Sebagai negara yang berpegang pada prinsip non refoulment yakni pelarangan pengembalian atau pengusiran pencari suaka dan pengungsi serta letak yang strategis menimbulkan beberapa konsekuensi, terhitung sejak tahun 1979 Indonesia telah menaati prinsip non refoulment dibuktikan dengan menampung imigran ilegal yakni pengungsi (refugee) dan para pencari suaka (asylum seeker) yang mengharap perlindungan dan tempat tinggal sementara hingga kondisi negara asalnya telah aman untuk ditinggali. Akibat yang timbul dari peristiwa yang telah berlangsung cukup lama tersebut terjadi hubungan interaksi antara imigran ilegal dengan WNI. Bahkan menurut berbagai data beberapa diantara mereka telah melangsungkan perkawinan siri hingga dianugerahi keturunan. Permasalahan yang terjadi akibat hal tersebut yakni perkawinan siri antara imigran ilegal dengan WNI tidak diakui sah oleh negara, sehingga anak yang lahir dari perkawinan tersebut menyandang status sebagai anak luar kawin hal ini bersesuaian dengan ketentuan yang termaktub pada UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Oleh karena itu, pengkajian mengenai kejelasan status perkawinan antara WNI dan Imigran Ilegal serta kejelasan status kewarganegaraan anak yang lahir dari perkawinan tersebut diperlukan.