Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PREVALENSI PENGGUNAAN KOSMETIK PELEMBAB DAN BEDAK PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS UDAYANA YANG MENDERITA ACNE VULGARIS TAHUN 2014 Gede Febby Pratama Kusuma
E-Jurnal Medika Udayana vol 4 no 3 (2015):e-jurnal medika udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (224.622 KB)

Abstract

Acne vulgaris merupakan penyakit dengan prevalensi tinggi di Indonesia. Penggunaan kosmetik yang bersifat komedogenik, seperti pelembab dan bedak, sering dikaitkan sebagai salah satu faktor pencetus terjadinya acne vulgaris.Penelitian untuk mengetahui prevalensi penggunaan kosmetik pelembab dan bedak pada penderita acne vulgaris telah dilakukan terhadap mahasiswi Pendidikan Dokter Universitas Udayana yang menderita acne vulgaris dengan menggunakan metode studi deskriptif cross-sectional. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui prevalensi acne vulgaris, klasifikasi acne vulgaris, prevalensi penggunaan kosmetik pelembab dan bedak, frekuensi penggunaan kosmetik, kebersihan wajah, riwayat keluarga, trauma, dan menstruasi.Dari 100 sampel, didapatkan 92% yang menderita acne vulgaris dan 92,4% diantaranya aktif menggunakan kosmetik. Prevalensi penggunaan kosmetik pelembab dan bedak pada responden yang menderita acne vulgaris masing-masing sebesar 88,2% dan 83,5%. Selanjutnya hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) sebagian besar responden menggunakan kosmetik pelembab (69,4%) dan bedak (58,8%) secara rutin; (2) responden tetap menderita acne vulgaris walaupun sudah membersihkan wajah secara rutin setelah menggunakan kosmetik (68,2%); (3) sebagian besar penderita acne vulgaris memiliki riwayat keluarga acne vulgaris (55,3%) dan; (4) 89,4% responden suka memberikan trauma pada akne yang muncul.Dapat disimpulkan bahwa prevalensi penggunaan kosmetik pelembab lebih tinggi dibandingkan dengan kosmetik bedak pada mahasiswi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Udayana. Acne vulgaris juga tetap terjadi walaupun sudah rutin membersihkan wajah setelah menggunakan kosmetik. Perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara pemilihan kosmetik yang aman, serta metode pencegahan acne vulgaris lainnya selain sekedar membersihkan wajah sehingga prevalensi acne vulgaris dapat ditekan.
Sulforaphane as a potential therapy for multiple sclerosis: a review article Gede Febby Pratama Kusuma, Pratama Kusuma; Kadek Dede Frisky Wiyanjana; Sri Maliawan
Indonesian Archives and Biomedical Sciences Vol 1 No 2 (2021): Indonesian Archives of Biomedical Research (InABR). 1(2): 2021
Publisher : Konsorsium Ilmu Biomedik Indonesia (KIBI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.969 KB) | DOI: 10.55392/indarcbiores.v1i2.24

Abstract

Multiple Sclerosis (MS) is a chronic immune-mediated Neuroinflammatory disease that attacks the Central Nervous System (CNS). It creates serious physical disabilities characterized by neuronal injury, demyelination, and axonal loss. Several mechanisms are responsible for the progression of MS, including the infiltration of T-cells from the peripheral to the CNS, the autoreactivity of B-cells that contribute to abnormal regulation of antibodies and antigen presentation, and the assault of Macrophage that lead to inflammation and neuron damage. Additionally, oxidative stress plays a more important role in chronic inflammation of MS. Sulforaphane (SFN) is an isothiocyanate derived from glucoraphanin (GRA) that is found mostly in broccoli. SFN can act as an anti-inflammatory and anti-oxidant agent by activating the Nuclear factor-erythroid 2-(NF-E2-) Related Factor 2 (Nrf2). Nrf2 is expressed in the central nervous system and upregulated in response to inflammation and cerebral insults. Nrf2 binds to the antioxidant response element (ARE) which is a DNA promoter region of genes codifying antioxidant enzymes, which in turn can reduce oxidative stress. Several in vitro and in vivo studies show that SFN can increase the anti-inflammatory and anti-oxidant genes. Thus, SFN is very promising as a potential therapy for MS.
Potensi Nanocarrier Dotap:Cholesterol (DOTAP:CHOL) Berbasis Senyawa Allyl Sulfur Sebagai Modalitas Utama Nanoterapi Dalam Penatalaksanaan Kanker Serviks I Made Yoga Prabawa; Gebe Febby Pratama Kusuma; Agus Desiartama
JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia Vol 1 No 1 (2012): JIMKI : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia
Publisher : BAPIN-ISMKI (Badan Analisis Pengembangan Ilmiah Nasional - Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Laporan WHO pada tahun 2008 menyebutkan bahwa kanker serviks merupakan kanker terbanyak kedua yang diderita wanita di seluruh dunia, dan 80% dari data ini berasal dari negara yang berpendapatan rendah dan negara berkembang terbasuk Indonesia. Menurut data Globocan, terdapat 40,000 kasus baru kanker serviks dengan sekitar 22,000 kematian pada perempuan di Asia Tenggara. indonesia berada di peringkat pertama dengan 15,050 kasus baru dan kematian 7,566 jiwa dalam setahun. Terkait tentang permasalahan yang ada, beberapa metode pencegahan kanker serviks umumnya sudah diterapkan seperti pemberian vaksin, namun hanya berguna untuk beberapa varian HPV. Angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi mengindikasikan belum adanya terapi yang mampu mengeradikasikan sel kanker secara sempurna. Sehingga diperlukan modalitas terapi yang baru dan efektif. Nanoterapi merupakan metode penghantaran partikel berukuran nano dan umumnya digunakan sebagai transfer gen. Nanocarrier berbahan dasar lemak seperti DOTAP:Chol berbasis senyawa allyl sulfur memiliki efektifitas yang baik dalam eradikasi sel kanker dengan melakukan apoptosis jalur mitokondria. Allyl sulfur akan mencetuskan lisis pada membran mitokondria dengan mengaktivasi protein Bax yang memiliki fungsi ganda antara lain meningkatkan ekspresi gen TSG p53 dan pengeluaran sitokrom-C yang memicu aktivasi caspase Apaf-1 dan berikatan dengan beberapa caspase lainnya sampai terjadi degradasi apoptosom oleh makrofag.