This Author published in this journals
All Journal Gema Keadilan
Yudha Kusniyanto
Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga, Indonesia 5071 || Indonesia, Universitas Kristen Satya Wacana

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Politik Hukum Peribadatan Agama dan Habitus Masyarakat Pancasila Yudha Kusniyanto
Gema Keadilan Vol 5, No 1 (2018): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (304.065 KB) | DOI: 10.14710/gk.2018.3581

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Politik Hukum Peribadatan Agama dan Habitus Masyarakat Pancasila. Peneltian merupakan penelitian dokmatik, dan dianalisis dengan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bawah Politik hukum peribadatan agama melalui SKB sesungguhnya dimaksudkan untuk menjaga kehidupan masyarakat dan mewujudkan integrasi sosial. Akan tetapi integrasi yang terbentuk bukanlah integrasi normatif yang muncul dari kesadaran alamiah masyarakat, melainkan integrasi koersif atas dasar keterikatan pada peraturan. Relasi masyarakat dalam perbedaan dan keberagaman agama ditandai dengan adanya peristiwa-peristiwa yang menyiratkan adanya gesekansosial di masyarakat dalam konteks kehidupan beragama yang beragam. Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan nilai dan cita-cita bangsa yang ada di dalam Pancasila. Politik hukum pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama tahun 2006 yang mengatur tentang peribadatan dan pendirian tempat ibadah. Politik hukum peribadatan agama dalam bentuk SKB tersebut diharapkan mampu menjaga kebersamaan dankeharmonisan masyarakat di tengah keberagaman agama. Perilaku masyarakat yang dapat mewujudkan keharmonisan di tengah keberagaman adalah perilaku yang berdasarkan karakter Pancasila. Ketika Pancasila menjadi pola pikir, persepsi, pola perilaku, gaya hidup, nilai-nilai, disposisi, harapan, dan juga standar ideal bagi masing-masing individu, makaPancasila menjadi habitus masyarakat. Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana politik hukum tersebut mampu berperan dalam mewujudkan habitus Pancasila bagi masyarakat ? Berbagai peristiwa dan permasalahan yang terjadi kemudian justru menunjukkan adanya ekses negatif dari politik hukum peribadatan agama melalui SKB, terutama menguatnya prinsip mayoritas-minoritas dalam kehidupan beragama masyarakat. Hal itu tentu saja tidak sesuai dengan habitus Pancasila. Sehingga kemudian politik hukum seyogyanya mampu mewujudkan masyarakat dengan habitus Pancasila, dan mewujudkan integrasi nasional yang normatif, bukan koersif.