Anak Agung Gede Wira Pratama Yasa
Universitas Pendidikan Ganesha

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

TATALAKSANA TERKINI INFEKSI KAKI DIABETES I Gede Surya Dinata; Anak Agung Gede Wira Pratama Yasa
Ganesha Medicina Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (204.38 KB) | DOI: 10.23887/gm.v1i2.39304

Abstract

Laporan dari International Diabetes Federation Tahun 2019 menyebutkan bahwa tingkat kejadian Diabetes Melitus (DM) meningkat setiap tahunnya dan diperkirakan sekitar 629 Juta orang di seluruh dunia menderita DM pada tahun 2045. Hal ini tentunya berdampak pada peningkatan dari komplikasi yang ditimbulkan oleh DM salah satunya adalah Diabetic Foot Infection (DFI) atau Infeksi Kaki Diabetes (IKD). IKD merupakan komplikasi lanjutan dari kaki diabetik yang ditandai oleh adanya proses invasi mikroorganisme yang berkembang di jaringan dalam seperti kulit, otot, tendon, sendi, tulang pada ekstremitas bawah, tepatnya di bawah malleoli. IKD dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan, termasuk kecacatan, mobilitas berkurang, penurunan kualitas hidup pada aspek fisik dan mental, serta ancaman kehilangan anggota tubuh oleh karena amputasi. Selain itu, penyakit ini juga dikaitkan dengan komplikasi DM lainnya seperti komplikasi neuropati perifer, Peripheral Arterial Disease (PAD), dan infeksi pada pasien DM. Dalam melakukan tatalaksana terhadap pasien DM dengan ataupun berisiko IKD, diperlukan perawatan lebih lanjut yang harus didasari dengan tingkat keparahan infeksi. Sebagian besar kasus IKD memiliki kecenderungan amputasi sehingga penting untuk dilakukan penatalaksanaan dan pencegahan secara komprehensif dengan melibatkan manajemen multidisiplin dengan  ahli bedah (umum, vaskular, ortopedi), penyakit dalam, dan perawat luka, sehingga dapat mengurangi waktu penyembuhan luka, tingkat, dan keparahan amputasi.
THE OVERVEW OF SPINAL CORD INJURY I Gede Surya Dinata; Anak Agung Gede Wira Pratama Yasa
Ganesha Medicina Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.165 KB) | DOI: 10.23887/gm.v1i2.39735

Abstract

Spinal cord injury (SCI) atau cedera medula spinalis adalah suatu kondisi gangguan pada medula spinalis atau sumsum tulang belakang dengan gejala fungsi neurologis mulai dari fungsi motorik, sensorik, dan otonomik, yang dapat berujung menjadi kecacatan menetap hingga kematian. Menurut WHO, SCI diperkirakan terjadi sebanyak 40-80 kasus per 1 juta penduduk dalam setahun. Kasus traumatis menjadi faktor tersering penyebab SCI (90%) mulai dari kecelakaan lalu lintas, jatuh, rekreasi, dan pekerjaan. Sehingga pasien yang mengalami trauma multipel patut dicurigai terkena SCI. Gejala dapat bervariasi tergantung tingkat lokasi dan keparahan lesi cedera yang dapat berupa gejala neurologis seperti nyeri pada bagian tengah dari punggung, parasthesia, hingga penurunan kesadaran pada pasien. Mekanisme terjadinya SCI dapat terjadi secara langsung atau cedera primer dan apabila pasien tidak diberikan penanganan segera dan adekuat, cedera primer akan berlanjut menjadi cedera sekunder. Informasi yang didapatkan sebelum pasien masuk ke unit gawat darurat penting untuk didapatkan seperti mekanisme dari terjadinya cedera, dan penanganan pre-hospital. Penanganan pasien SCI dapat menggunakan teknik ABCD dan dapat dilakukan tindakan pembedahan darurat apabila pasien memiliki faktor risiko tertentu. Bila pasien tidak mendapat penanganan intensif dan segera, maka cedera dapat berlanjut menjadi defisit neurologis serta kecacatan yang menetap hingga akhir hayat pasien. Maka dari itu, penting bagi kita sebagai seorang klinisi untuk mengetahui dari struktur anatomi dan fisiologi medula spinalis, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, tatalaksana, serta prognosis dari SCI, sehingga dapat melakukan pengamatan dan penanganan awal pada pasien yang terindikasi SCI.
ANEMIA DEFISIENSI BESI: DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA Putu Arya Nugraha; Anak Agung Gede Wira Pratama Yasa
Ganesha Medicina Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (221.22 KB) | DOI: 10.23887/gm.v2i1.47015

Abstract

Anemia merupakan keadaan dimana seseorang memiliki kadar hemoglobin (Hb) <13g/dL pada laki-laki atau <12g/dL pada perempuan. Penyakit ini merupakan penyebab kecacatan tertinggi kedua di dunia dimana sekitar 25% orang di dunia ini terkena anemia. Diperkirakan bahwa setengah dari populasi penderita anemia tersebut terkena Anemia Defisiensi Besi (ADB). ADB merupakan anemia yang timbul akibat berkurangnya cadangan besi dalam tubuh. Penyakit ini dikaitkan oleh kelompok berisiko yaitu wanita, ibu hamil, anak balita-remaja, dan faktor sosio-ekonomi yang rendah. Penyakit ini memiliki gejala klinis seperti anemia pada umumnya dan dapat ditemukan gejala khas seperti kuku sendok, stomatitis angularis, disfagia, dan atropi papil lidah. Diagnosis dapat dilakukan melalui pemeriksaan darah lengkap, apusan darah tepi, dan status besi pada pasien. Prinsip utama dalam penanganan ADB yaitu suplementasi zat besi dan atasi penyebab terjadinya ADB, serta pemberian transfusi darah dengan indikasi tertentu. Apabila ADB tidak ditangani dengan baik, penyakit ini dapat menyebabkan gangguan pada kognitif, penurunan aktivitas, dan perubahan tingkah laku pada pasien.
INFARK MIOKARD AKUT DENGAN ELEVASI SEGMEN ST (IMA-EST) ANTERIOR EKSTENSIF: LAPORAN KASUS I Ketut Susila; Putu Kiki Wulandari; Anak Agung Gede Wira Pratama Yasa
Ganesha Medicina Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (577.562 KB) | DOI: 10.23887/gm.v2i1.47058

Abstract

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan penyakit kardiovaskular utama yang memiliki tingkat mortalitas yang tinggi dan menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia. Bedasarkan data dari Kemenkes Tahun 2013, SKA menempati posisi ke-7 sebagai penyakit tidak menular tertinggi di Indonesia, dimana terdapat sekitar 1,5% penduduk atau 2.650.340 orang yang terdiagnosis oleh dokter bedasarkan gejala yang mengalami SKA di Indonesia. Selain itu, diperkirakan kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular akan terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030. IMA-EST merupakan kejadian oklusi total pada pembuluh darah arteri koroner yang dapat menyebabkan infark luas pada miokardium dan ditandai dengan peningkatan segmen ST persisten minimal 2 sadapan yang bersebelahan pada elektrokardiogram. Klinis yang dapat ditemukan pada pasien adalah nyeri dada iskemik yang berkepanjangan pada saat istirahat. Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi segera untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard. Terapi reperfusi dapat dilakukan dengan intervensi koroner perkutan atau melalui terapi fibrinolitik. Kata kunci: Sindrom Koroner Akut, IMA-EST, Terapi Reperfusi
Arteritis Takayasu Anak Agung Gede Wira Pratama Yasa; Luh Putu Lina Kamelia; Made Widya Lestari
NEURONA Vol 39 No 3 (2022): Vol 39 No 3 (2022)
Publisher : PERDOSNI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52386/neurona.v39i3.328

Abstract

Takayasu Arteritis is a rare autoimmune rheumatic disease that causes chronic granulomatous vasculitis of the large arteries such as the aorta and its branches. The disease is often associated with stroke at young age. The mortality and morbidity rates in young age patients are quite significant. The ability to recognize the disease are based on etiopathology, clinical classification, and diagnostic support. Those are crucial to establish a proper treatment and maintain an adequate prognosis. Takayasu's arteritis remains a challenge because diagnosis is often delayed and there is currently no sensitive and specific gold standard for monitoring inflammatory disease.