervariatif. Hal ini ditunjukkan pada analisis spektral yang menunjukkan periodisitas yang cukup kompleks.Hasil analisis spektral lebih lanjut menunjukkan bahwa kedua wilayah tersebut didominasi oleh tipe iklim Monsun. Hal ini terlihat pada puncak energi spektralnya yang berada pada periode sekitar 12 bulan. Walaupun demikian, di beberapa wilayah di Sumatera Barat masih juga ditemukan puncak energi spektral pada periode 6 bulan yaitu di daerah Bukit Tinggi, Maninjau, dan Sicincin. Selain itu, puncak energi spektral juga ditemukan pada periode 18-36 bulan, 50-100 bulan di beberapa wilayah walaupun tidak terlalu kuat. Sementara analisis spektral DMI menunjukkan bahwa puncak energi spektral berada pada periode 18-36 bulan dan 50 bulan. Adanya persamaan osilasi pada DMI dengan curah hujan di kedua kawasan tersebut merupakan indikasi awal bahwa DM mempengaruhi curah hujan di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan.Fenomena Dipole Mode mempengaruhi curah hujan di Sumatera Selatan dan Sumatera Barat. Dibandingkan DM (-), DM (+) ternyata memberikan pengaruh yang relatif lebih besar terhadap curah hujan di kedua kawasan tersebut. Pada saat DM (+), wilayah Sumatera Barat dan Sumatera Selatan memiliki curah hujan di bawah normal terutama pada perioda JJA dan SON. Pada saat DM (-), wilayah Sumatera Barat dan Sumatera Selatan memiliki curah hujan di atas normal. This study is mainly concerned to the use of Fast Fourier Transform (FFT technique in analysing the monthly rainfall normally at the several areas in the Western and Southern part of Sumatera Island, especially when the Dipole Mode (DM) event occurred over that region. Data used in this study are the average of monthly rainfall and Dipole Mode Index (DMI) for period of January 1980 to December 1999. The result shows that the average of monthly rainfall is quite various. It is shown by the complexicity of the periodicity in the spectral analysis. The more spectral analysis shows that those area are mostly influenced by Monsoon which can be seen by the predominant peak oscillation closed to 12 month. However, less of them are influenced by Semi-Annual Oscillation such as Bukit Tinggi, Maninjau, and Sicincin with predominant oscillation closed to 6 month. Neverthless, in some areas, it is found the predominant peak oscillation between 18-36 month, 50 month, and 100 month respectively although it is not as strong as 12 or 6 month oscillation. While, the predominant peak oscillation for DM are found at 18-36 month and 50 month, respectively. The similar periodicity of the DMI and rainfall indicates that DM influences rainfall in Western and Southern Sumatera. Dipole Mode Phenomena influences rainfall in Western and Southern Sumatera. Compared by DM (-), DM(+) more influences rainfall in both areas. When DM(+) occurs, the rainfall in those areas is under normal condition especially on JJA (Juni-July-August) and SON (September-October-November). However, when DM(-) occurs, the rainfall is abundant than usual.