Afian Reymon Makaruku
Universitas Kristen Indonesia Maluku

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Pergeseran Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Dari Pengejaran Tersangka ke Pengejaraan Uang Kerugian Negara Erwin Ubwarin; Afian Reymon Makaruku
Bacarita Law Journal Vol 2 No 2 (2022): April (2022) Bacarita Law Journal
Publisher : Programs Study Outside the Main Campus in Law Pattimura University ARU Islands Regency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (500.619 KB) | DOI: 10.30598/bacarita.v2i2.6138

Abstract

Latar belakang: Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif diikuti oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Polri No. 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Wajah Penegakan Hukum di Indonesia yang lebih mementingkan pelaku ditangkap, membuat penjara menjadi penuh, bahkan overcapacity kurangnnya pemilihan cara penyelesaian perkara pidana diluar pengadilan,[1] menjadi wajah kita hari ini bahwa masih banyak Terdakwa Korupsi yang dipenjara dengan jumlah penahanan yang tinggi, namun pemulihan akibat tindak pidana korupsi belum sebanding dengan kerugian negara yang timbul. Tujuan Penulisan: tujuan artikel ini adalah untuk mengetahui tentang bagaimana pergeseran kebijakan penegakan hukum tindak pdaian korupsi Metode Penulisan: Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif karena fokus kajian berangkat dari kekaburan norma, dengan menggunakan pendekatan statute approach, conceptual approach serta analytical approach. Teknik penelusuran bahan hukum menggunakan Teknik studi dokumen serta analissi kajian menggunakan analisis kualitatif. Hasil/Temuan Penulisan : Berdasarkan uraian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pergeseran penegakan hukum di Indonesia berupaya bukan saja menangkap tersangka, bergeser ke bagaimana mengejar kerugian negara juga dilakukan, untuk melakukan pemuliahan keadaan masyarakat seperti semula.
Kekuatan Mengikat Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-XVIII/2020 Alfian Reymon Makaruku
Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 7, No 3 (2022): November 2022
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (354.22 KB) | DOI: 10.17977/um019v7i3p729-737

Abstract

Penelitian ini bertujuan menganalisis Kekuatan Mengikat Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi  Nomor 37/PUU-XVIII/2020, Tipe penelitian yaitu yuridis normative dengan pendekatan konseptual, perundang-undangan, dan kasus. Pengumpulan bahan hukum melalui studi kepustakaan serta teknik analisis bahan hukum deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksistensi kekuatan mengikat Putusan Mahakamah Konstitusi haruslah dipandang secara utuh meliputi amar putusan maupun pertimbangan hukunya. Keutuhan bacaan dan pemaknaan pertimbangan putusan Mahakamah Konstitusi adalah konsekwensi logis yang patut dipahami sehingga tidak menimbulkan kontra presepsi dalam proses pembuatan ataupun merevisi Undang-Undan. Pertimbangan hukum Pasal 29, oleh karena tidak mencantumkan batas waktu berlakunya Undang-Undang, Pasal 27 Ayat (1) frasa  “bukan merupakan kerugian negara” bertentangan dengan prinsip due process of law untuk mendapatkan perlindungan yang sama (equal protection), Pasal 27 Ayat (3) frasa “bukan objek TUN” dalam UU No. 2 Tahun 2020 dan harus dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Pertimbangan hukum putusan mahkamah konstitusi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari amar putusan mahkamah konstitusi sebab  demikian adalah alasan dari pernyataan Mahkamah Konstitusi menyatakan konstitusional atau inkonstitusional atas satu norma UU yang di uji, dengan demikian  perimbangan hukum dalam putusan Mahkamah konstitusi memiliki kekuatan mengikat serta menjadi mandat konstitusioanal yang mesti dilaksanakan secara utuh oleh pementuk Undang-Undang pasca putusan Mahkamah Konstitusi tesebut.