Putu Andhika Kusuma Yadnya
Fakultas Hukum Universitas Tabanan

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia

KEDUDUKAN TANAH DRUWE PURA SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 I Dewa Gede Budiarta; Putu Andhika Kusuma Yadnya; I Kadek Adi Surya
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol 5 No 1 (2022): Vidya Wertta: Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui kewenangan bendesa adat selaku kepala adat terhadap tanah druwe Pura dan kedudukan tanah druwe Pura setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Pendekatan yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Bendesa Adat selaku Kepala Adat memiliki peranan besar akan keberadaan tanah druwe Pura namun tidak memiliki kewenangan penuh terhadap tanah druwe Pura itu sendiri, baik dari segi pemanfaatan maupun dari segi pemungutan hasil. Bendesa Adat hanya memiliki kewenangan untuk mengatur cara pengelolaan tanah tersebut dengan baik yang pengelolaannya diserahkan kepada warga Desa setempat serta tokoh agama dari masing-masing Pura untuk mengerjakan maupun mengatur hasil dari tanah tersebut untuk keperluan upacara keagamaan rutin serta perbaikan Pura dan dengan diakuinya keberadaan hak ulayat dan hak-hak lainnya yang serupa dalam UUPA, maka tanah druwe Pura yang pada dasarnya merupakan bagian dari tanah hak ulayat memiliki kepastian hukum. Selanjutnya dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK 556/DJA/ 1986 tentang Penunjukan Pura Sebagai Badan Hukum Keagamaan Yang Mempunyai Hak Milik Atas Tanah, maka tanah druwe Pura dapat didaftarkan dan disertifikatkan dengan dasar hak milik.
KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) Putu Andhika Kusuma Yadnya; I Dewa Gede Budiarta; I Dewa Nyoman Gde Nurcana
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol 6 No 1 (2023): Vidya Wertta: Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE) adalah tindak pidana yang dilakukan melalui jaringan elektronik atau teknologi informasi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan normatif. Dalam hal ini, pertanggungjawaban pidana adalah proses mengenakan hukuman pada pelaku tindak pidana ITE. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan, yaitu "tidak ada pidana tanpa kesalahan". Ini berarti bahwa seseorang hanya dapat dipidana jika terdapat kesalahan pada mereka. Dalam penelitian ini, pendekatan dualistis digunakan untuk memahami pertanggungjawaban pidana, yaitu memisahkan unsur-unsur pertanggungjawaban pidana dan unsur-unsur tindak pidana. Oleh karena itu, unsur-unsur pertanggungjawaban pidana sangat penting untuk diterapkan dalam memutuskan apakah seseorang bertanggung jawab secara pidana atas tindakannya atau tidak. Jika tidak ada kesalahan, maka seseorang tidak dapat dinyatakan bertanggung jawab secara pidana. Dengan memisahkan unsur-unsur pertanggungjawaban pidana dan unsur-unsur tindak pidana, pendekatan dualistik mempermudah proses penyelidikan dan penyidikan terkait tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana seseorang. Ini membantu untuk memastikan bahwa hukum dipakai secara adil dan bahwa setiap orang yang bertanggung jawab secara pidana atas tindakannya benar-benar memenuhi syarat untuk dinyatakan bertanggung jawab.