Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Gangguan Pendengaran dan Keseimbangan pada Penderita Tuberkulosis yang Mendapat Pengobatan Antituberkulosis Kategori 1 dan 2 Indri Adriztina; Adlin Adnan; Siti Hajar Haryuna; Parluhutan Siagian; Sorimuda Sarumpaet
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8 No. 8 Mei 2014
Publisher : Faculty of Public Health Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (564.784 KB) | DOI: 10.21109/kesmas.v8i8.416

Abstract

Tuberkulosis merupakan masalah yang serius di masyarakat. Pada tahun 2010, World Health Organization mencatat jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia menurun ke posisi empat dengan meningkatnya keberhasilan pengobatan obat antituberkulosis (OAT). Namun, pemberian OAT jangka panjang dapat menyebabkan efek samping ototoksik berupa gangguan pendengaran dan keseimbangan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ototoksik pada penderita tuberkulosis paru dengan pemberian OAT di RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan potong lintang. Analisis univariat dilakukan dengan tabel frekuensi distribusi sedangkan analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji t dan Fisher’s exact test. Didapatkan 35 penderita tuberkulosis yang memenuhi kriteria inklusi, 22 orang dengan pengobatan tuberkulosis kategori 1 dan 13 orang tuberkulosis kategori 2. Dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni dan tes keseimbangan. Tiga orang (33,3%) penderita tuberkulosis kategori 1 dan 6 orang (66,7%) penderita tuberkulosis kategori 2 mengalami gangguan pendengaran (p < 0,05). Hasil tes keseimbangan menunjukkan perbedaan yang signifikan yaitu 7 orang (100%) tuberkulosis kategori 2 dengan positif tes Romberg dan 11 orang (100%) tuberkulosis kategori 2 positif tes tandem Romberg. Gangguan pendengaran dan keseimbangan pada penderita tuberkulosis paru dengan OAT ditemukan lebih tinggi pada kategori 2 dibandingkan dengan kategori 1 dengan perbedaan yang signifikan.Tuberculosis remains a serious problem in the community. In 2010, World Health Organization report that Indonesia’s ranking decrease to fourth position due to success of antituberculosis treatment. But the long term administration of antituberculosis treatment may cause ototoxic effect like hearing and balance impairment. The aim of this study was to describe ototoxic effect of subjects who were given tuberculosis treatment in H. Adam Malik General Hospital. This is a descriptive study with cross sectional approach. Univariat analysis was done by frequency distribution table, meanwhile bivariat analysis was done by t-test and Fisher’s exact test. Thirty five pulmonary tuberculosis patients met the inclusion criteria. Twenty two patients with 1st category, and 13 patients with 2nd category tuberculosis treatment. Pure tone audiometric and balance examination was evaluated. Three patients (33.3%) of 1st category tuberculosis and 6 (66.7%) patients of 2nd category tuberculosis have hearing loss with significant difference (p<0.05). Balance test showed 7 people (100%) of 2nd category tuberculosis having positive Romberg test and 11 people (100%) of 2nd category tuberculosis having positive tandem Romberg test. Hearing and balance impairment found higher in patients with 2nd category antituberculosis treatment with significantly different. 
Pengaruh bising lingkungan sekolah terhadap kelelahan bersuara pada guru sekolah dasar Hellena Miranda; Abdul Rachman Saragih; Adlin Adnan; Tengku Siti Hajar Haryuna
Oto Rhino Laryngologica Indonesiana Vol 41, No 1 (2011): Volume 41, No. 1 January - June 2011
Publisher : PERHATI-KL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (342.797 KB) | DOI: 10.32637/orli.v41i1.58

Abstract

Background: The effect of noisy school environment is not only affecting student’s consentration level, but also causing problem to teachers’s voice. Purpose: To know the influence of noisy school environment techers voice intensity of the lecturer toward the lecturer’s speaking exhaustion at a number of elementary school located in Medan. Method: The research used case control method upon 90 elementary school teachers as the subject. The teachers came from schools influenced by noisy environment and schools with quite environment located in the city of Medan. The exhaustion level of speaking is identified by score of voice handicap index (VHI). The statistical tests used were “t-test”, Chi-square test and the multinomial logistic regression test. Result: Average level of noise in case group was 80.8 dB, in control group was 54.6 dB, with voice intensity of 79.6 dB and 61 dB. The voice disturbance in both group identified as medium level with the score of VHI ranges from 20-40 (p=0.03). By statistical analysis using “Xtest”, we found significant corelations between the VHI score with school noise (p=0.03), the lecturer’s voice (p=0.03) and sex (p=0.01). The result of multinomial logistic regression test shows that voice exhaustion disruption were influenced by school noise intensity (OR=3.4, IK95%=1.05-10.94) and the lecturer’s voice intensity (OR=3.2, IK95%=1.04-10.07).Conclusion: Teachers at schools with noisy environment had 3.4 times higher risk than teachers from schools with quite environment, and teachers who used high intensity voice had 3.2 times higher risk than teachers with low intensity for voice disturbance. Key words: voice exhaustion, noise intensity, voice intensity   Abstrak :  Latar belakang: Lingkungan sekolah yang bising selain mempengaruhi konsentrasi belajar-mengajar, dapat juga menyebabkan masalah bersuara pada guru. Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh bising lingkungan sekolah dan intensitas suara mengajar terhadap kelelahan bersuara pada guru di beberapa sekolah dasar negeri di kota Medan. Metode: Desain penelitian ini adalah studi kasus kontrol dengan subjek penelitian 90 guru yang mengajar di sekolah yang terpajan bising dan sekolah yang tidak terpajan bising di kota Medan. Tingkat kelelahan bersuara diidentifikasi melalui skor voice handicap index (VHI). Uji statistik yang digunakan uji t, uji X dan uji regresilogistic multinomial. Hasil: Rerata intensitas bising pada kelompok kasus sebesar 80,8 dB, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 54,6 dB. Intensitas suara guru saat mengajar, masing-masing sebesar 79,6 dB dan 61 dB. Gangguan kelelahan bersuara pada kedua kelompok tergolong ringan, dengan skor VHI sebesar 20-40 untuk kedua kelompok (p=0,03). Setelah dilakukan analisis statistik terhadap variabel yang diduga mempengaruhi skor VHI dengan menggunakan uji X2didapatkan hubungan yang bermakna antara intensitas bising sekolah (p=0,03) intensitas suara guru (p=0,03) dan jenis kelamin (p=0,01) dengan skor VHI. Hasil uji regresi logistik multinomial menunjukkan bahwa hanya intensitas bising sekolah (OR=3,4, IK95%= 1,05-10,94) dan intensitas suara guru (OR=3,2, IK95%=1,04-10,07) berpengaruh terhadap gangguan kelelahan bersuara.Kesimpulan: Guru yang mengajar di sekolah yang terpapar bising memiliki risiko kelelahan bersuara 3,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan guru di sekolah yang tidak terpapar bising, dan guru dengan intensitas suara yang tinggi saat mengajar akan mengalami kelelahan bersuara 3,2 kali lebih sering dibandingkan guru dengan intensitas suara rendah. Kata kunci: kelelahan bersuara, intensitas bising, intensitas suara