Hak cipta haruslah benar-benar lahir dari kreativitas manusia, kreativitas dan aktivitas manusia menjadi kata kunci dalam kelahiran atau kemunculan hak cipta. Hal ini membuktikan bahwa hak cipta itu merupakan hak yang dapat dimiliki, dapat menjadi objek pemilikan atau hak milik.Terhadap hak cipta itu berlaku syarat-syarat pemilikan, baik mengenai cara penggunaan maupun cara pengalihannya. Dalam perspektif Hukum Pidana, hak kebendaan yang memiliki nilai ekonomi merupakan harta kekayaan. Jika harta kekayaan itu diganggu maka orang yang mengganggu itu termasuk dalam kategori subjek hukum yang melakukan kejahatan terhadap harta kekayaan.Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif melalui studi dokumen, bersumber dari data sekunder berupa peraturan-peraturan, perundang-undangan, teori-teori hukum dan pendapat para sarjana hukum terkemuka serta dari responden yang berkompeten pada bidangnya.Hasil penelitian menunjukkan bahwa UUHC tidak memuat jenis-jenis tindak pidana hak cipta namun hanya memuat ketentuan pidana. Faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana di bidang hak cipta berkisar pada keinginan untuk mencari keuntungan finansial selain itu lemahnya sistem pengawasan dan pemantauan tindak pidana hak cipta serta masyarakat memandang hak cipta sebagai milik bersama. Sanksi tindak pidana hak cipta pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, bersifat alternatif dan tindak pidana dalam undang-undang ini merupakan delik aduan. Upaya penyelesaian kasus-kasus tindak pidana, khususnya di bidang hak cipta bertumpu pada penegakan hukum itu sendiri baik pencipta, konsumen/masyarakat, pedagang, aparat penegak hukum hak cipta baik itu penyidik khusus (PPNS Depkeh Direktorat Jenderal HKI), penyidik umum (Polri), penuntut umum (Jaksa) dan hakim.