I Komang Suka’arsana
Unknown Affiliation

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

SANKSI PIDANA DAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI I Komang Suka’arsana
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum Vol. 1 No. 2 (2019): Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (307.257 KB) | DOI: 10.25105/hpph.v1i2.5484

Abstract

Menurut ICW yang dirilis 24 april 2019, Pegawai Pemda menduduki pertama berjumlah 319, pihak swasta 242 terdakwa, umumnya pelaku terjerat korupsi pengadaan barang dan jara dan penerbitan ijin usaha. Bahkan menurut “ICM pelaku korupsi dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan. Sepanjang tahun 2013 mulai Januari  sampai desember 2013 ada 1271 tersangka korupsi, sedangkan 2011 hanya sejumlah 1056 kasus korupsi. Hal ini menunjukkan perlu adanya keseriusan dalam menangani kasus korupsi dengan memberikan sanksi pidana yang seimbang dengan kesalahan dan tegas,  jika perlu menjatuhkan pidana mati.. Selain itu “perlu adanya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk bersama-sama pemerintah membrantas tindak pidana korupsi dengan ikut ambil bagian memberi informasi adanya dugaan ada  tindak pidana korupsi. Sesuai usul dari Saut Situmorang secara bertahap memberikan hadiah bagi pelapor korupsi sebagaimana aturan Dirjen Bea dan cukai, pihak yang menemukan barang diganjar hadiah dengan nilai 10 persen dari barang tersebut. Adapun obyek penelitian “1. Bagaimana peran serta masyarakat dalam Tindak Pidana Korupsi?, dan 2. Bagaimana sanksi pidana bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi?”. Pelaku korupsi dengan Pasal 2 ayat 2 dapat dikenakan pidana mati dan masyarakat yang berperan aktif akan mendapat penghargaan berupa insentif dan perlindungan terhadap masyarakat sesuai Pasal 41 dan Pasal 42 UU No. 20 tahun 2001 dan PP No. No. 43  tahun 2018 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Kata Kunci : Sanksi Pidana, Peran masyarakat, Tindak Pidana Korupsi
KEDUDUKAN ANAK LAKI-LAKI YANG MELAKUKAN KAWIN NYENTANA MENGUBAH KEMBALI STATUSNYA MENJADI PURUSA SELAKU AHLI WARIS BERDASARKAN HUKUM WARIS ADAT BALI (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 58/PDT.G/2011/PN.TBN) Made Kalidna Ratna Putri; I Komang Suka’arsana
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 1 No. 1 (2019): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (256.403 KB) | DOI: 10.25105/refor.v1i1.7138

Abstract

Perkawinan nyentana antara laki-laki dan perempuan mengubah kedudukannya menjadi predana (perempuan) dan kedudukan menjadi purusa (laki-laki). jenis perkawinan ini dapat berpengaruh pada kedudukan anak laki-laki selaku ahli waris di keluarganya dimana dalam hukum waris adat Bali sangat mengutamakan keturunan purusa (laki-laki). Pokok permasalahan yang pertama (1) Bagaimana pembagian harta warisan terhadap anak laki-laki yang melakukan kawin nyentana berkedudukan sebagai predana (perempuan) kembali lagi menjadi purusa (laki-laki) menurut hukum waris adat Bali? (2) Apakah putusan Pengadilan Negeri Tabanan No. 58/Pdt.G/2011?PN.Tbn sudah sesai menurut hukum waris adat Bali? Untuk menjawab pokok permasalahan tersebut dianalisis secara yuridis normatif yang bersifat deskriptif, serta menggunakan data primer dan data sekunder. Analisis ini dilakukan secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis pada masyarakat yang menganut sistem kekeluargaan patrilineal, anak laki-laki adalah pihak yang berhak menerima warisan. Dalam putusan Nomor 58/Pdt.G.2011/PN.Tbn disebutkan bahwa harta peninggalan jatuh kepada istri almarhum (janda) dimana menurut hukum waris adat Bali kedudukan janda dalam pewarisan hanya dapat menguasai dan menikmati harta peninggalan.Kata Kunci: Hukum Waris Adat Bali, Kedudukan Anak Laki-laki Nyentana
ANALISIS YURIDIS PERBUATAN BALIK NAMA DAN PENDAFTARAN TANAH TERHADAP HARTA PENINGGALAN SUAMI YANG DILAKUKAN OLEH ISTRI DAN ANAK PEREMPUAN MENURUT HUKUM WARIS ADAT BALI (STUDI KASUS PUTUSAN NO. 35/PDT/2016/PT.DPS) Apriani Zursella; I Komang Suka’arsana
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 1 No. 1 (2019): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (267.988 KB) | DOI: 10.25105/refor.v1i1.10484

Abstract

Hukum waris adat di Indonesia masih bersifat majemuk, kemajemukan ini terjadi karena di Indonesia belum mempunyai undang-undang hukum waris nasional yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia, salah satunya adalah Hukum Waris Adat Bali. Hukum waris adat yang berlaku di Bali yang menganut sistem patrilineal. Dalam kasus Putusan No. 35/PDT/2016/PT.DPS ini perbuatan janda dan anak perempuan yang telah membaliknamakan harta warisan adalah melanggar hukum karena para ahli waris dari Alm. I Ketut Suja yang semua adalah perempuan tidak berhak menguasai semua harta warisan melainkan mereka mendapat setengah dari bagian purusa setelah dipotong 1/3 untuk harta pusaka dan kepentingan pelestarian. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Amlapura sudah tepat namun tidak lengkap karena hanya memutus tentang pengembalian status tanah dan ahli waris saja tapi tidak memberikan upaya penyelesaian pembagian warisan sesuai Hukum Waris Adat Bali sebagaimana ditentukan dalam Keputusan Pesamuan Agung III MUDP Bali No. 01/Kep/PSM-3MDP Bali/X/2010 yang telah diakui sebagai pedoman dalam pelaksanaan Hukum Adat Bali.
KEDUDUKAN JANDA TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT AWIG-AWIG DESA ADAT BALI (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 493/K/Pdt/2012 Kinanti Justi Andika; I Komang Suka’arsana
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 1 No. 1 (2019): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (211.807 KB) | DOI: 10.25105/refor.v1i1.10485

Abstract

Masyarakat adat Bali menganut sistem kekeluargaan patrilineal, dimana dalam sistem pewarisannya, harta warisan ditujukan kepada garis keturunan laki-laki yang berdasarkan Awig-Awig Desa Adat Bali salah satunya berupa harta bersama, hal ini menyebabkan kedudukan perempuan bukanlah sebagai ahli waris, yang sering menimbulkan permasalahan, salah satunya yang terjadi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 493/K/Pdt/2012 yang pokok permasalahannya ialah : (1) Bagaimana kedudukan janda terhadap harta bersama berdasarkan Awig-Awig Desa Pakraman Denpasar? (2) Apakah amar Putusan Mahkamah Agung Nomor: 493/K/Pdt/2012 tentang kedudukan janda terhadap harta bersama sudah sesuai atau tidak dengan Awig-Awig Desa Pakraman Denpasar?Metode penelitian yang digunakan terdiri dari tipe penelitian yuridis, sifat penelitian deskriptif, data yang digunakan data sekunder, pengumpulan data studi kepustakaan dan studi lapangan, analisis data kualitatif, serta penarikan kesimpulan menggunakan metode deduktif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Berdasarkan Awig-Awig Desa Pakraman Denpasar, janda memiliki kedudukan yang sama dengan suaminya terhadap harta bersama atau harta gunakaya peninggalan almarhum suaminya namun hanya berhak menikmati demi kepentingan diri sendiri dan anak-anaknya, bukan sebagai ahli waris. (2) Amar Putusan Mahkamah Agung Nomor 493/K/Pdt/2012 tentang kedudukan janda terhadap harta bersama tidak sesuai dengan Awig-Awig Desa Pakraman Denpasar, kedudukan janda bukan sebagai ahli waris terhadap harta bersama atau harta gunakaya peninggalan almarhum suaminya, melainkan hanya menikmati demi kepentingan diri sendiri dan anak-anaknya.
ANALISIS YURIDIS PEMBAGIAN HARTA WARIS TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM WARIS ADAT BALI (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 14/PDT.G/2014/PN.AP) Putu Ameliagustina Awyadnyani; I Komang Suka’arsana
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 1 No. 1 (2019): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (292.032 KB) | DOI: 10.25105/refor.v1i1.10486

Abstract

Kedudukan anak angkat dalam hukum waris adat Bali pada umumnya tidak memiliki perbedaan, karena dalam hukum waris adat Bali anak angkat yang sudah diangkat setara dengan anak kandung baik dari status, hak, dan kewajibannya. Pengangkatan anak terjadi di Desa Buda Keling, tidak hanya anak laki-laki anak perempuan juga banyak yang dijadikan anak angkat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan anak angkat dalam sistem pewarisan dalam Hukum Waris Adat Bali, dan apakah Putusan Pengadilan Negeri Amlapura No.14/PDT.G/2014/PN.AP tentang pemberian warisan bagi anak angkat telah sesuai atau tidak dengan Hukum Waris Adat Bali. Dalam penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian hukumnya adalah deskriptif. Dalam penelitian ini pengumpulan datanya menggunakan metode kepustakaan (library research). Analisis data dilakukan dengan cara kualitatif. Hasil pembahasan pengangkatan anak menurut hukum adat Bali di Desa Buda Keling Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem menunjukan pengangkatan anak harus merupakan dari anak saudara sekandung dari pihak sentana, apabila tidak ada anak dari saudara sekandung maka diperbolehkan dari luar keluarga. Hubungan kekeluargaan anak angkat dengan orang tua kandungnya putus dan dia memasuki kekerabatan orang tua angkatnya. Kedudukan anak angkat dalam keluarga orang tua angkatnya adalah sebagai anak kandung, sehingga berfungsi sebagai pelanjut keturunan dan berkedudukan sebagai ahli waris dengan ketentuan anak angkat telah disetujui dari pihak keluarga. Apabila pihak sentana atau keluarga tidak menyetuji adanya pengangkata anak, maka anak angkat tersebut tidak berhak mewaris terhadap harta peninggalan dari orang tua angkatnya.
Analisis Yuridis terhadap Pengaturan Waris Pusaka Tinggi menurut Hukum Waris Adat Minangkabau (Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Batusangkar Nomor: 27/Pdt.G/2017/PN Bts) Ratu Lesyane Putri; I Komang Suka’arsana
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 1 No. 1 (2019): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (221.142 KB) | DOI: 10.25105/refor.v1i1.10487

Abstract

Harta pusaka tinggi merupakan harta yang diperoleh secara turun menurun dalam adat Minangkabau disebutkan “dari ninniak turun ka mamak dari mamak turun ka kamanakan” dan pada prinsipnya harta tersebut tidak dapat diperjualbelikan. Apabila terjadi sengketa mengenai harta pusaka tinggi maka penyelesaian sengketa harta pusaka tinggi harus di selesaikan dari tingkat yang paling bawah terlebih dahulu.. Apabila para pihak tidak puas dengan hasil keputusan Kerapatan Adat Nagari maka para pihak dapat mengajukan gugatan perkara ke Pengadilan Negeri. Seperti pada perkara diwilayah hukum batusangkar Nomor: 27/Pdt.G/2017/PN Bts tentang waris pusaka tinggi. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana ketentuan pengaturan harta pusaka tinggi menurut hukum waris adat Minangkabau dan apakah Putusan Pengadilan Negeri Batusangkar Nomor: 27/Pdt.G/2017/PN Bts sudah sesuai atau tidak dengan hukum waris adat Minangkabau. diketahui bahwa: 1) Dalam putusan Hakim menyatakan bahwa penggugat 1 adalah mamak kepala waris dalam kaumnya dan penggugat 2 s/d 5 adalah anggota kaumnya. Menurut Hukum adat Minangkabau Mamak Kepala waris adalah seorang laki-laki (mamak) tertua dalam suatu kaum yang memimpin dan bertanggung jawab terhadap harta pusaka kaumnya dengan begitu maka konsekuensi hukumnya seharusnya objek perkara adalah harta pusaka tinggi kaum para penggugat dan menyatakan para tergugat tidak berhak atas objek perkara. 2) putusan hakim tidak sesuai dengan hukum waris adat minangkabau.
TINDAK PIDANA MENGGUNAKAN NARKOTIKA GOLONGAN I TANPA HAK DAN MELAWAN HUKUM SERTA TINDAK PIDANA MENGEDARKAN NARKOTIKA GOLONGAN I (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 150/PID.SUS/2017/PN UNR) Yasmin Indahnesia Susilo; I Komang Suka’arsana
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 1 No. 1 (2019): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.773 KB) | DOI: 10.25105/refor.v1i1.10488

Abstract

Narkotika merupakan kejahatan yang paling parah karena narkotika merupakan kejahatan yang akan menghabisi masa depan bangsa bahkan peredaran narkotika di Indonesia dikendalikan oleh sindikat internasional yang memiliki dana cukup besar, dan orang yang ketergantungan pada narkotika merupakan suatu penyakit, tidak terkecuali dalam perkara yang dialami terdakwa dalam tindak pidana narkotika dalam kasus ini, dimana terdakwa menggunakan narkotika untuk dirinya sendiri dan juga memiliki narkotika. Adapun pokok permasalahan yaitu apakah perbuatan pelaku telah memenuhi unsur pasal 127 Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Bagaimana penjatuhan sanksi pidana dalam putusan nomor 150/Pid.Sus./2017/PN Unr. Penelitian ini merupakan penelitian normatif berdasarkan putusan nomor 150/Pid.Sus/2017/PN Unr. Analisa data yang digunakan disini dilakukan secara kualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan logika deduktif. Berdasarkan analisis diketahui bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur pasal 127 Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika akan tetapi seharusnya hakim dapat mengupayakan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sesuai dengan pasal 54 Undang-Undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mewajibkan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika untuk menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial dan penjatuhan sanksi pidana terhadap terdakwa narkotika dengan menggunakan teori pemidanaan kontemporer.
TINDAK PIDANA PENYALAH GUNA NARKOTIKA YANG DIJATUHKAN SANKSI PIDANA (STUDI PUTUSAN NOMOR 248/PID.SUS/2019/PN.BLB) Kharisma Prameswara Ayu Maharani; I Komang Suka’arsana
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (233.117 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.10489

Abstract

Penyalah guna narkotika yang terjadi di Terminal ojeg Cipeuteuy, pada tanggal 1 Febuari 2019 jam 15.00 WIB, berupa perbuatan pelaku yang membeli ganja sebanyak satu paket kecil seharga Rp100.000,00 lalu terdakwa pulang kerumah dan mengkonsumsi sebagian ganja. Penelitian ini mengambil kasus putusan nomor 248/Pid.Sus/2019/PN.Blb. Dengan pokok masalah pertama, apakah perbuatan pelaku memenuhi unsur 111 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika berdasarkan putusan Nomor 248/Pid.Sus/2019/PN.Blb Kedua, Bagaimana pemidanaan hakim dalam putusan pengadilan negeri Bale Bandung Nomor 248/Pid.Sus/2019/PN.Blb metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif dengan metode logika deduktif sebagai penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini adalah perbuatan terdakwa tidak memenuhi unsur dalam pasal 111 ayat (1) karena terdakwa menggunakan narkotika untuk dirinya sendiri. Dalam pemidanaanya pelaku dikenakan sanksi pidana penjara selama 1 (satu) tahun lebih ringan dari jumlah minimal yang harus dikenakan, seharusnya terdakwa juga dapat dikenakan rehabilitasi mengingat pelaku merupakan penyalah guna
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBAGIAN HARTA WARISAN ALMARHUM PAN KEPUR ALIAS I NYOMAN AMPUG KEPADA AHLI WARIS MENURUT HUKUM ADAT BALI (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NOMOR 7/PDT.G/2012/PN.SP) Mardlianty Sakina; I Komang Suka’arsana
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (217.964 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.10490

Abstract

Hukum Waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang telah meninggal. Salah satu penyebab lahirnya waris adalah terjadinya kematian yang menimbulkan akibat hukum mengenai hak-hak dan kewajiban pewaris ke ahli waris berupa materil dan immaterial. Pada pokok permasalahan yang pertama (1) Bagaimana pembagian harta waris Almarhum Pan Kepur Alias I Nyoman Ampug kepada Ahli waris Menurut Hukum Adat Bali? (2) Apakah Isi Amar putusan Pengadilan Negeri Nomor 7/PDT.G/ 2012/PN.SP tentang pembagian harta warisan Almarhum Pan Kepur kepada ahli waris sudah sesuai atau tidak menurut hukum Adat Bali? Untuk menjawab pokok permasalahan tersebut di analisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil analisis pada masyarakat yang menganut sistem kekeluargaan patrilineal, anak laki-laki adalah pihak yang berhak untuk menerima warisan. Dengan mengacu pada Keputusan Pasamuan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Nomor 01/KEP/PSM-03/MDP tentang hasil-hasil Pasamuan Agung III MUDP Bali tanggal 15 Oktober 2010, bahwa janda mempunyai kedudukan yang sama dengan suaminya terhadap harta gunakaya atau harta bersama peninggalan almarum suaminya, namun hanya untuk menguasai dan menikmati harta gunakaya itu secara terbatas demi kepentingan dirinya dan keluarganya, bukan ahli waris. Didalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 7/PDT.G/ 2012/PN.SP ini telah sesuai dengan sistem pewarisan hukum adat Bali yang sesungguhnya, karena kehidupan masyarakat bali yang sangat erat kaitannya dengan agama hindu sebagai mayorat agama di Bali.
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENENTUAN HARTA WARISAN KEPADA PARA AHLI WARIS MENURUT HUKUM ADAT BALI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG 176/PDT.G/ 2014/PN.DPS) Sekar Mega Pratiwi; I Komang Suka’arsana
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.702 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.10491

Abstract

Hukum adat waris memuat peraturan-peraturan yang kompleks dengan keberagaman cara meneruskan harta warisan kepada ahli waris, warisan yang diberikan juga diikuti oleh segala hak dan kewajiban bagi penerima waris karena warisan dalam waris adat tidak hanya bersifat materi semata. Pada pokok permasalahan yang pertama (1) Bagaimana pembagian harta waris Almarhum Nyoman Putra kepada Ahli waris Menurut Hukum Adat Bali? (2) Apakah Isi Amar putusan Mahkamah Agung No. 176/PDT.G/ 2014/PN.Dps tentang pembagian harta waris sudah sesuai atau tidak menurut hukum Adat Bali? Untuk menjawab pokok permasalahan tersebut di analisis secara yuridis-normatif yang bersifat deskriptif, serta menggunakan data sekunder. Analisis ini dilakukan secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis pada masyarakat yang menganut sistem kekeluargaan patrilineal, anak laki-laki adalah pihak yang berhak untuk menerima warisan. Dengan keluarnya peraturan Keputusan Majelis Desa Pakraman Bali Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 tentang Hasil-hasil Pasamuhan Agung III MDP (Majelis Desa Pakraman) Bali. bahwa kedudukan anak perempuan mempunyai persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam bidang perwarisan. Didalam Putusan Nomor. 176/PDT.G/ 2014/PN.Dps ini tidak sesuai dengan sistem pewarisan hukum adat bali yang sesungguhnya, karena kehidupan masyarakat bali yang sangat erat kaitannya dengan agama hindu sebagai mayorat agama di bali