Aji Wibowo
Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI HAK ATAS KEBEBASAN BERAGAMA TERHADAP YENIMA SWANDINA ALFA YANG DITOLAK SMPN3 GENTENG, BANYUWANGI MENURUT INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS Dhea Edgina Tiara Sari; Aji Wibowo
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 1 No. 1 (2019): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (71.099 KB) | DOI: 10.25105/refor.v1i1.4383

Abstract

International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal yang mencakup 6 Bab dan 53 Pasal dan dirancang oleh Komisi HAM PBB melalui sidang Majelis Umum PBB di tahun 1951. Salah satu hak yang diatur di dalam ICCPR adalah hak atas kebebasan beragama. Negara yang sudah meratifikasi ICCPR berkewajiban untuk menjalankan ketentuan yang terdapat di dalam ICCPR. Indonesia sendiri telah meratifikasi ICCPR melalui UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR. Namun pada kenyataannya masih ada ketentuan yang terdapat di dalam ICCPR tersebut yang tidak dijalankan atau tidak sesuai, yaitu pada kasus penolakan Yenima Swandina Alfa oleh SMPN3 Genteng, Banyuwangi yang didasarkan atas agama atau kepercayaan. Permasalahan yang diangkat adalah: 1. Apakah terdapat pelanggaran HAM terhadap Yenima Swandina Alfa dalam kasus penolakannya oleh SMPN 3 Genteng, Banyuwangi berdasarkan ICCPR? 2. Bagaimana mekanisme penegakan hukum terhadap kasus penolakan Yenima Swandina Alfa oleh SMPN 3 Genteng, Banyuwangi dalam perspektif ICCPR? Peneltian ini menggunakan tipe penelitian normatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan data diolah secara kualitatif dengan menggunakan penarikan kesimpulan logika deduktif. Kesimpulannya menunjukkan bahwa: 1. Terdapat pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam bidang hak atas kebebasan beragama dalam kasus penolakan Yenima Swandina Alfa oleh SMPN 3 Genteng, Banyuwangi. 2. Mekanisme penegakan hukum dalam kasus penolakan Yenima Swandina Alfa oleh SMPN 3 Genteng, Banyuwangi adalah dengan pencabutan peraturan yang bersifat diskriminatif di SMPN 3 Genteng, Banyuwangi oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi yang merupakan perintah dari Bupati Kabupaten Banyuwangi. Kata Kunci: International Covenant on Civil and Political Rights, Hak Atas Kebebasan Beragama 
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEJAHATAN PERANG DI GHOUTA TIMUR, SURIAH BERDASARKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Arrachma Nuradhy Pradana; Aji Wibowo
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (266.655 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.8844

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui.terdapat dan adanya Kejahatan Perng di Ghout,Timur,Suriah,tindak pidana pembunuhan KUHP dengan The Penal Code Of Japan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat diskriptif, Dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. jenis dan bentuknya data yang diperlukan dalam penelitian ini “adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan.” Dengan menganalisis dokumen - dokumen terkait dengan penelitian ini secara normatif. Berdasarkan pembahasan tentang Kejahatan Perang, yaitu Kejahatan Perang Terhadap Konvensi Janewa 1949,dan yaitu Konflik bersenjata di Ghouta Timur antara pemerintah Suriah yang dilakukan oleh dengan Organisasi ISIL (Islamic State Iraq Levant)yang di kategorikan sebagai Konflik bersenjata Non-Internaasional yaitu sebgaimna diatur dalam Pasal 3 Konvensi Genewa Tahun 1949, tentang Commons Article dan Pasal 1Protokol Tambahan Tahun 1977 yang mengatur mengenaiKonflik perang non-Internasional, dan Dalam Hl Ini yang berstatus sebagai pemeberontak yang berad di Pihak Pro- Bashar al-Assaad yaitu (Islamic iraq and Levant) juga bisa dikatakan sebagai pihak pemberontak “Belligerent” yang sebagaimana hal ini diaatur dalam Di dalam Konvensi Den Haag IV Tahun 1907 tentang Hague Regulation yang sebagaimana tercantum dalam Bab I tentang “The qualification of Belligerent” dan masih didalam Konflik dalam kasus ini juga terdapat pihak lain yang sedang berkonflik yaitu pihak dari “Belligerent” pihak yang berkkonflik yaitu dari pihak oposisi yang bernam Jaish al-Islam yang juga bisa di kategorikan sebagi pihak “Belligerent” yang sebgaimana ditur dalam Konvensi Den Haag IV Tahun 1907 tentang Hague Regulation yang sebagaimana tercantum dalam Bab I tentang “The qualification of Belligerent”,dan namun dalam hal ini juga Pihak Jaish al-Islam juga melanggar Konvensi Convention on Chemichal Weapons Tahun 1993 yang dalam hal ini di masukkan ke dalam Katrgori Zat Kimia I dan masuk juga dalam Zat kimia berbahaya,yaitu Zat berbahaya Kategori I.yang dilakukan dan di langgar oleh Jaish al-Islam yaitu larangan penggunan senjata kimia berupa chemichal weapons yang bernama Gas Chlorine Jadi dengan melihat berbagai ketentuan syarat,kewajiban,dan hak dalam pemenuhan hak dan kewajiban Kombatan yang terdapat dalam Konvensi Den Haag 1907 tentang cara dan sarana Berperang (The Hague Laws),Konvensi-Konvensi Janewa 1949 tentang perlindungan Korban perang (The Geneve Law) serta Protokol tambahan 1977 (Additional Protocol1977) dan dalam hal ini bahwa fakta nya di dalam Hukum Humaniter Internasional semua Pasal dan Konvensi-Konvensi diatas Kasus tersebut telah terpenuhi Hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan Kerentuan Hukum Humaniter yang berlaku dalam Kasus Kejahatan Perang di Ghota,timur. Kata Kunci : Kejahatan Perang,Ghouta Timur,Suriah, Hukum Internasional
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI HAK UNTUK MENDAPATKAN REPARASI BAGI KORBAN PENGHILANGAN PAKSA DI MEXICO BERDASARKAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE PROTECTION OF ALL PERSONS FROM ENFORCED DISAPPEARANCE TAHUN 2006 Ridi Avianti; Aji Wibowo
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (341.172 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.8845

Abstract

ICPED adalah konvensi yang mengatur mengenai upaya-upaya mencegah, memberantas dan menghukum pelaku tindak pidana praktek penghilangan orang secara paksa, yang bertujuan untuk melindungi setiap orang dari praktek kejahatan penghilangan paksa. setiap negara pihak wajib menjamin dalam sistem hukumnya bahwa korban penghilangan paksa mempunyai hak untuk memperoleh reparasi dan kompensasi yang cepat, adil, dan memadai. Karena korban memiliki hak untuk mengetahui kebenaran mengenai situasi dan keadaan peristiwa penghilangan paksa, perkembangan dan hasil penyelidikan serta nasib orang yang dihilangkan. Reparasi merupakan upaya pemulihan korban pelanggaran HAM kembali ke kondisinya sebelum pelanggaran HAM tersebut terjadi pada dirinya. Mexico merupakan salah satu negara yang meratifikasi konvensi ICPED, namun masih terdapat beberapa kasus mengenai penghlangan paksa yang terjadi di Mexico. Pokok permasalahan skripsi ini adalah bagaimana tanggung jawab negara terhadap korban penghilangan secara paksa dan apakah upaya reparasi yang dilakukan untuk memberikan perlindungan bagi para korban penghilangan di Mexico telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh konvensi ICPED. Tipe penelitian ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan dianalisis secara kualitatif. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode deduktif. Kesimpulan skripsi ini adalah Mexico sebagai negara yang meratifikasi konvensi ICPED memiliki kewajiban bertanggung jawab untuk memberikan reparasi terhadap korban penghilangan paksa, karena reparasi merupakan salah satu bentuk tanggung jawab negara, dan upaya reparasi yang dilakukan Mexico belum memenuhi standar dari konvensi terkait dengan jaminan non-repetisi karena masih terdapatnya peristiwa pelanggaran HAM yang terdapat di Mexico. Kata Kunci: Hak Reparasi, ICPED, Mexico Penghilangan Paksa
ANALISIS YURIDIS TERHADAP BLOKADE DI PELABUHAN HUDAYDAH YAMAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN ANAK-ANAK Trixie Rachel Tandayu; Aji Wibowo
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (378.969 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.8849

Abstract

Maka permasalahannya adalah Apakah tindakan blokade pelabuhan Hudaydah Yaman, yang merupakan jalur masuknya makanan bagi warga sipil di Yaman yang mengakibatkan kematian anak-anak merupakan pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional dan Bagaimana pengaturan mengenai jatuhnya korban anak-anak di Yaman dalam Hukum Humaniter Internasional. Metode yang dilakukan adalah penelitian secara normatif terhadap Konvensi Jenewa, Protokol Tambahan, dan keefektifan blokade yang tercantum dalam Deklarasi. Analisi data dilakukan secara kualitatif, sedangkan pengambilan kesimpulan dilakukan dengan cara deduktif. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: Penyerangan blokade di pelabuhan Hudaydah harus diperhatikan keefektifannya dan memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan terhadap warga sipil. Dalam kasus blokade pelabuhan Hudaydah di Yaman yang menewaskan anak-anak sebagai penduduk sipil mendapat perlindungan Konvensi Jenewa IV 1949 khususnya Pasal 23, 50, 55, dan 59. Selain Konvensi Jenewa IV, perlindungan penduduk sipil juga diatur dalam Protokol Tambahan I 1977. Hal ini karena konflik bersenjata yang terjadi antara pemberontak Houthi dan Yaman mendapatkan bantuan dari Koalisi Arab Saudi, termasuk dalam konflik bersenjata IAC, yaitu konflik internal yang diinternasionalisasi, sehingga ketentuan yang digunakan dalam menganalisa konflik tersebut adalah Protokol Tambahan I, 1977. Ketentuan Protokol I, 1977 yang terkait dengan kasus ini adalah Pasal 54, Pasal 70 ayat (1), Pasal 77 ayat (1). Untuk keefektifan blokade di Pelabuhan Hudaydah Yaman, maka perlu dipikirkan prinsip-prinsip yang berlaku secara internasional yang menjadi pacuan dalam blokade. Declaration of Paris 1856 yang menjadi pacuan dalam blokade dalam Pasal 4, Declaration of London 1909 Pasal 17, Piagam PBB pasal 42, dan Konvensi Jenewa keempat 23 dan 59.Kata kunci: Hukum Humaniter Internasional, Hudaydah, Yaman, Blokade
ANALISIS YURIDIS MENGENAI TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH SURIAH TERHADAP PENGGUNAAN GAS SARIN DALAM PENYERANGAN KOTA KHAN SHAYKHUN DI SURIAH BERDASARKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Samuel Clementh Pasaribu; Aji Wibowo
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 2 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (293.297 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i2.8850

Abstract

Konflik bersenjata yang terjadi di Suriah merupakan konflik bersenjata noninternasional, yang melibatkan pasukan bersenjata pemerintah melawan pasukan pemberontak. Tindakan pemerintah Suriah yang menjatuhkan bom yang berisi gas sarin tepat didaerah pemukiman warga penduduk sipil menimbulkan permasalahan, yakni apakah tindakan penggunaan gas sarin tersebut sah dalam hukum humaniter internasional, serta bagaimana bentuk tanggung jawab pemerintah Suriah dalam serangan gas sarin tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dimana sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan sumber data sekunder. Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka penulis berkesimpulan bahwa tindakan pemerintah Suriah sudah melanggar kaidah-kaidah yang terdapat dalam hukum humaniter internasional dan juga menimbukan tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh pemerintah Suriah, diantaranya adalah melakukan pemulihan dan menghukum pelaku yang melakukan dan memberi perintah untuk menggunakan gas sarin dalam serangan ke kota Khan Shaykhun. Kata Kunci: Tanggung Jawab Pemerintah, Hukum Humaniter.