Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Efisiensi : Kajian Ilmu Administrasi

Akankah Pemerintah Daerah Bangkrut karena Kenaikan Gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah? Indarto Waluyo
Efisiensi : Kajian Ilmu Administrasi Efisiensi Volume XI, No. 1, Februari 2011
Publisher : Jurusan Pendidikan Administrasi FE UNY & ASPAPI PUSAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2696.51 KB) | DOI: 10.21831/efisiensi.v11i1.3985

Abstract

Pegawai Negeri Sipil (PNS) mempunyai tiga peran dalam kehidupan bernegara. Peran tersebut adalah PNS sebagai Abdi Negara, Abdi Masyarakat, serta Abdi Pemerintah, Sebagai imbal jasanya, pemerintah memberikan gaji dan tunjangan kepada PNS yang dibayarkan setiap bulan. Dewasa ini, jumlah PNS di daerah dan besaran gaji yang semakin bertambah menjadi beban tersendiri bagi daerah. Belanja gaji pegawai yang dianggarkan dari dana alokasi umum (DAU) juga semakin bertambah porsinya. Di beberapa daerah porsi belanja pegawai mencapai lebih dari 70% dari APBD-nya. Bila hal tersebut dibiarkan, maka dikhawatirkan beberapa pemerintah daerah lama kelamaan akan mengalami kebangkrutan, karena APBD habis hanya untuk membayar gaji pegawai. Beberapa hal yang diduga menjadi penyebab adalah 1) Meningkatnya jumlah dan besaran gaji pegawai, 2) Kebebasan pemberian tunjangan pegawai, 3) Formula penghitungan DAU yang tidak mendorong efisiensi, 4) Sistem Rekrutrnen PNS di daerah, 5) Tidak Adanya Rasio Ideal Jumlah Pegawai, 6) Pernekaran Wilayah. Untuk itu diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan riil dari pemerintah. Reformasi birokrasi dipandang sebagai langkah penting untuk mengatasinya. Reformasi birokrasi meliputi ; 1) Moratorim PNS di daerah, 2) Revisi formula penghitungan DAU, 3) Peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
Desentralisasi Fiskal sebagai Bentuk PErtimbangan Keuangan Pemerintah Pusat Kepada Daerah Indarto Waluyo
Efisiensi : Kajian Ilmu Administrasi Efisiensi No. 1 Volume IX, Februari 2009
Publisher : Jurusan Pendidikan Administrasi FE UNY & ASPAPI PUSAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6563.427 KB) | DOI: 10.21831/efisiensi.v9i1.3943

Abstract

Refoimasi yang terjadi di era tahun 90 an mendorong keinginan pemberian wewenang yang lebih luas dari pemerintah pusat kepada daerah untuk mengelola keuangannya sendiri. Laporan bank dunia tahun 1999 mengemukakan bahwa terjadi gerakan-gerakan lokalisasi di sejumlah Negara. Lokalisasi yang mencerminkan hasrat lebih besar dari penduduk setempat untuk lebih banyak turut bersuara dalam pemerintahan, mewujudkannya dalam bentuk tuntutan akan identitas daerah. Hal ini mendorong pemerintah nasional untuk memberikan desentralisasi yang lebih luas kepada pemerintah daerah dan kota sebagai cara yang terbaik untuk mengatur dan menangani perubahan-perubahan yang mempengaruhi politik domestik dan pola pertumbuhan. Pemerintah Indonesia merespon dengan mengeluarkan separangkat paket kebijakan reformasi dalam bidang keuangan daerah, dimulai dari dikeluarikannya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian disempumakan dalam UU No. 32.2004 dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah yang kemudian disempurnakan dalam UU No. 33/2004. Dengan diberlakukannnya paket kebijakan pemerintah tersebut, anggaran yang dikelola oleh pemerintah pusat mengalami penurunan yang cukup signifikan (29,8%) dan pada saat yang sama anggaran yang dikelola oleh daerah naik 25,2%. Dengan adanya hal tersebut diharapkan agar masyarakat dapat menikmati fasilitas publik dalam jumlah dan kualitas yang sama dan berimbang dengan cara pedesentralisasian urusan disertai dengan pendesentralisasian pembiayaan. Selain itu, pemerintah daerah secara demokratis dapat menentukan dan mengatur sendiri berbagai pelayanan dari kebutuhannya tanpa intervensi yang dalam dari pusat.