GR Lono Lastoro Simatupang
Cultural and Media Studies, University of Gadjah Mada

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Negotiation of Gender Relations Meaning among Female Interpretation Community in Housing and Village Settlement Lestari, Sri Budi; Wiryopranoto, Suhartono; Simatupang, GR Lono Lastoro
Jurnal Komunitas: Research and Learning in Sociology and Anthropology Vol 6, No 2 (2014): Komunitas, September 2014
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/komunitas.v6i2.3270

Abstract

The sitcom of Husbands fearing Wives (SSTI-Suami-Suami Takut Istri), is one of the private television sitcoms which highlights violence as a joke to provoke laughter of its audiences. In SSTI, the joke involves the concept of gender, exchanging the role of women and men which has been socially and culturally constructed. One of the main objectives of this study is to analyze the role of the interpretation community in understanding the gender relations in SSTI sitcom. The study aims to discover the media interpretation by a group of female audiences living in the village and sub-district of Tembalang, Semarang. The results show that the negotiation of interpretation community on SSTI sitcom is not in line with the goal of the media; because the nature of men and women roles that are exchanged is interpreted as an “abnormal” relation. Therefore, the hierarchical power relation between men and women which tends to disadvantage women, for interpretation community is regarded as a normal & natural.Tayangan sinetron komedi Suami-suami Takut Istri (SSTI), merupakan salah satu program televisi swasta yang menonjolkan kekerasan sebagai lelucon untuk tujuan memancing tawa. Dalam prakteknya SSTI melibatkan konsep jender, yang mempertukarkan sifat-sifat perempuan dan laki-laki  sebagai hasil kontruksi secara sosial maupun kultural. Salah satu tujuan penelitian ini ingin menganalisis peran komunitas interpretasi dalam pemaknaan tentang relasi jender pada tayangan sinetron SSTI. Penelitian ini berlangsung pada penonton perempuan yang tinggal di perumahan dan perkampungan wilayah kecamatan Tembalang, kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa negosiasi komunitas interpretasi pada tayangan sinetron SSTI tidak sejalan dengan arahan media karena ternyata sifat laki-laki dan perempuan yang dipertuarkan dimaknai sebagai relasi yang tidak ‘normal’. Dengan demikian relasi kuasa hirarkis antara laki-laki dan perempuan  yang cenderung merugikan perempuan bagi komunitas interpretasi justru dianggap sebagai suatu relasi yang normal serta dipahami  sebagai kodrat kultural.
Pertunjukan Liong dan Barongsai di Yogyakarta: Redefinisi Identitas Tionghoa -, Sudono; -, Suhartono; Simatupang, GR Lono Lastoro
PANGGUNG Vol 23, No 2 (2013): Eksplorasi Gagasan, Identitas, dam Keberdayaan Seni
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v23i2.99

Abstract

ABSTRACT Since the reformation era, the Indonesian Chinese get their rights as citizens of the nation of Indo­ nesia. They earn the right to live as citizens as the other nations in Indonesia, including the practice of their religion and belief, as well as their culture. Nevertheless, political discrimination of the New Order government for three decades had created blockage impact on cultural transfer from one gene­ ration to the next. Today, when they get their freedom, the process of commodification of culture also played a role in redefining their identity. This study aims at determining how they define their identity. This study used a qualitative descriptive approach. The technique of collecting data used literature study, observations and in­depth interviews. The result of the study shows that commo­ dification of Chinese culture does not make the vanishment of their identity and culture, but it has strengthened the Chineseness and created the emergence of the new texts on Liong and Barongsai culture. Keywords: Liong, Barongsai, redefinition of Chinese identity  ABSTRAK Sejak lahirnya reformasi, orang Tionghoa Indonesia memperoleh hak mereka sebagai war- ga bangsa Indonesia. Hak hidup sebagaimana warga bangsa lainnya di Indonesia telah mereka peroleh kembali, termasuk menjalankan agama dan kepercayaan, serta budaya mereka. Namun demikian, kebijakan diskriminatif pemerintah Orde Baru selama tiga da- sawarsa berdampak pada tersumbatnya transfer budaya dari generasi ke generasi beri- kutnya. Kini, ketika kebebasan tersebut didapat, proses komodifikasi budaya juga ikut berperan dalam mendefinisikan identitas mereka kembali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mereka mendefinisikan identitas mereka. Penelitian ini meng- gunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Teknik pengambilan data menggunakan studi literatur, pengamatan dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komodifikasi atas budaya Tionghoa tidak bermuara pada matinya identitas dan hilangnya kebudayaan Tionghoa, tetapi justru telah memperkuat ke-Tionghoaan dan juga muncul- nya teks-teks baru pada produk budaya Liong dan Barongsai. Kata kunci: Liong, Barongsai, redifinisi identitas Tionghoa
Negotiation of Gender Relations Meaning among Female Interpretation Community in Housing and Village Settlement Lestari, Sri Budi; Wiryopranoto, Suhartono; Simatupang, GR Lono Lastoro
KOMUNITAS: International Journal of Indonesian Society and Culture Vol 6, No 2 (2014): Komunitas, September 2014
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/komunitas.v6i2.3270

Abstract

The sitcom of Husbands fearing Wives (SSTI-Suami-Suami Takut Istri), is one of the private television sitcoms which highlights violence as a joke to provoke laughter of its audiences. In SSTI, the joke involves the concept of gender, exchanging the role of women and men which has been socially and culturally constructed. One of the main objectives of this study is to analyze the role of the interpretation community in understanding the gender relations in SSTI sitcom. The study aims to discover the media interpretation by a group of female audiences living in the village and sub-district of Tembalang, Semarang. The results show that the negotiation of interpretation community on SSTI sitcom is not in line with the goal of the media; because the nature of men and women roles that are exchanged is interpreted as an “abnormal” relation. Therefore, the hierarchical power relation between men and women which tends to disadvantage women, for interpretation community is regarded as a normal & natural.Tayangan sinetron komedi Suami-suami Takut Istri (SSTI), merupakan salah satu program televisi swasta yang menonjolkan kekerasan sebagai lelucon untuk tujuan memancing tawa. Dalam prakteknya SSTI melibatkan konsep jender, yang mempertukarkan sifat-sifat perempuan dan laki-laki  sebagai hasil kontruksi secara sosial maupun kultural. Salah satu tujuan penelitian ini ingin menganalisis peran komunitas interpretasi dalam pemaknaan tentang relasi jender pada tayangan sinetron SSTI. Penelitian ini berlangsung pada penonton perempuan yang tinggal di perumahan dan perkampungan wilayah kecamatan Tembalang, kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa negosiasi komunitas interpretasi pada tayangan sinetron SSTI tidak sejalan dengan arahan media karena ternyata sifat laki-laki dan perempuan yang dipertuarkan dimaknai sebagai relasi yang tidak ‘normal’. Dengan demikian relasi kuasa hirarkis antara laki-laki dan perempuan  yang cenderung merugikan perempuan bagi komunitas interpretasi justru dianggap sebagai suatu relasi yang normal serta dipahami  sebagai kodrat kultural.
Negotiation of Gender Relations Meaning among Female Interpretation Community in Housing and Village Settlement Lestari, Sri Budi; Wiryopranoto, Suhartono; Simatupang, GR Lono Lastoro
Komunitas Vol 6, No 2 (2014): September 2014
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/komunitas.v6i2.3270

Abstract

The sitcom of Husbands fearing Wives (SSTI-Suami-Suami Takut Istri), is one of the private television sitcoms which highlights violence as a joke to provoke laughter of its audiences. In SSTI, the joke involves the concept of gender, exchanging the role of women and men which has been socially and culturally constructed. One of the main objectives of this study is to analyze the role of the interpretation community in understanding the gender relations in SSTI sitcom. The study aims to discover the media interpretation by a group of female audiences living in the village and sub-district of Tembalang, Semarang. The results show that the negotiation of interpretation community on SSTI sitcom is not in line with the goal of the media; because the nature of men and women roles that are exchanged is interpreted as an “abnormal” relation. Therefore, the hierarchical power relation between men and women which tends to disadvantage women, for interpretation community is regarded as a normal natural.Tayangan sinetron komedi Suami-suami Takut Istri (SSTI), merupakan salah satu program televisi swasta yang menonjolkan kekerasan sebagai lelucon untuk tujuan memancing tawa. Dalam prakteknya SSTI melibatkan konsep jender, yang mempertukarkan sifat-sifat perempuan dan laki-laki  sebagai hasil kontruksi secara sosial maupun kultural. Salah satu tujuan penelitian ini ingin menganalisis peran komunitas interpretasi dalam pemaknaan tentang relasi jender pada tayangan sinetron SSTI. Penelitian ini berlangsung pada penonton perempuan yang tinggal di perumahan dan perkampungan wilayah kecamatan Tembalang, kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa negosiasi komunitas interpretasi pada tayangan sinetron SSTI tidak sejalan dengan arahan media karena ternyata sifat laki-laki dan perempuan yang dipertuarkan dimaknai sebagai relasi yang tidak ‘normal’. Dengan demikian relasi kuasa hirarkis antara laki-laki dan perempuan  yang cenderung merugikan perempuan bagi komunitas interpretasi justru dianggap sebagai suatu relasi yang normal serta dipahami  sebagai kodrat kultural.