Tigor Hutapea
STIE Tri Bhakti

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

APLIKASI DAN KOMPARASI MODEL-MODEL TIME SERIES UNTUK FUNGSI INTERMEDIASI PERBANKAN INDONESIA, JANUARI 2013 – SEPTEMBER 2020 Tigor Hutapea
JURNAL KEWIRAUSAHAAN, AKUNTANSI DAN MANAJEMEN TRI BISNIS Vol 3 No 1 (2021): Jurnal Kewirausahaan, Akuntansi, dan Manajemen TRI BISNIS
Publisher : STIE Tri Bhakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59806/tribisnis.v3i1.36

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pola dan residu pergerakan bersama (co-movement) Dana Pihak Ketiga/DPK dan Kredit Bank Umum Konvensional (BUK) dalam kurun waktu Januari 2013 – September 2019. Pola dimaksud diidentifikasi dengan mengaplikasikan dan membandingkan tiga model time series yang terdiri atas Regresi parametrik, exponential smoothing, dan model Auto Regressive Integrated Moving Average (ARIMA). Perbandingan model didasarkan pada kinerja kriteria goodness of fit yaitu Root Mean Squared Error (RMSE) di samping Mean Absolute Percentage Error (MAPE), Mean Absolute Error (MAE), Mean Squared Error (MSE), dan adjusted R-squared. Hasil perbandingan menentukan model superior/model terbaik guna menjelaskan dan meramalkan perilaku pola pergerakan bersama DPK dan kredit BUK dalam kurun waktu Januari 2013 - September 2019. Riset ini juga mendeskripsikan pergerakan-pergerakan rasio-rasio keuangan dalam BUK antara lain adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Biaya Operasi dibanding Pendapatan Operasi (BOPO), Net Interest Margin (NIM), Non Performing Loan (NPL) dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Trend pergerakan rasio-rasio ini dinilai seiring dengan pola-pola pergerakan bersama DPK dan Kredit Bank Umum Konvensional. Temuan empirik yang ditemukan pada riset ini antara lain bahwa berdasarkan pada aplikasi model regresi parametrik (model Linier, model Kuadratik, model Eksponensial, model Power Function, dan model Logaritma), persamaan kuadratik adalah yang terbaik menjelaskan baik pola pergerakan DPK maupun pola pergerakan Kredit BUK dalam kurun waktu Januari 2013 –September 2019.
PENGARUH UANG BEREDAR M1 PADA INFLASI IHK, JANUARI 2014 – JUNI 2019 TIGOR HUTAPEA
JURNAL KEWIRAUSAHAAN, AKUNTANSI DAN MANAJEMEN TRI BISNIS Vol. 1 No. 1 (2019): Jurnal Kewirausahaan, Akuntansi, dan Manajemen TRI BISNIS
Publisher : STIE Tri Bhakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini mencoba menjelaskan hubungan antara inflasi IHK (inflasi umum/headline inflation) dengan uang beredar M1 dalam periode Januari 2014 –Juni 2019. Hubungan teoretis ini didasarkan pada Teori Kuantitas Uang. Karena data yang dipakai adalah bulanan, maka riset ini mencoba mengidentifikasi faktor musim, trend, dan siklus dalam konteks hubungan/model kausal inflasi-uang beredar. Jadi identifikasi dimaksud melibatkan pemakaian variabel boneka, variabel trend, dan variabel berselang (lagged variable) sebagai variabel-variabel independen termasuk uang beredar sedangkan inflasi IHK sebagai variabel dependen. Berbagai bentuk fungsional dari hubungan regresi tersebut sudah dicobakan hingga menemukan bentuk fungsional yang terbaik berupa model double-log regresi linier berganda. Estimasi model ini menghasilkan beberapa temuan empirik. Pertama, kuantitas uang beredar mempengaruhi secara signifikan Inflasi IHK. Secara parsial, jika kuantitas uang beredar naik 1 persen, maka IHK ternyata naik 0,07 persen. Kedua, ada faktor musim dalam pergerakan inflasi IHK, yaitu pada bulan-bulan Januari, Februari, Juli, dan Agustus. Puncak musim terjadi pada bulan Januari disusul, masing-masing, oleh Juli, Februari, dan Agustus. Ketiga, faktor trend juga hadir dalam pergerakan inflasi IHK. Ternyata inflasi IHK naik 0,02 persen per bulan selama periode pengamatan. Terakhir, keempat, koefisien lagged variable IHK dengan lag 12-bulan ternyata signifikan mempengaruhi dirinya sendiri. Artinya, IHK pada satu bulan sangat berhubungan dengan bulan berikutnya. Misalnya, IHK pada Januari 2014 mempengaruhi IHK pada Januari 2015. Temuan-temuan empirik ini bermanfaat antara lain untuk mengukur efektivitas kebijakan moneter Bank Indonesia (BI). Memang, temuan riset ini menunjukkan, peningkatan uang beredar menyebabkan kenaikan tingkat inflasi, tetapi ini bukan berarti kebijakan moneter BI tidak efektif dalam mengendalikan kuantitas uang beredar sebab BI hanya bertanggungjawab dalam pengendalian Inflasi Inti. Akhirnya, spesifikasi model regresi yang lebih baik serta jumlah pengamatan yang lebih panjang akan semakin menambah kinerja model untuk menjelaskan perilaku inflasi IHK pada masa akan datang.
PENGARUH UANG BEREDAR M1 PADA INFLASI IHK, JANUARI 2014 – JUNI 2019 Tigor Hutapea
JURNAL KEWIRAUSAHAAN, AKUNTANSI DAN MANAJEMEN TRI BISNIS Vol 1 No 2 (2019): Jurnal Kewirausahaan, Akuntansi, dan Manajemen TRI BISNIS
Publisher : STIE Tri Bhakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini mencoba menjelaskan hubungan antara inflasi IHK (inflasi umum/headline inflation) dengan uang beredar M1 dalam periode Januari 2014 – Juni 2019. Hubungan teoretis ini didasarkan pada Teori Kuantitas Uang. Karena data yang dipakai adalah bulanan, maka riset ini mencoba mengidentifikasi faktor musim, trend, dan siklus dalam konteks hubungan/model kausal inflasi-uang beredar. Jadi identifikasi dimaksud melibatkan pemakaian variabel boneka, variabel trend, dan variabel berselang (lagged variable) sebagai variabel-variabel independen termasuk uang beredar sedangkan inflasi IHK sebagai variabel dependen. Berbagai bentuk fungsional dari hubungan regresi tersebut sudah dicobakan hingga menemukan bentuk fungsional yang terbaik berupa model double-log regresi linier berganda. Estimasi model ini menghasilkan beberapa temuan empirik. Pertama, kuantitas uang beredar mempengaruhi secara signifikan Inflasi IHK. Secara parsial, jika kuantitas uang beredar naik 1 persen, maka IHK ternyata naik 0,07 persen. Kedua, ada faktor musim dalam pergerakan inflasi IHK, yaitu pada bulan-bulan Januari, Februari, Juli, dan Agustus. Puncak musim terjadi pada bulan Januari disusul, masing-masing, oleh Juli, Februari, dan Agustus. Ketiga, faktor trend juga hadir dalam pergerakan inflasi IHK. Ternyata inflasi IHK naik 0,02 persen per bulan selama periode pengamatan. Terakhir, keempat, koefisien lagged variable IHK dengan lag 12-bulan ternyata signifikan mempengaruhi dirinya sendiri. Artinya, IHK pada satu bulan sangat berhubungan dengan bulan berikutnya. Misalnya, IHK pada Januari 2014 mempengaruhi IHK pada Januari 2015. Temuan-temuan empirik ini bermanfaat antara lain untuk mengukur efektivitas kebijakan moneter Bank Indonesia (BI). Memang, temuan riset ini menunjukkan, peningkatan uang beredar menyebabkan kenaikan tingkat inflasi, tetapi ini bukan berarti kebijakan moneter BI tidak efektif dalam mengendalikan kuantitas uang beredar sebab BI hanya bertanggungjawab dalam pengendalian Inflasi Inti. Akhirnya, spesifikasi model regresi yang lebih baik serta jumlah pengamatan yang lebih panjang akan semakin menambah kinerja model untuk menjelaskan perilaku inflasi IHK pada masa akan datang.