Artikel ini mencoba menjelaskan hubungan antara inflasi IHK (inflasi umum/headline inflation) dengan uang beredar M1 dalam periode Januari 2014 –Juni 2019. Hubungan teoretis ini didasarkan pada Teori Kuantitas Uang. Karena data yang dipakai adalah bulanan, maka riset ini mencoba mengidentifikasi faktor musim, trend, dan siklus dalam konteks hubungan/model kausal inflasi-uang beredar. Jadi identifikasi dimaksud melibatkan pemakaian variabel boneka, variabel trend, dan variabel berselang (lagged variable) sebagai variabel-variabel independen termasuk uang beredar sedangkan inflasi IHK sebagai variabel dependen. Berbagai bentuk fungsional dari hubungan regresi tersebut sudah dicobakan hingga menemukan bentuk fungsional yang terbaik berupa model double-log regresi linier berganda. Estimasi model ini menghasilkan beberapa temuan empirik. Pertama, kuantitas uang beredar mempengaruhi secara signifikan Inflasi IHK. Secara parsial, jika kuantitas uang beredar naik 1 persen, maka IHK ternyata naik 0,07 persen. Kedua, ada faktor musim dalam pergerakan inflasi IHK, yaitu pada bulan-bulan Januari, Februari, Juli, dan Agustus. Puncak musim terjadi pada bulan Januari disusul, masing-masing, oleh Juli, Februari, dan Agustus. Ketiga, faktor trend juga hadir dalam pergerakan inflasi IHK. Ternyata inflasi IHK naik 0,02 persen per bulan selama periode pengamatan. Terakhir, keempat, koefisien lagged variable IHK dengan lag 12-bulan ternyata signifikan mempengaruhi dirinya sendiri. Artinya, IHK pada satu bulan sangat berhubungan dengan bulan berikutnya. Misalnya, IHK pada Januari 2014 mempengaruhi IHK pada Januari 2015. Temuan-temuan empirik ini bermanfaat antara lain untuk mengukur efektivitas kebijakan moneter Bank Indonesia (BI). Memang, temuan riset ini menunjukkan, peningkatan uang beredar menyebabkan kenaikan tingkat inflasi, tetapi ini bukan berarti kebijakan moneter BI tidak efektif dalam mengendalikan kuantitas uang beredar sebab BI hanya bertanggungjawab dalam pengendalian Inflasi Inti. Akhirnya, spesifikasi model regresi yang lebih baik serta jumlah pengamatan yang lebih panjang akan semakin menambah kinerja model untuk menjelaskan perilaku inflasi IHK pada masa akan datang.