Risart Pelamonia
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Peran Orang Tua Dalam Peningkatan Sosial Emosional Anak Usia 4-6 Tahun Dan Implementasinya Bagi Orang Tua Masa Kini Elvin Paende; Felisya Florensya; Risart Pelamonia
Jurnal Arrabona Vol. 5 No. 1 (2022): Agustus
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (359.564 KB) | DOI: 10.57058/juar.v5i1.66

Abstract

Perkembangan sosial emosioal merupakan aspek perkembangan yang menunjukkan kemampuan anak untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan baik dan mampu mengerti aturan-aturan yang berlaku dilingkungan sekitar dengan kemampuan dalam mengungkapan perasaan. Perilaku dan sikap sosial emosional anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Pembentukan dan peningkatan sosial emosial anak merupakan tugas dan tanggung jawab orang tua. Namun pada kenyataannya masih ditemukan orang tua yang kurang berperan atau bahkan tidak berperan dalam perkembangan dan peningkatan sosiol emosional pada anak, sehingga berakibat anak menjadi pemurung, agresif, kasar, tidak mampu mengontrol emosi, sulit mengungkapkan keinginan, sulit berinteraksi dan bersosialisasi, dan bertampak terhadap perilaku anak. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif, yang ditindaklanjuti dengan penelitian literatur. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau pun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang, dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang benar dari suatu objek. Berdasarkan dari pemaparan hasil penelitian yang ditemukan dari berbagai sumber, menjelaskan bahwa: Peran orang tua dalam peningkatan sosial emosional anak usia 4-6 tahun sebagai pendidik pertama dan merupakan cerminan anak dalam segala aspek baik perilaku, emosional dan cara bersosialisasi masih ditemukan orang tua yang kurang atau bahkan yang tidak berperan dalam peningkatan sosial emosional anak.
Kontekstualisasi Misi Terhadap Budaya Bakar Batu Suku Lani dan Implementasinya bagi Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Jemaat Jigunikime Puncak Jaya Papua Debertje Setriani Manafe; Tekies Morib; Risart Pelamonia
Makarios: Jurnal Teologi Kontekstual Vol 1 No 1 (2022): Mei
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/mak.v1i1.170

Abstract

Bakar Batu merupakan adat istiadat memasak makanan  menggunakan batu panas. Bakar Batu berfungsi sebagai tradisi makan bersama, berkumpul, mengungkapkan rasa syukur, saling berbagi, dan damai. Bakar Batu merupakan warisan nenek moyang suku Lani yang dilakukan apabila merasa bingung, takut, lemah dan sakit. Ritual ini dilakukan untuk`  mencari petunjuk sehingga mereka terlibat dalam kuasa gelap. Kontekstualisasi misi tehadap budaya Bakar Batu Suku Lani bukanlah Bakar Batu yang bertujuan makan bersama melainkan Bakar Batu yang mengadakan ritual gaib yang bertentangan dengan Alkitab. Rumusan masalahnya adalah Bagaimana implementasi kontekstualisasi misi terhadap budaya Bakar Batu Suku Lani bagi jemaat Jigunikime? Tujuan penelitian untuk menjelaskan bahwa dengan memakai model kontekstualisasi misi yang tepat, maka jemaat Jigunikime dapat memberitakan Injil melalui kontekstualisasi budaya Bakar Batu. Metode yang digunakan adalah metode penelitian studi kasus dan analisis isi dengan pendekatan kualitatif. Respondennya adalah 60 jemaat dari usia 25 tahun ke atas. Dari 60 jemaat yang aktif ke gereja hanya 35 orang, Jadi, sampel yang diambil 35 orang jemaat. Instrumen pengumpulan informasi yang dipakai dalam riset ini adalah angket dan wawancara. Hasil yang didapat dalam riset ini yaitu jemaat Jigunikime dapat memakai 3 model kontekstualisasi misi yakni transformasi: Melalui kebudayaan, Allah berhubungan dengan seseorang saat seseorang diperbaharui Allah, hingga budayanya pula diperbaharui (2 kor 5:17). dan model akomodasi: tindakan menghormati serta keterbukaan kepada budaya asli yang dilakukan di dalam tindakan, sikap, dan pendekatan praktis kontekstualisasi misi. Serta model transendental, menjadi tekanan utamanya adalah pengalaman individu sehingga praktisi kontekstualisasi harus orang dari budaya itu sendiri.