This Author published in this journals
All Journal Jurnal Pahlawan
Nurjalal Nurjalal
Fakultas Hukum Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

ANALISIS UU. NO. 39 TAHUN 1999 TENTANG HAM Nurjalal Nurjalal
Jurnal Pahlawan Vol. 1 No. 1 (2018): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (267.129 KB) | DOI: 10.31004/jp.v1i1.553

Abstract

Masalah HAM telah mendapat perhatian dan menjadi bahan perdebatan yang serius dalam setiap kesempatan. Dalam perjalanan sejarahnya, Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949 dan UndangUndang Dasar Sementara (UUDS) 1950 banyak mengatur mengenai HAM dan lebih lengkap dibandingkan UUD 1945 bahkan dapat dikatakan kedua UU tersebut ( Konstitusi RIS dan UUDS 1950) banyak mendasarkan ketentuan yang ada pada deklarasi hak asasi manusia di dunia.Kurangnya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan HAM pada UUD 1945 membuat banyak pihak berusaha melengkapinya, diantaranya dengan menyusun suatu piagam HAM. Namun demikian sejarah menunjukkan bahwa karena berbagai masalah piagam tersebut tidak dapat dilaksanakan pada masa Orde Baru. Tidak demikian halnya sekarang hak asasi manusia telah mulai diakui dan diterapkan di Indonesia, ini disebabkan adanya perubahan situasi dan perkembangan masyarakat yang dipengaruhi oleh globalisasi sehingga mau tidak mau pemerintah Indonesia juga harus ikut serta dalam penyelenggaraan HAM tersebut. Kata kunci: Hak Asasi Manusia. Abstract Human rights issues have received attention and become a matter of serious debate on every occasion. In the course of its history, the Constitution of the United States of Indonesia (RIS) 1949 and Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, many regulating human rights and more complete than the 1945 Constitution can even be said both laws (Constitution of RIS and UUDS 1950) in the declaration of human rights in the world. Lack of provisions relating to human rights in the UUD 1945 made many parties try to complete it, among others by preparing a human rights charter. However history shows that because of the various issues of the charter can not be implemented during the New Order period. Not so now human rights have begun to be recognized and applied in Indonesia, this is due to the changing situation and the development of society that is influenced by globalization so that inevitably the government of Indonesia should also participate in the implementation of human rights. Keywords: Human Rights.
BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM HUKUM ISLAM DI LUAR PENGADILAN Nurjalal Nurjalal
Jurnal Pahlawan Vol. 1 No. 2 (2018): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (630.018 KB) | DOI: 10.31004/jp.v1i2.561

Abstract

Penyelesaian sengketa dalam hukum islam di luar pengadilan adalah penyelesaian sengketa yang tidak berlandasaskan hukum positif, tetapi berlandaskan hukum islam . Pengadilan sebagai the first and last resort dalam penyelesaian sengketa ternyata masih dipandang oleh sebagian kalangan hanya menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversarial, belum mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsive, menimbulkan antagonisme di antara pihak yang bersengketa, serta banyak terjadi pelanggaran dalam pelaksanaannya. Hal ini dipandang kurang menguntungkan dalam duniai bisnis sehingga dibutuhkan institusi baru yang dipandang lebih efisien dan efektif. Sebagai solusinya, kemudian berkembanglah model penyelesaian sengketa non litigasi, yang dianggap lebih bisa mengakomodir kelemahan-kelemahan model litigasi dan memberikan jalan keluar yang lebih baik. Proses diluar litigasi dipandang lebih menghasilkan kesepakatan yang win-win solution, menjamin kerahasiaan sengketa para pihak, menghindari keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif, menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam kebersamaan, dan tetap menjaga hubungan baik. Tidak dipungkiri, selain alasan-alasan di atas, dasar pemikiran lahirnya model penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi seperti BAMUI yang pada akhirnya menjelma menjadi BASYARNAS. Kata kunci: Penyelaian Sengketa, Hukum Islam, Diuar Pengadilan Abstract Settlement of disputes in Islamic law outside the court is the resolution of disputes that are not based on positive law, but are based on Islamic law. The court as the first and last resort in resolving disputes was still seen by some as only producing adversarial agreements, not being able to embrace common interests, tending to create new problems, slow completion, costing expensive, not responsive, causing antagonism among parties to the dispute, and many violations occur in the implementation. This is seen as less profitable in the world of business so that new institutions are needed which are seen as more efficient and effective. As a solution, a non-litigation dispute resolution model is developed, which is considered more able to accommodate the weaknesses of the litigation model and provide a better solution. The process beyond litigation is seen as producing a win-win solution agreement, guaranteeing the confidentiality of the parties' disputes, avoiding delays caused by procedural and administrative matters, resolving problems comprehensively in togetherness, and maintaining good relations. It is undeniable, in addition to the reasons above, the rationale for the birth of a dispute resolution model through non-litigation channels such as BAMUI which eventually transformed into BASYARNAS. Keywords: Dispute Resolution, Islamic Law, Out Of Court
PENGARUH INVESTASI (PENANAMAN MODAL) TERHADAP DAERAH DIMASA OTONOMI DAERAH Nurjalal Nurjalal
Jurnal Pahlawan Vol. 2 No. 1 (2019): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.475 KB) | DOI: 10.31004/jp.v2i1.564

Abstract

Investasi yang dilakukan berdasarkan sumber-sumber kekayaan yang ada di daerah-daerah adalah bagian yang amat penting bagi penghasilan nasional, karena pertambangan, industri, pertanian, kehutanan dan berbagai bentuk badan usaha di daerah, menjadi pemacu pembangunan didaerah. Menurut kacamata Pemerintahan (Pusat) sumber kekayaan yang berasal dari suatu daerah adalah milik nasional yang dihasilkan oleh suatu Daerah tidak bisa hanya digunakan untuk kepentingan daerah bersangkutan. Asas pemerintahan merupakan salah satu pedoman kerja Pemerintahan (Pusat) sehingga sumber kekayaan yang ada di daerah tertentu dibagikan pula ke daerah-daerah lain. Akibatnya, kekayaan suatu daerah tidak dapat dinikmati sendirian oleh Daerah bersangkutan. Interaksi antara investasi dan otonomi daerah sangat kuat. Artinya semakin siap daerah memberikan peluang untuk masuknya investasi, maka secara tidak langsung akan menambah keuangan daerah, atau sebaliknya. Kesiapan tersebut juga dipengaruhi oleh keuangan daerah itu sendiri. Kata kunci: Penyelaian Sengketa, Hukum Islam, Diuar Pengadilan Abstract Investments made based on existing sources of wealth in the regions are a very important part of national income, because mining, industry, agriculture, forestry and various forms of business entities in the regions are the drivers of development in the region. According to the (Central) Government's eyes, the source of wealth originating from a region is national property produced by a region that cannot only be used for the interests of the region concerned. The principle of governance is one of the guideline of the work of the Government (Central) so that the source of wealth in certain regions is also shared with other regions. As a result, the wealth of a region cannot be enjoyed alone by the region concerned. The interaction between investment and regional autonomy is very strong. This means that the more ready the area provides opportunities for the entry of investment, then indirectly will increase regional finance, or vice versa. This readiness is also influenced by the regional finances themselves. Keywords: Influence, Investment, Regional Autonomy
MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2004 TERHADAP HAK MENGUJI UNDANG-UNDANG Nurjalal Nurjalal
Jurnal Pahlawan Vol. 2 No. 2 (2019): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (597.861 KB) | DOI: 10.31004/jp.v2i2.576

Abstract

Sejak Indonesia merdeka sampai saat ini, kinerja hukum dan penegak hukum masih dianggap kurang memenuhi harapan dan perasaan keadilan masyarakat. Lembaga peradilan yang seharusnya menjadi benteng terakhir (last forttress) untuk mendapatkan keadilan sering tidak mampu memberikan keadilan yang didambakan. Akibatnya, rasa hormat dan kepercayaan terhadap lembaga ini nyaris tidak ada lagi sehingga semaksimal mungkin orang tidak menyerahkan persoalan hukum ke pengadilan. Pendapat Laurence M. Friedman sangat menggambarkan kondisi Indonesia saat ini. Konsekuensi suatu aturan perundang-undangan tidak mengikuti dan memiliki asas-asas tersebut dalam UU No. 10 Tahun 2004, maka akan terjadilah ketidakadilan terhadap masyarakat. Artinya tujuan keadilan dari hukum tidak terpenuhi. Selain itu produk hukum tersebut akan banyak dimohonkan pengajuan pengujian materi produk hukum itu. Indonesia menganut sistem pengujian materil terbatas bagi Mahkamah Agung, yakni terbatas pada pengujian materil (‘materieele toetsing’) terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Hakim juga dapat menguji Keputusan Tata Usaha Negara (K.TUN) yang memuat pengaturan yang bersifat umum (‘besluit van algemene strekking’). Mahkamah Agung hanya boleh menguji formal (‘formele toetsing’) terhadap undang-undang namun tidak boleh menguji substansi (materi) undang-undang. Mahkamah Agung tidak memiliki hak menguji materi (‘materieele toetsingsrecht’) terhadap undang-undang. Pengujian materil terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dipandang kurang efektif karena kaidah hukum yang paling efektif Kata Kunci: Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Undang-Undang Abstract Since Indonesia's independence until now, the performance of law and law enforcement is still considered to be inadequate in fulfilling the hopes and feelings of justice for the people. Judiciary institutions that are supposed to be the last fortress to obtain justice are often unable to provide the desired justice. As a result, respect and trust in this institution is almost non-existent so as much as possible people do not submit legal issues to the court. Laurence M. Friedman's opinion is very describing the current condition of Indonesia. The consequences of a statutory regulation do not follow and have these principles in Law No. 10 of 2004, there will be injustice against the community. This means that the purpose of justice from the law is not fulfilled. In addition, these legal products will be requested for submission of testing materials for legal products. Indonesia has a limited material testing system for the Supreme Court, which is limited to material testing (pengujian materieele toetsing ’) of statutory regulations under the law. The judge can also examine the State Administrative Decree (K.TUN) which contains a general regulation (‘besluit van algemene strekking’). The Supreme Court may only examine the formal (‘formele toetsing’) of the law but may not examine the substance of the law. The Supreme Court has no right to examine the material (‘materieele toetsingsrecht’) of the law. Material testing of the laws and regulations under the law is seen as less effective because of the most effective legal rules Keywords: Constitutional Court, Supreme Court, Law
EKSISTENSI DESENTRALISASI PAJAK DAERAH, KONTRIBUSINYA TERHADAP OTONOMI DAERAH Nurjalal Nurjalal
Jurnal Pahlawan Vol. 3 No. 1 (2020): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (416.41 KB) | DOI: 10.31004/jp.v3i1.591

Abstract

Desentralisasi menjadi titik terang pengakuan kewenangan daerah dalam mengelola dan mengurus pemerintahannya sendiri. Pengelolaan otonomi daerah tidak terlepas dari sumber pembiayaan untuk pendapatan daerah berupa pajak daerah. Pajak daerah merupakan pajak negara yang diserahkan pungutannya kepada daerah dan pajak daerah sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan sebuah otonomi daerah. Pembangunan sebagai indikator keberhasilan otonomi daerah sangat dipengaruhi oleh keuangan daerah yang salah satunya berasal dari pajak daerah. Semakin banyak penerimaan dari pajak maka diharapkan semakin baik pembangunan yang dihasilkan oleh daerah itu. Kontribusi pajak daerah terhadap pembangunan sangat besar. Sehingga pajak sebagai penerimaan terbesar daerah diharapkan dikelola secara benar oleh pemerintah. Kata kunci: Desentralisasi, Pajak Daerah, Otonomi Daerah Abstract decentralization is a bright spot in the recognition of regional authority in managing and managing their own government. The management of regional autonomy is inseparable from sources of financing for regional income in the form of local taxes. Local taxes are state taxes that are levied to the regions and local taxes greatly affect the level of success of regional autonomy. Development as an indicator of the success of regional autonomy is strongly influenced by regional finances, one of which comes from local taxes. The more revenue from taxes, it is hoped the better development produced by the region. The contribution of local taxes to development is huge. So that taxes as the biggest regional revenue are expected to be managed correctly by the government. Keywords: Decentralization, Regional Taxes, Regional Autonomy