Sebagai gagasan intelektual dan emosional, kajian ini diilhami oleh pemahaman konservatif terhadap hukum Islam yang memberi kesan supremasi laki-laki atas perempuan, sementara pemahaman reformis memberi kesan kemitrasejajaran laki-laki dan perempuan. Pemahaman konservatif perlu menjawab tantangan zaman dengan mengedepankan maslahah mursalah. Ia banyak ditemukan dalam kitab-kitab klasik, yang pandangan dan penafsirannya lebih cocok untuk lingkungan dan zamannya. Pemahaman reformis, banyak dilakukan oleh ulama-ulama khalaf guna menghadapi perubahan dan tuntutan anak zaman. Dari itu persoalan gender atau kemitrasejajaran laki-laki dan perempuan dalam Islam semakin menarik minat banyak pihak, salah satunya adalah pemahaman kesetaraan gender di lingkungan para pemuka agama, baik pimpinan organisasi keagaman ataupun organisasi lainnya—cenderung memberikan penafsiran yang berbeda-beda. Tulisan ini merupakan hukum normatif, disebut juga penelitian hukum kepustakaan. Pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi atau bahan pustaka bidang hukum, yang dari sudut kekuatan mengikat dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik kajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara deduktif dan induktif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hukum Islam mengakui eksistensi kesetaraan gender di ruang publik. Hal ini dapat dilihat: 1) hukum Islam memberi perlakuan yang sama di depan hukum kepada setiap individu manusia; 2) laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat sebutan “khair ummah”, yang sama sekali tidak bergender; 3) nilai kebajikan manusia, tidak ditentukan oleh gender tertentu.