Martin Harun
Guru Besar Ilmu Teologi Emeritus, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Yohanes Bambang Mulyono, Sejarah dan Penafsiran Leksionaris Versi RCL, Jakarta: Grafika KreasIndo, 2014, xv+257 hlm. Martin Harun
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 14 No. 2 (2015): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (118.078 KB)

Abstract

Berulang kali saya ditanya oleh sesama umat Katolik apakah buku bacaan Misa Katolik juga dipakai oleh gereja Protestan, sebab mereka mengalami bahwa dalam ibadat hari minggu gereja Kristen lain dipakai bacaan Alkitab yang sama. Memang belum banyak diketahui perkem-bangan luar biasa yang selama setengah abad terakhir terjadi berkaitan dengan lectionarium atau leksionari ibadat hari Minggu dalam seluruh umat Kristen. Karena itu publikasi thesis Pendeta Y.B. Mulyono (S2 di STT Proklamasi) tentang Revised Common Lectionary (RCL) sangat di-butuhkan, dan membantu juga diri saya. ... Thesis M. yang diterbitkan dengan rapi oleh Grafika KreasIndo (Sinode GKI) menjadi bacaan penting bagi setiap pengkhotbah, entah pendeta atau imam, dan hendaknya mendapat tempat dalam pendidikan hermeneutika dan homiletika para calon imam dan pendeta. (Martin Harun, Guru Besar Ilmu Teologi Emeritus, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta).
R.S. Sugirtharajah, The Bible in Asia: From the Pre-Christian Era to the Postcolonial Age, Cambridge, Mass.: Harvard University Press, 2013, 303 hlm. Martin Harun
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 15 No. 1 (2016): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (113.49 KB)

Abstract

Sugirtharajah, seorang pakar biblika kelahiran Sri Lanka, yang mengajar di Universitas Birmingham, U.K., dan dikenal sebagai godfather penelitian pascakolonial dalam bidang Alkitab, menambahkan suatu karya inovatif lagi pada daftar tulisan-tulisannya yang sudah sangat mengesankan. Perhatiannya untuk suara penafsiran pinggiran sudah diketahui dari karyanya yang paling terkenal, Voices from the Margin (1991). Meskipun Alkitab berasal dari Asia, namun kebanyakan peneliti-an tentang Alkitab dan juga tentang pengaruhnya sepanjang sejarah, terfokus pada Eropa dan Amerika, dengan meminggirkan Asia. Itu mendorong S untuk mengadakan penelitian tentang Alkitab di Asia, khusus-nya sejarah penerimaannya. Ia menyadari bahwa dampak Alkitab terhadap kebudayaan Asia minim bila dibandingkan dengan pengaruhnya atas kehidupan dan kebudayaan di Eropa. Itu menjadi sangat tampak dalam uraiannya tentang peran Alkitab dalam sastra Asia (bab 7) di mana kutipan, tokoh, dan cerita Alkitab jarang muncul, dan bila ada, lebih banyak dipakai sebagai kritik terhadap kolonialisme Barat atau institusi kekristenan. ... S mengakhiri tulisannya dengan menegaskan bahwa prinsip sola scriptura, Alkitab saja, tak punya pasar di Asia yang cenderung membaca Alkitab bersama dengan yang lain, Bhagavad Gita, Dhammapada, Analecta (mengapa di sini Alquran tak disebut S?). Hermeneutika Asia yang diselidiki oleh S, menolak kecenderungan kolonial yang ada baik dalam Alkitab sendiri dan lebih lagi dalam interpretasi kekristenan Barat: Kebudayaan dan masyarakat Asia tidak bergantung pada nilai-nilai kristiani untuk pemerintahan dan pengembangan yang baik. ... Di Asia Alkitab adalah salah satu di antara banyak teks yang berwenang (hlm. 259). Tugas kita, menurut S, adalah membebaskan Asia dari klaim monopolistis kitab suci tertentu. Tugas ini mendesak di saat para fundamentalis dari semua agama memakai kitab sucinya untuk membenarkan kekerasannya terhadap yang lain. S bahkan mempertanyakan monoteisme yang dapat menekan perbedaan dan mengabaikan kemungkinan pusat-pusat yang banyak (p. 260). Ia tidak menganjurkan untuk kembali kepada penyembahan banyak dewa-dewi tetapi men-dorong kajian terhadap spirit politeistis yang mendorong toleransi, kemurahan hati, dan koeksistensi. Pembaca tentu bertanya: di mana sesungguhnya posisi S di medan diskusi pluralisme dan inklusivisme, berkaitan dengan cara dialog antaraagama, dan ditantang untuk memikirkan posisinya sendiri. S mengakui bahwa banyak hal mengenai Alkitab di Asia masih perlu diselidiki. Lima belas abad pra-kolonial dibicarakan dalam dua halaman saja. Alkitab yang oleh gereja Nestorian tanpa kekuatan apa pun disebarkan ke India, Sumatra, dan China cuma dihormati tetapi tinggal tidak diterjemahkan selama belasan abad; kabarnya hanya diketahui melalui liturgi. Ada pula kesan bahwa Asia dalam karya S terutama Asia Selatan dan Asia Timur. Asia Tengah (bekas bagian-bagian USSR) memang dari awal tidak dimasukkan dalam penelitiannya, tetapi juga Asia Barat Daya dan Asia Tenggara yang multi-agama hampir tidak disentuh. S mungkin tidak mengetahui beberapa penelitian tentang penerimaan Alkitab di Indonesia yang sudah dipublikasikan oleh Lembaga Alkitab Indonesia. Namun demikian, apa yang disajikan sungguh menarik dan penting, serta membuka mata dan jalan bagi penelitian yang lebih luas. (Martin Harun, Guru Besar Ilmu Teologi Emeritus, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta).
Craig S. Keener, Gift & Giver: Mengenal dan mengalami Kuasa Roh Kudus, terj. Helda Siahaan & Nancy Pingkan Poyoh, Jakarta: Literatur Perkantas, 2015, 300 hlm. Martin Harun
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 14 No. 1 (2015): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (129.882 KB) | DOI: 10.36383/diskursus.v14i1.75

Abstract

Bertepatan waktu dengan Seminar Sola Scriptura bulan Maret 2015, dengan topik Miracles: The Credibility Of The New Testament Accounts, yang dibawakan oleh Prof. Craig Keener, oleh Perkantas diterbitkan terjemahan bukunya yang berjudul Gift and Giver: The Holy Spirit for Today (2001). Apakah eksemplar yang dihadiahkan kepada saya, akan bernasib sama seperti yang selalu saya kira terjadi dengan buku yang tidak dibayar, yakni tidak dibaca? Penampilan Keener yang sederhana, berbobot dan spiritual dalam seminar tersebut, menantang saya untuk membuka dan membaca buku hadiah ini. Keener mau membantu kita untuk lebih memahami bagaimana Roh Kudus menolong kita menjalani kehidupan dan perutusan kristiani. Buku dimulai dari belajar mengenali suara Roh Kudus dan oleh Roh itu belajar mendengar Allah (bab 1-2). Selalu dengan bantuan Alkitab, Keener menguraikan bagaimana Roh Kudus memberdayakan kita untuk penginjilan (bab 3) dan mengerjakan peruba-han dalam pola hidup kita (bab 4). Sesudah itu Keener membicarakan aspek-aspek yang lebih kontroversial dalam karismatik, pertama-tama karunia-karunia Roh (bab 56), juga baptisan dalam Roh Kudus dan kapannya (bab 7-8), dan lebih khusus bahasa lidah (bab 9). Dalam beberapa bab ini Keener, sendiri seorang “karismatik” dalam arti mempraktikkan karunia-karunia Roh (hlm. 14), mempertahankannya terhadap orang-orang yang mengira tak perlu lagi mempraktikkannya setelah zaman rasul-rasul. Keener yakin bahwa karunia-karunia biblis dimaksud untuk terus dijalankan dalam masa sekarang di mana diberi. Ia juga membahas perbedaanperbedaan pemahaman antara pelbagai kelompok karismatik dan pentekostal tentang karunia-karunia tertentu, juga tentang momen pembaptisan dalam Roh, dan menjelaskan apa yang menurutnya dimaksudkan dalam Alkitab. Keener memang seorang pakar Perjanjian Baru yang disegani. Dalam bab terakhir, Mengapa menguji Roh (bab 10), Keener menjawab beberapa pra-sangka yang tidak benar terhadap gerakan karismatik, tetapi di lain pihak tidak menyembunyikan bahwa dalam jemaat karismatik dan pentekostal juga muncul ekses-ekses yang menurutnya menyimpang dari paham Alkitab dan bisa membahayakan iman pelaku dan kehidupan jemaat. Maka diberinya klarifikasi. ................................ Tekanan Keener pada Roh yang memberdayakan untuk penginjilan dalam arti berprakarsa memberitakan dan mengajarkan injil kepada semua orang, mungkin tak menimbulkan masalah di Amerika Serikat yang dominan Kristen, tetapi menjadi pertanyaan pelik bagi Gerejagereja di Asia. Orang kristen Asia yang didorong oleh Roh untuk hadir di tengah orang-orang beragama lain hanya dengan kesaksian hidup dan bekerja sama, dan —baru bila muncul kesempatan—berdialog dalam arti sharing iman dan bukan perdebatan, tidak menemukan pengarahan untuk itu dalam buku ini. Isu Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan, prinsip yang Keener percaya sebagai inti injil (267), isu yang ia takut dapat menjadi hal utama yang menimbulkan perpecahan di antara orang kristiani sekarang ini, memang rela ia agendakan di tempat kedua demi misi bersama yang mempersatukan kita sebagai Kristen. Apakah itu berarti bahwa ia juga mau berbuat demikian demi misi bersama seluruh umat manusia, semua agama? Eksklusivisme keselamatan dalam agama-agama tetap mengakibatkan perpecahan yang kini merupakan ancaman yang lebih besar lagi bagi dunia daripada perpecahan-perpecahan di dalam agama Kristen. Apakah sikap dialogal antar kristiani yang sangat mewarnai sikap Keener dalam buku ini, juga diperluas kepada semua orang beragama? Beberapa catatan ini tidak mengurangi penghargaan tinggi saya akan penjelasan Keener tentang pemberian-pemberian Roh Kudus dari dalam pemahamannya yang mendalam akan Alkitab, dan sharingnya. yang tulus, berbobot dan personal tentang pengalamannya sendiri akan karunia Roh Kudus itu dalam hidup dan penginjilannya sendiri. Suatu buku penting untuk setiap orang karismatik untuk memahami yang paling pokok, dan bagi orang non karismatik untuk lebih mengenal yang terbaik di dalam gerakan karismatik. (Martin Harun, Guru Besar Ilmu Teologi Emeritus, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta).
Steven L. McKenzie & John Kaltner, eds., New Meanings for Ancient Texts: Recent Approaches to Biblical Criticisms and their Applications, Louisville, Kentucky: Westminster John Knox Press, 2013, xiii+181pp. Martin Harun
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 14 No. 1 (2015): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (129.868 KB) | DOI: 10.36383/diskursus.v14i1.76

Abstract

Beberapa puluh tahun yang lalu Steven McKenzie menjadi editor sebuah kumpulan karangan yang berjudul To Each Its Own Meaning: An Introduction to Biblical Criticism and their Application (1993). Dalam bunga rampai itu dibahas metode-metode penelitian lama yang berfokus pada latar belakang sejarah teks (penelitian sumber, sejarah tradisi, jenis sastra, peredaksian), cara-cara penelitian literer yang lebih baru (seperti penelitian strukturalis, pasca-strukturalis, naratif, atau reader’s respons) dan beberapa yang lain (penelitian ilmu sosial, kanonik, atau retorika). Dalam dua puluh tahun sejak terbitan itu banyak pendekatan baru berkembang, misalnya, dalam symposia pertemuan para pakar Alkitab nasional dan internasional, dan dalam banyak monograf, bunga rampaidan artikel Jurnal. Untuk membantu pembaca mengikuti perkembangan cepat itu, kini McKenzie & Kaltner menerbitkan New Meanings for Ancient Texts. Mereka memilih sembilan pendekatan yang makin berpengaruh dan meminta kepada pionir-pionir utama setiap pendekatan untuk memberi deskripsi pendekatannya yang jelas bagi non spesialis dan mengilustrasikannya dengan meneliti satu atau beberapa teks contoh. Judul bab dari beberapa di antara kesembilan pendekatan itu barangkali segera ditanggap pembaca, karena sudah lebih lama dikenal. Misalnya, “Psychological Biblical Criticism” (D. Andrew Kille, pp. 137-154) dan “Ecological Criticism” (Norman Habel, pp. 39-58). Pendekatan-pendekatan ini agaknya dimuat di sini karena mengalami pergeseran paradigma dalam beberapa dasa warsa terakhir. Juga tidak baru di telinga pembaca akademis adalah “Postcolonial Biblical Criticism”(Warren Carter, pp. 97-116) dan “Postmodernism” (Hugh Pyper, pp. 117-136). Postmodernisme yang membongkar cerita-cerita besar seperti sejarah keselamatan Alkitab dan mau menyadarkan pembaca bahwa banyak jawaban kita selama ini sesungguhnya kurang pasti daripada dikira, meluas di dunia tafsir Barat; sedangkan penelitian Alkitab pascakolonial yang meneliti hubungan dominasi dan subordinasi dalam teksteks Alkitab dan dampaknya dalam sejarah kolonialisme dan lanjutannya dalam masa pasca-penjajahan, sekarang ini menjadi sangat aktual dalam distorsi relasi antara Selatan dan Utara. “New Historicism” (Gina Hens-Piazza, pp. 59-76) tidak lagi mencoba merekonstruksi realitas sejarah di belakang teks (seperti dilakukan oleh Historical Criticism), tetapi dengan cara yang multidisipliner meneliti teks sebagai representasi dari realitas kultural, sosial, politik, dan sebagainya, sambil melepaskan distingsi antara literatur dan sejarah, juga antara pengarang dan pembaca, antara arti dulu dan arti sekarang. Dekat tetapi berbeda dengan itu “Cultural-Historical Criticism of the Bible” (Timothy Beal, pp.1-20) meneliti bagaimana kata, kiasan, objek dan ide dalam Alkitab menerima bentuk dan artinya dalam konteks kebudayaan tertentu yang memproduksikannya atau mereproduksikannya. “The Bible and Popular Culture” (Linda Schearing and Valerie Ziegler, pp. 77-96) kurang berfokus pada Alkitab sendiri tetapi menganalisa bagaimana teks-teks tertentu berfungsi dalam ungkapan-ungkapan budaya rakyat, lelucon, iklan, komik, seni, film, dll., juga mengingat pergeseran yang kini terjadi dari budaya teks tertulis ke apropriasi visual. “Disability Studies and the Bible” (Nasya Junior and Jeremy Schipper, pp. 21-38) dan apa yang disebut “Queer Criticism” (Ken Stone, pp. 155-176) meneliti Alkitab dari situasi kelompok-kelompok tertentu, entah mereka orang-orangcacat yang banyak muncul dalam teks-teks Alkitab yang dapat dimengerti lebih baik dari dalam pengalaman invaliditas; atau mereka yang dari sudut seks dan jender berada dalam posisi yang tidak menguntungkan atau bahkan ditolak. Di sini a.l. tempatnya penelitian Alkitab komunitas gay and lesbian, dan lebih awal feminisme. ........................ Apakah bunga rampai tentang pelbagai pendekatan baru ini penting untuk seorang yang sudah cukup puas dengan metodenya selama ini atau yang menerima Alkitab sebagai buku yang mempunyai otoritas terhadap dirinya dan jemaatnya? Keberatan (kita) yang sudah lama diajukan terhadap pendekatan tersebut, pada akhir setiap karangan dengan jujur dikemukakan dan diberi tanggapan singkat. Membaca contoh-contoh penafsiran dalam bunga rampai ini, saya sering merasa diajak ke dalam suatu perjalanan yang berbelit-belit. Tetapi setelah beberapa tikungan muncul juga pemandangan menarik dan berharga yang belum pernah saya perhatikan selama ini. Selain itu, setiap artikel mulai dengan pengantar umum tentang, misalnya, fenomen postmodernisme, ilmu ekologi, atauqueer criticism yang sudah lebih lama dikembangkan di akademi umum, dan baru sekarang mulai dipakai juga untuk analisa teks-teks biblis. Pengantar-pengantar itu saja memberi gambaran menarik tentang masalah-masalah yang dewasa ini digumuli dalam komunitas global. Setuju atau tidak, mengetahuinya penting untuk keduanya. (Martin Harun, Guru Besar Ilmu Teologi Emeritus, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta).
Jorge Mario Bergoglio & Abraham Skorka, On Heaven and Earth: Pope Francis on Faith, Family, and the Church in the Twenty-First Century, Translated by Alejandro Bermudez and Howard Goodman, New York: Random House/Image, 2013, 236 hlm. Martin Harun
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 13 No. 2 (2014): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (158.111 KB) | DOI: 10.36383/diskursus.v13i2.84

Abstract

Dalam buku ini Kardinal Jorge Mario Bergoglio—saat itu masih Uskup Agung Buenos Aires dan sejak 13 Maret 2013 menjadi Paus Fransiskus—dan Rabi Abraham Skorka berdialog tentang sejumlah masalah agama, kehidupan, keluarga, politik, dan masyarakat yang mereka lihat sebagai tantangan besar pada abad ke-21 ini. Dialog itu mulai dan berakhir dengan penukaran pandangan tentang topik dialog sendiri sebagaimana mereka usahakan. Latarnya adalah Argentina yang karena sejarahnya telah lupa akan seni untuk saling mendengarkan dan berbicara dengan satu sama lain. Di tengah kebuntuan itu kedua tokoh agama ini mulai berjumpa dalam suatu seri percakapan yang terus berkembang. Atas usul Skorka, sejumlah dari percakapan mereka akhirnya dipublikasikan. Buku dialog ini merupakan ilustrasi menarik tentang apa yang kemudian akan ditulis oleh Paus Fransiskus dalam Seruan Apostolik Evangelii Gaudium (Sukacita Injil, 2013) tentang dialog sosial (no. 238-258). Sejauh menyangkut dialog antaragama dalam buku ini segera tampak suatu perbedaan dengan pendahulunya, Paus Benediktus XVI, yang selalu menghindari ibadat bersama dalam perjumpaan antar agama. Sebagai bagian dialog, Bergoglio tidak segan memenuhi undangan untuk berpartisipasi, berbicara, berdoa, dan minta didoakan dalam ibadat sinagoga. Juga di Buenos Aires saat itu tidak semua orang dapat menerima hal itu dengan mudah. ................. Dialog dua warga Buenos Aires ini berakar dalam konteks masyarakat Argentina, dengan sejarahnya tersendiri seperti conquista, peronisme, rezim militer, dan seterusnya. Setelah Uskup Buenos Aires menjadi Uskup Roma, dialog itu sudah diterjemahkan dalam banyak bahasa. Saya belum menemukan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Karena menyangkut masalah mendasar pluralisme agama, kehidupan, dan masyarakat, dialog-dialog ini inspiratif di manapun. Tentu dialog sudah mulai berlangsung juga dalam masyarakat kita, tetapi buahnya dalam terbitan seperti ini masih kurang kelihatan. Koleksi makalah-makalah hasil aneka diskusi forum kita belum memperlihatkan intensitas perjumpaan seperti yang terlihat dalam buku ini. (Martin Harun, Guru Besar Ilmu Teologi Emeritus, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta).
Paulo Coelho, Seperti Sungai yang Mengalir: Buah Pikiran dan Renungan, Diterjemahkan oleh Tanti Lesmana, Jakarta: Gramedia, 2012, xv+303 hlm. (Judul asli: Ser Como O Rio Que Flui, 2006). Martin Harun
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 13 No. 2 (2014): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (158.104 KB) | DOI: 10.36383/diskursus.v13i2.88

Abstract

Bersamaan dengan buku di atas (On Heaven and Earth: Pope Francis on Faith, Family, and the Church in the Twenty-First Century), saya telah membaca kumpulan pikiran dan renungan seorang Amerika Latin yang lain, warga Brasil, novelis Paolo Coelho, yang novel-novelnya telah menyebar ke seluruh dunia dalam puluhan terjemahan. Paolo Coelho, bersama istrinya, banyak berpengalaman karena suka berkeliling dunia, setelah pada masa mudanya ia melewati banyak perlawanan dari orangtuanya, bahkan mengalami paksaan masuk ke rumah sakit jiwa, lalu hidup sebagai hippie, dijebloskan ke dalam penjara, dan gagal sebagai pengarang. Dengan dukungan perempuan yang kemudian menjadi istrinya sampai sekarang, ia menekuni kembali panggilan awalnya untuk menjadi pengarang. Akhirnya, ia mulai diakui dalam dunia sastra internasional. Novelnya yang simbolis, Sang Alkemis (1988), membuka jalan itu baginya. .............. Jarang saya jumpai pemikir Amerika Latin yang menampilkan sistematika berpikir seperti yang terjadi selama berabad-abad di benua Eropa Utara dan dunia Anglosakson. Sama seperti Bergoglio dan Skorka, Coelho juga lebih suka berfikir “seperti sungai yang mengalir.” Buku ini disajikan oleh Gramedia dalam bentuk yang enak dipegang dan dalam terjemahan yang enak dibaca. (Martin Harun, Guru Besar Ilmu Teologi Emeritus, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta).