Kehadiran PPAT sebagai pejabat publik merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas kontrak-kontrak tertentu yang mereka jalani. Peralihan hak atas tanah melalui hibah hanya dapat dilakukan dengan Akta Autentik yang dibuat oleh PPAT. Agar suatu penghibahan dapat beralih secara sempurna, syarat pembuatan Akta Hibah harus dipenuhi dan dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan. Namun, dalam Putusan Nomor 44/Pid.B/2021/PN.Clp, unsur syarat subjektif dalam akta hibah tidak terpenuhi karena tidak hadirnya pemberi hibah, sehingga PPAT yang membuat akta tersebut dengan inisiatif memalsukan tanda tangan pemberi hibah agar proses penghibahan tetap berlanjut. Tindakan PPAT ini menimbulkan kerugian kepada ahli waris dari si pemberi hibah yang tanda tangannya dipalsukan. Permasalahan dalam tesis ini adalah akibat hukum dari akta hibah yang ditandatangani oleh PPAT atas nama pemberi hibah, dan pertanggungjawaban PPAT terhadap pemalsuan tanda tangan yang dilakukannya. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat preskriptif berdasarkan data sekunder, melalui studi kepustakaan. Dari hasil penelitian dapat disimpulan bahwa akta hibah yang dipalsukan tersebut batal demi hukum karena tidak memenuhi unsur syarat subjektif dan objektif akta, dan PPAT yang memalsukan akta dengan cara memalsukan tanda tangan pemberi hibah dalam akta tersebut dapat dijatuhi pertanggungjawaban baik secara pidana, perdata maupun administratif. Kata Kunci : Hibah, Pemalsuan Tanda Tangan, Tanggung Jawab PPAT, Akibat, Hukum Pemalsuan Akta