Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PELAKU EKONOMI KREATIF MASYARAKAT HUKUM ADAT BADUY Yuwono Prianto; Marian Marian; Stella Stella
PROSIDING SERINA Vol. 1 No. 1 (2021): PROSIDING SERINA III 2021
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (505.019 KB) | DOI: 10.24912/pserina.v1i1.16148

Abstract

One of the famous indigenous peoples who participate in national development is the Baduy Tribe. The commercial appeal of the Baduy tribe lies in the cultural values and local wisdom that they continue to maintain. However, there are challenges for creative economy actors from the Baduy customary law community, especially in harmonizing applicable customary law and other laws that regulate the industry. The establishment of regulations related to this is deemed very necessary and important, one of which is to provide legal protection for creative business actors who have created original works known as intellectual property. This research examines the form of legal protection for creative economy business actors of the Baduy Customary Law Community and what factors are the obstacles in efforts to protect the law against creative economy business actors of the Baduy Customary Law Community. This research is descriptive and normative legal research using a qualitative approach. The government's form of legal protection is by imposing IPR, Creative Economy Law 24/2019, Law 28/2014 concerning Copyright, and Law 20/2016 concerning Marks and Geographical Indications. The legal protection sought by the law against the creative actors of the Baduy Indigenous Law Community is preventive in nature, namely through the registration process by applying information technology, while the lives of the Baduy people tend to severely limit the use of modern technology. The pattern of the Baduy community which is religiously magical and cosmic is the main obstacle where people live with an ascetic value system that is at odds with the values adopted by modern society.Salah satu masyarakat hukum adat yang tersohor dan turut serta dalam pembangunan nasional adalah Suku Baduy. Daya tarik komersial Suku Baduy terletak pada nilai budaya dan kearifan lokal yang terus dipertahankan oleh mereka. Namun ada tantangan tersendiri bagi pelaku ekonomi kreatif dari kalangan masyarakat hukum adat Baduy, terutama dalam menyelaraskan hukum adat yang berlaku dan hukum lainnya yang mengatur industri tersebut. Pembentukan aturan terkait hal itu dirasa sangat perlu dan penting, salah satunya untuk memberi perlindungan hukum terhadap pelaku usaha kreatif yang telah menciptakan karya orisinil yang dikenal sebagai kekayaaan intelektual. Penelitian mengkaji tentang wujud perlindungan hukum terhadap pelaku usaha ekonomi kreatif Masyarakat Hukum Adat Baduy dan faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam upaya perlindungan hukum terhadap pelaku usaha ekonomi kreatif Masyarakat Hukum Adat Baduy. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Wujud perlindungan hukum pemerintah yaitu dengan memberlakukan HKI, UU Ekraf 24/2019, UU 28/2014 tentang Hak Cipta dan UU 20/2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Perlindungan hukum yang diupayakan oleh undang-undang terhadap para pelaku ekraf Masyarakat Hukum Adat Baduy bersifat preventif yaitu melalui proses pendaftaran yang dengan menerapkan teknologi informasi, sementara kehidupan orang Baduy cenderung sangat membatasi pemanfaatan teknologi modern. Corak masyarakat Baduy yang religio magis cosmic adalah kendala utama dimana masyarakat hidup dengan sistem nilai asketis yang berseberangan dengan nilai yang dianut oleh masyarakat modern.
Toleransi Dalam Kehidupan Masyarakat di Kota Salatiga, Jawa Tengah Christian Samuel Lodoe Haga; Yuwono Prianto; Muhammad Rangga Arya Putra
Binamulia Hukum Vol. 11 No. 2 (2022): Binamulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37893/jbh.v11i2.298

Abstract

Pandangan negara tentang sikap toleransi sejatinya tertuang di dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat (1), Pasal 29 ayat (1) dan (2) dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi UUD 1945 Pasal 28E ayat (1), Pasal 29 ayat (1) dan (2) dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 22 ayat (1) dan (2) dalam kebijakan pemerintah Kota Salatiga dan mengetahui faktor apa saja yang membuat warga Salatiga mampu mengembangkan sikap toleran dalam kehidupan bermasyarakat. Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum empiris/sosiologis dengan data primer yang menjadi sumber penelitian ini. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan logika deduktif. Implementasi UUD 1945 Pasal 28E ayat (1), Pasal 29 ayat (1) dan (2) dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 22 ayat (1) dan (2) diwujudkan melalui slogan Kota Salatiga yaitu “Hati Beriman.” Selain itu, dalam aspek anggaran, bisa dilihat dalam tabel Indikasi Rencana Program Prioritas Pendanaan Kota Salatiga Tahun 2017-2022, pada instansi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, terdapat program pengembangan wawasan kebangsaan dengan indikator kinerja persentase pemahaman masyarakat terhadap kebangsaan. Sinergitas antara tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh intelektual menjadi faktor kuatnya kehidupan toleransi di Kota Salatiga.